Lamongan menjadi pemasok ikan wader utama di Indonesia. Ratuan kilogram ikan wader ditangkapi dari waduk-waduk untuk dikirim ke beberapa daerah yang membutuhkan ikan liar sebagai sajian kuliner yang lagi diburu penggemar ikan wader.
Banyak petani Desa Gondang, Kecamatan Sugiyo, Lamongan, Jawa Timur, menangkap ikan wader dari tujuh waduk di sekitar Lamongan. Ikan dari keluarga Cyprinidae ini hidup di kali, sungai, dan danau berair bersih. Wader memang hidup di wilayah perairan tak berpolusi. Para petani desa itu kurang memahami prilaku wader termasuk makanan yang dikonsumsi begitu pula teknik pembudidayaannya. "Ikan-ikan ini tak bisa dibudidayakan, sulit sekali. Sifatnya natural sekali," ucapnya.
Tetapi, ikan wader biasa dipanen pada musim kemarau, sehingga pada musim hujan, pasokan wader berkurang. Saat musim kemarau itu, Ardhika dan para petanilainnya bisa memanen 300 kg sampai 500 kg per hari dari ketujuh waduk itu. Bila di sungai, hanya 5 kg hingga 7 kg per hari bisa ditangkap. Wader-wader segar itu lantas dikirim ke Surabaya, Sidoarjo dan Jawa Tengah, dengan hargajual Rp 7.000 sampai Rp 9.000 per kg. "Kami panen di musim kemarau antara Juni sampai Oktober," katanya.
Sisa wader yang tak dikirimkan diolah istri para petani menjadi wader goreng alias kering wader. Dalam sehari, mereka bisa memproduksi wader goreng 10 kg sampai 15 kg wader goreng yang dijual seharga Rp 25.000 per kg. "Keuntungan bisa 100%, Sayang, ikan itu hanya musiman," kata Ardhika.
Sementara, produksi kering wader, mirip ikan asin, bisa mencapai 500 kg tiap bulan. Hargajual kering wader Rp 15.000 per kg. "Pembeli kering wader biasanya dari Surabaya dan Jawa Tengah," ucap Ardhika.Sudah empat tahun petani Desa Gondang memproduksi olahan ikan wader tersebut. Awalnya mereka tidak tertarik lantaran sulit mencari celah pasar.
Permintaan terhadap ikan wader terus meningkat yang menuntut petani kreatif agar stok bisa tersedia sepanjang musim. "Respon pasar lumayan bagus walau manajemen belum maksimal. Kami sudah hampir menyerah karena banyaknya permintaan," kata Ardhika.
Selain di Pulau Jawa, wader segar juga menjadi salah satu makanan favorit di Banjarmasin. Sayangnya, Ardhika tak berani mengirim ke daerah tersebut karena proses pengiriman yang sulit. Maklum, sulit mempertahankan kondisi wader tetap segar. Selain harus banyak es, tempatnya harus bagus.
Sampai saat ini, para petani wader itu masih berpikir untuk memasok wader di luar Juni hingga September. "Biar produksi olahan terus berputar, kami harus menimbun pasokan untuk dikeluarkan di musim hujan," ujar Ardhika.
Olahan wader memang bisa menopang kehidupan keluarga Martini merasakan pengalaman tni dengan mendirikan usaha wader goreng bermerek Wiganti.Dalam sehari, Martini memproduksi minimal 10 kg wader goreng. Harga jualnya Rp 10.000 per stoples seberat 1,5 ons.Selain melayani toko oleh-oleh di Surabaya, Martini juga memasok wader goreng ke Madiun. Tiap minggu ia pasok lima dus berisi enam stoples wader goreng. "Sebulan saya bisa dapat laba Rp 1,5 juta dari usaha wader goreng ini," ucap Martini. Katanya, prospek usaha ini amat bagus. (Sumber : Harian Kontan Gloria Natalia)
Banyak petani Desa Gondang, Kecamatan Sugiyo, Lamongan, Jawa Timur, menangkap ikan wader dari tujuh waduk di sekitar Lamongan. Ikan dari keluarga Cyprinidae ini hidup di kali, sungai, dan danau berair bersih. Wader memang hidup di wilayah perairan tak berpolusi. Para petani desa itu kurang memahami prilaku wader termasuk makanan yang dikonsumsi begitu pula teknik pembudidayaannya. "Ikan-ikan ini tak bisa dibudidayakan, sulit sekali. Sifatnya natural sekali," ucapnya.
Tetapi, ikan wader biasa dipanen pada musim kemarau, sehingga pada musim hujan, pasokan wader berkurang. Saat musim kemarau itu, Ardhika dan para petanilainnya bisa memanen 300 kg sampai 500 kg per hari dari ketujuh waduk itu. Bila di sungai, hanya 5 kg hingga 7 kg per hari bisa ditangkap. Wader-wader segar itu lantas dikirim ke Surabaya, Sidoarjo dan Jawa Tengah, dengan hargajual Rp 7.000 sampai Rp 9.000 per kg. "Kami panen di musim kemarau antara Juni sampai Oktober," katanya.
Sisa wader yang tak dikirimkan diolah istri para petani menjadi wader goreng alias kering wader. Dalam sehari, mereka bisa memproduksi wader goreng 10 kg sampai 15 kg wader goreng yang dijual seharga Rp 25.000 per kg. "Keuntungan bisa 100%, Sayang, ikan itu hanya musiman," kata Ardhika.
Sementara, produksi kering wader, mirip ikan asin, bisa mencapai 500 kg tiap bulan. Hargajual kering wader Rp 15.000 per kg. "Pembeli kering wader biasanya dari Surabaya dan Jawa Tengah," ucap Ardhika.Sudah empat tahun petani Desa Gondang memproduksi olahan ikan wader tersebut. Awalnya mereka tidak tertarik lantaran sulit mencari celah pasar.
Permintaan terhadap ikan wader terus meningkat yang menuntut petani kreatif agar stok bisa tersedia sepanjang musim. "Respon pasar lumayan bagus walau manajemen belum maksimal. Kami sudah hampir menyerah karena banyaknya permintaan," kata Ardhika.
Selain di Pulau Jawa, wader segar juga menjadi salah satu makanan favorit di Banjarmasin. Sayangnya, Ardhika tak berani mengirim ke daerah tersebut karena proses pengiriman yang sulit. Maklum, sulit mempertahankan kondisi wader tetap segar. Selain harus banyak es, tempatnya harus bagus.
Sampai saat ini, para petani wader itu masih berpikir untuk memasok wader di luar Juni hingga September. "Biar produksi olahan terus berputar, kami harus menimbun pasokan untuk dikeluarkan di musim hujan," ujar Ardhika.
Olahan wader memang bisa menopang kehidupan keluarga Martini merasakan pengalaman tni dengan mendirikan usaha wader goreng bermerek Wiganti.Dalam sehari, Martini memproduksi minimal 10 kg wader goreng. Harga jualnya Rp 10.000 per stoples seberat 1,5 ons.Selain melayani toko oleh-oleh di Surabaya, Martini juga memasok wader goreng ke Madiun. Tiap minggu ia pasok lima dus berisi enam stoples wader goreng. "Sebulan saya bisa dapat laba Rp 1,5 juta dari usaha wader goreng ini," ucap Martini. Katanya, prospek usaha ini amat bagus. (Sumber : Harian Kontan Gloria Natalia)
No comments:
Post a Comment