SUMUK. Udara malam masih terimbas terik matahari di siang hari. Ya, dua minggu ini hampir seluruh desa-desa di Jawa Timur seperti terpanggang sinar matahari. Pada bulan-bulan sekarang ini letak posisi matahari sangat dekat dengan posisi bumi, khususnya wilayah Indonesia.
Malam itu di Pos Kamling cukup ramai sambil menyaksikan duel Tim Indonesia U-23 vs Timnas Timor Leste. Warung Kopi Cak So yang di samping persis Pos Kamling juga ada beberapa orang, diantaranya pelanggan tetap, seperti Pak Kades, Kang Toni, Wak Haji, dan Gus Nuf. Cak So sibuk melayani orang-orang yang cangkrukan di sekitar Pos Kamling, dengan dibantu Pak Wi.
”Wah ya gak kelas Indonesia mungsuh Timor Leste … Nek pengin teruji, ya lawan Jepang atau Korsel, lebih berbobot … ,”ujar Cak So, menanggapi pertanyaan Pak Kades tentang siaran bola di televisi itu.
“Kenapa bal-balan Indonesia gak maju-maju ….,”lanjut Pak Kades.
“Salah urus! Soale APBD digawe bancakan, termasuk untuk sepakbola. Padahal
uang negara atau APBD itu untuk orang miskin dan kemajuan desa,”ujar Gus Nuf.
“Seandainya ditotal seluruhnya, mungkin sudah triliunan anggaran Negara yang tersedot untuk mendanai bal-balan ….,”ujar Wak Haji.
“Hampir semua tim sepakbola di Jatim menggunakan dana APBD. Itu namanya APBD untuk bola, bukan untuk rakyat ….,”sahut Pak Kades.
“APBD untuk birokrat dan pejabat ….., “ teriak Gus Nuf.
“Cocos alias cocok sekali … Sekarang ini sekitar 60 persen anggaran belanja negara atau daerah untuk kebutuhan internal pemerintah , bukan untuk rakyat …,”tambah Gus Nuf, ikut nimbrung.
Semua mata menatap Pak Wi seolah meminta konfirmasi. Ya, Pak Wi adalah pensiunan camat yang mencari kesibukan. Setelah istrinya meninggal, Pak Wi sering merasa kesepian di rumah. Kedua anak perempuannya ikut suami yang bekerja di Jakarta dan Surabaya.
Saat itu, untuk melawan kesepian Pak Wi ikut cangkrukan di Pos Kamling. Ketika melihat Cak So kewalahan, ia pun menawarkan diri membantu. Kehadiran Pak Wo seringkali menjadi rujukan atau nara sumber di anggota komunitas di sana.
Saat ditanya soal dana APBD, Pak Wi hanya diam. Tidak membenarkan dan tidak menyalahkan. “Ya, begitulah. Cak Toni lebih tahu. Wartawan akeh info, isok blusukan nang endi-endi….” katanya.
Menurut Pak Wi, negeri ini membutuhkan pemimpin, pejabat atau birokrat yang memiliki karakter zuhud dan tidak kedonyan. Saat sebagai birokrat, Pak Wi hanya makan dari gaji sebagai haknya sebagai PNS. Dari gaji itulah ia dan istri mengawali berdagang palawija hingga saat ini memiliki kebun sendiri dan beberapa ternak.
“Alhamdulillah, Tuhan memberi kekuatan pada saya tidak menggunakan uang negara untuk memperkaya diri maupun menghidupi keluarga saya …,”ujar Pak Wi, suatu ketika.
Menurut Pak Wi, tepat sekali keputusan pemerintah melarang APBD untuk sepakbola. Ia yakin dengan dana swasta, sepakbola bisa maju
“Opo maneh niate para penguruse wis gak murni … Onok sing ingin dadi bupati, walikota, anggota dpr, atau sekedar ikut nampang”sahut Cak So.
“Negeri kita ini gak punya kultur sepakbola. Nek pengin oleh prestasi, negarane kudu maju dulu. Rakyate kudu makmur disik … ,”ujar Pak Wi. (bdh)
No comments:
Post a Comment