Mereka yang merasakan buah tekun belajar dan rajin berubadah. |
WORLD Mathematics Team Championship (WMTC) merupakan kompetisi internasional untuk meningkatkan komunikasi dan kerjasama di kalangan matematikawan dan pendidik matematika dari seluruh dunia. Forum ini membantu memajukan pengembangan pendidikan matematika.
WMTC digelar di beberapa negara Asia, Eropa, dan Amerika. Kali ini diadakan pada 2 - 6 November 2011 di Beijing, China. Di antara peserta dari 16 negara, Indonesia merupakan peserta aktif. Untuk itu dua tim Indonesia yakni Surya Institut pimpinan Yohanes Surya dan Erick Institut pimpinan Ahmad Faisal ikut tampil di ajang ini.
Ahmad Faisal yang juga pendiri Erick Institut di Jakarta, Rabu (9/11) kemarin, mengatakan, sejak digelarnya kejuaraan WMTC kurang lebih 20 santri asal Madura pernah menjadi peserta aktif mengikuti turnamen tersebut. Mereka tampil mulai di India, Singapura, dan China yang rata-rata berhasil menyabet piala. Lalu bagaimana lika-liku perjuangan para jawara ini untuk meraih prestasi gemilang tersebut? Kata kuncinya belajar keras dan cerdas serta berdoa-rajin ibadah.
Hairul Umam (18) siswa kelas 2 Madrasah Aliyah (MA) Darul Ulum Banyuanyar, Pamekasan, Madura, misalnya. Siswa yang berhasil meraih medali perunggu kategori individu ini mengaku sukses berkat doa dan kerja kerasnya yang selalu belajar. Saat mengikuti seleksi di sekolahan dan terpilih sebagai salah satu peserta tetap, Umam langsung mendalami ilmu matematika di Erick Institut. Jarak antara Erick Institut dengan Ponpes Darul Ulum kurang lebih 7 km sehingga Umam pun harus berangkat pagi pukul 06.00 dan pulang pukul 02.00 malam. “Terkadang saya nginap di tempat Erick Institut, karena sudah larut malam dan kalau pulang ke pondok pasti kesiangan. Ya kalau kesiangan tidak salat Subuh berjamaah akan kena sanksi, dari kena cukur gundul hingga disiram limbah. Ya sekalian aja nggak pulang,” ujarnya.
Sekitar dua bulan Umam digembleng matematika di Erick Institut. Belajar 9 jam setiap hari. Hanya hari Minggu saja libur. Selain itu pagi sampai larut malam mereka terus belajar. Lalu berlatih mengisi teori-toeri matematika. Sebelumnya dia juga sudah diberikan materi khusus di sekolah. “Jadi, di sekolah sendiri memang sudah ter-klaster untuk bidang matematika,” ujarnya.
Anak bungsu dari 18 bersaudara ini mengaku selalu teringat pesan kedua orang tuanya, yaitu agar menjaga dan menularkan ilmunya kepada orang lain. Hal itu agar ilmunya menjadi barokah dan bermanfaat. “Untuk itulah pengetahuan yang saya miliki ini harus bisa dimiliki teman-teman lainnya, dan mudah-mudahan ada manfaatnya,” harapnya.
Keluarga Miskin
Jawara putri, Nabiyah (16) siswa kelas VIII Madrasah Tsanawiyah (MTs) Bustanul Ulum, Waru, Pamekasan, juga berhasil menyumbangkan 1 medali perunggu kategori individu pada kompetisi matematika International Lucknow di India, 21–24 Oktober 2011 lalu.
Senyum sumringah dari wajah polos anak desa itu memancarkan berjuta harapan untuk masa depannya. Santri putri ini pun siap berkiprah di kompetisi internasional lain.
“Alhamdulillahi rabbil alamin, walau saya berasal dari pelosok desa, anak petani dan berasal dari keluaga tidak mampu, tapi berhasil menyumbangkan medali. Saya bangga bisa mengharumkan nama madrasah dan Madura serta Indonesia pada umumnya di ajang internasional,” ujar Nabiyah.
Nabiyah yakin dirinya bisa menjuarai kontes matematika tingkat dunia hanya karena doa dan rajin ibadah sesuai pesan orang tuanya. Ketika mau berangkat ke India, oleh ibunda tercinta dia hanya diberi doa dan dititipi pesan agar menjaga salat lima waktu. “Ibu saya hanya ngasih doa dan disuruh menjaga salat, itu saja, dan itulah yang menjadikan saya bisa juara,” katanya.
Nabiyah hidup di keluarga sederhana. Ayahnya seorang petani dan ibunya penjual jajanan di sebuah sekolah. Ada kisah ketika ibunya hendak berjualan di sekolahan tersebut.
Saat itu ibunya sempat dilarang dan diusir tidak boleh berjualan. Bahkan pernah tempat ibunya berjualan snack dikasih duri (paku) agar tidak bisa lagi berjualan di tempat tersebut. “Tapi, Alhamdulillah setelah saya menjadi juara tingkat dunia, ibu dikasih tempat untuk bisa jualan lagi,” terangnya.
Putri dari Muhammad Safi ini mengaku, tidak menyangka bisa mengikuti kompetisi matematika internasional. “Saya sangat berterimakasih kepada semua guru MTs Bustanul Ulum terutama kepala sekolah dan pengasuh Pondok Pesantren Bustanul Ulum yang telah bersusah payah membimbing dan membina kami di sekolah,” katanya.
Nabiyah berharap teman-temannya juga dapat mengikuti jejaknya dalam ajang internasional. Selain cita-citanya ingin melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi sampai tuntas, Nabiyah punya bercita-cita khusus yaitu meng-haji-kan kedua orang tuanya. “Saya ingin sekali bisa menghajikan kedua orang tua,” katanya.
Sementara itu, pengasuh pondok pesantren Bustanul Ulum, KH Ahmad Jufri, mengatakan, dirinya sangat terharu karena walaupun kondisi fasilitas di lembaganya sangat terbatas, ternyata dengan kegigihan dan ketekunan serta disiplin yang diterapkan oleh kepala sekolah beserta dewan guru, mampu mencetak siswa-siswi yang berprestasi. Dia menambahkan, siswa siswi yang ikut ajang internasional ini tergolong siswa tidak mampu. Mereka berasal dari pelosok desa.
“Dan memang santri di yayasan kami 99 % berasal dari pelosok desa, 80% dari kalangan yang tidak mampu ekonominya. Keikutsertaan siswa pondok pesantren ini juga membuktikan bahwa tidak benar siswa-siswi pondok pesantren masih terbelakang, tidak kompetitif, dan tidak modern,” tandasnya.
Dia bangga sebab banyak siswanya berprestasi. Dalam bidang agama hampir semua siswa mampu membaca kitab kuning. Sejak bulan Juni 2011 di lembaga ini telah diterapkan sistem Cepat 40 Jam bisa membaca, memahami dan mengerti kitab kuning.
“Siswa–siswi Bustanul Ulum kami wajibkan bisa membaca dan memahami kitab kuning. Ini kami masukkan ke kurikulum pelajaran, baik di tingkat Ibtidaiyah, Tsanawiyah maupun di SMK. Alhamdulillah hasilnya sangat memuaskan, sudah 85 % dari siswa kami bisa membaca, mengerti dan memahami kitab kuning,” tandasnya.
Harus Ikut Bangga
Sementara itu, para santri berprestasi ini diterima Kepala Dinas Pendidikan (Dispendik) Provinsi Jawa Timur Dr Harun di Kantor Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur, Jalan Gentengkali No. 33 Surabaya, Rabu kemarin. Lima siswa itu meski terlihat letih tapi tampak bersemangat. Mereka adalah Prima Sultan Hudiyanto (SDBI Lawangan Daya 2 Pamekasan), Wildy Fahrizal (SMPN 5 Pamekasan), Khanza Al-Faiziy (SMPN 1 Pamekasan), Mochammad Taufik Hakiki (RSBI SMAN 1 Sumenep), dan Rafika Nurmasari (RSBI SMAN 1 Sumenep).
Kepala Dispendik Provinsi Jawa Timur Dr Harun menerima mereka di Ruang Melati dengan rasa bangga pula. Harun mengungkapkan kekagumannya kepada prestasi pelajar-pelajar asal Madura itu. Pasalnya, meskipun dari desa, mereka mampu menjuarai olimpiade-olimpiade matematika internasional berulang kali.
“Prestasi-prestasi mereka ini sangat luar biasa. Berulang kali mengukir prestasi tingkat internasional. Apalagi untuk mata pelajaran matematika, ini membanggakan. Karena lawan-lawan mereka pun berasal dari negara-negara jagoan matematika,” tutur Harun bangga. (DM/hud/ika)
No comments:
Post a Comment