PONOROGO – Warga Kabupaten Ponorogo menghadapi ancaman serius dari HIV/AIDS. Penyakit yang belum ditemukan obatnya itu kini mengepung mereka lantaran puluhan penderitanya menyebar di berbagai tempat.
Menurut catatan Dinas Kesehatan (Dinkes) setempat, saat ini penyakit mematikan itu telah menjangkiti 35 orang. Angka ini meningkat hampir dua kali lipat dari tahun lalu yang hanya 19 orang. Celaknya, mereka tidak diisolasi di pusat rehabilitasi. Angka ini diperkirakan masih akan membesar di tahun-tahun mendatang.
“Ini cukup memprihatinkan dan menjadi pekerjaan serius bagi Pemerintah Daerah melalui Dinas Kesehatan. Harus dilakukan berbagai upaya, mulai penanggulangan hingga identifikasi secara cepat terhadap penyakit yang belum ditemukan obatnya itu,” kata anggota Komisi D DPRD setempat, Rahmad Taufik, Selasa (8/11).
Data di Dinkes menyebutkan, dari 35 pengidap HIV/AIDS tahun ini, 5 orang di antaranya berada di lokalisasi. Sedangkan 30 sisanya berbaur dengan masyarakat di berbagai wilayah di Ponorogo.
Fakta ini mendorong Komisi D pihaknya mendesak sejumlah pihak segera menempuh langkah konkret. Pihak-pihak yang dimaksud antara lain Dinkes, Dinas Sosial, serta Dinas Pendidikan. “Ini tidak boleh dianggap hal yang sederhana,” tegas Rahmad.
Dalam pertemuan dengan Dinkes, lanjut Rahmad, pernah diutarakan usul agar penderita HIV/AIDS yang telah teridentifikasi dibawa keluar Ponorogo. Mereka bisa dititipkan di pusat-pusat rehabilitasi. Namun Dinkes menolak dengan alasan hal tersebut akan melanggar hak asasi manusia.
Rahmad juga mengungkapkan keprihatinannya atas temuan kondom basah saat para remaja terjaring razia di sejumlah kafe beberapa waktu lalu. Ini, menurut Rahmad, menunjukkan bahwa budaya seks bebas telah berkembang luas. “Budaya ini adalah salah satu penyebab penyebaran HIV/AIDS. Karena itu, dinas terkait harus segera melakukan sosialisasi untuk mencegahnya. Perda yang mengatur kafe-kafe juga perlu disiapkan,” tandasnya.
Di tempat terpisah, Kepala Dinkes Ponorogo, Sapto Jatmiko, menyikapi makin banyaknya penderita HIV/AIDS, pihaknya akan segera mengaktifkan regulasi Komisi Penanggulangan AIDS Daerah (KPAD). Tujuannya, mengantisipasi dan mengidentifikasi secara cepat penderita HIV/AIDS di Ponorogo. Identifikasi akan dilakukan terutama di pintu masuk atau tempat-tempat yang berisiko tinggi, misalnya lokalisasi. “Karena anggaran cukup terbatas, perlu adanya optimalisasi. Tahun yang akan datang anggaran akan diupayakan naik,” cetusnya.
Menurut Sapto, upaya yang telah dilakukan adalah bekerjasama dengan berbagi pihak. Misalnya Dinkes Provinsi Jawa Timur dan berbagai lembaga terkait. Selain itu, pihaknya akan selalu aktif dalam kampaye dengan terjun ke lapangan. (dm/mar)
Menurut catatan Dinas Kesehatan (Dinkes) setempat, saat ini penyakit mematikan itu telah menjangkiti 35 orang. Angka ini meningkat hampir dua kali lipat dari tahun lalu yang hanya 19 orang. Celaknya, mereka tidak diisolasi di pusat rehabilitasi. Angka ini diperkirakan masih akan membesar di tahun-tahun mendatang.
“Ini cukup memprihatinkan dan menjadi pekerjaan serius bagi Pemerintah Daerah melalui Dinas Kesehatan. Harus dilakukan berbagai upaya, mulai penanggulangan hingga identifikasi secara cepat terhadap penyakit yang belum ditemukan obatnya itu,” kata anggota Komisi D DPRD setempat, Rahmad Taufik, Selasa (8/11).
Data di Dinkes menyebutkan, dari 35 pengidap HIV/AIDS tahun ini, 5 orang di antaranya berada di lokalisasi. Sedangkan 30 sisanya berbaur dengan masyarakat di berbagai wilayah di Ponorogo.
Fakta ini mendorong Komisi D pihaknya mendesak sejumlah pihak segera menempuh langkah konkret. Pihak-pihak yang dimaksud antara lain Dinkes, Dinas Sosial, serta Dinas Pendidikan. “Ini tidak boleh dianggap hal yang sederhana,” tegas Rahmad.
Dalam pertemuan dengan Dinkes, lanjut Rahmad, pernah diutarakan usul agar penderita HIV/AIDS yang telah teridentifikasi dibawa keluar Ponorogo. Mereka bisa dititipkan di pusat-pusat rehabilitasi. Namun Dinkes menolak dengan alasan hal tersebut akan melanggar hak asasi manusia.
Rahmad juga mengungkapkan keprihatinannya atas temuan kondom basah saat para remaja terjaring razia di sejumlah kafe beberapa waktu lalu. Ini, menurut Rahmad, menunjukkan bahwa budaya seks bebas telah berkembang luas. “Budaya ini adalah salah satu penyebab penyebaran HIV/AIDS. Karena itu, dinas terkait harus segera melakukan sosialisasi untuk mencegahnya. Perda yang mengatur kafe-kafe juga perlu disiapkan,” tandasnya.
Di tempat terpisah, Kepala Dinkes Ponorogo, Sapto Jatmiko, menyikapi makin banyaknya penderita HIV/AIDS, pihaknya akan segera mengaktifkan regulasi Komisi Penanggulangan AIDS Daerah (KPAD). Tujuannya, mengantisipasi dan mengidentifikasi secara cepat penderita HIV/AIDS di Ponorogo. Identifikasi akan dilakukan terutama di pintu masuk atau tempat-tempat yang berisiko tinggi, misalnya lokalisasi. “Karena anggaran cukup terbatas, perlu adanya optimalisasi. Tahun yang akan datang anggaran akan diupayakan naik,” cetusnya.
Menurut Sapto, upaya yang telah dilakukan adalah bekerjasama dengan berbagi pihak. Misalnya Dinkes Provinsi Jawa Timur dan berbagai lembaga terkait. Selain itu, pihaknya akan selalu aktif dalam kampaye dengan terjun ke lapangan. (dm/mar)
No comments:
Post a Comment