Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Kades Harus Berani ‘Macung’ Bupati

Wednesday, December 21, 2011 | 00:17 WIB Last Updated 2011-12-20T17:17:36Z
R.H. Dwi Putranto Sulaksono (DPS)
Kepala desa harus berani macung (mencalonkan diri) menjadi bupati atau wakil bupati di wilayahnya masing-masing.

   Itulah dorongan R.H. Dwi Putranto Sulaksono (DPS), pembina sekaligus figur yang membidani berdirinya AKD Jatim, dalam diskusi terbatas dengan beberapa kepala desa dan pengurus harian AKD Jatim.

   Betapa tidak, kata bapak dua anak ini, para kepala desa memiliki potensi pendukung riil di desanya sendiri. Jika hal ini disatukan dan diorganisasikan dengan baik, maka kepala desa mereuapakan kekuatan politik independen yang luar biasa. Mereka dapat menjadi figur pemimpin di kabupatennya masing-masing.

   “Kepala desa harus bersatu, lalu membuat konsensus dan komitmen bersama. Bila ini dilakukan dapat menjadi kekuatan politik yang luar biasa,”ujar R.H. Dwi Putranto Sulaksono.

   Dengan kekuatan politik ini, R.H. Dwi Putranto Sulaksono, mereka akan dapat mewujudkan keinginannya selama ini, yaitu kedaulatan desa dan dana yang mencukupi bagi pembangunan serta pemberdayaan masyarakat desa. Karena itu, Ketua Yayasan Dwiyuna Jaya ini bertekad menjadikan AKD Jatim sebagai wadah bagi perjuangan tersebut.

   Ya, potensi kepala desa menjadi pemimpin di daerahnya, seperti bupati atau wakil bupati sebenarnya cukup besar. Toh, saat ini sudah ada kepala desa yang menjadi bupati, seperti M. Amin di Ponorogo. Di Tuban  pun sudah ada kepala desa yang berani ikut dalam Pilkada setempat, yakni Tulus Setyo Utomo (Kades Bandungrejo, Kec. Plumpang).

   Demikian pula saat ini sudah banyak kepala desa yang menjadi anggota legislatif, seperti M. Nizar Zahro (Bangkalan) menjadi anggota DPRD Jatim. Lalu beberapa kades yang menjadi anggota DPRD di wilayahnya masing-masing, seperti H. Toni MS di Nganjuk, Ali Basri di Magetan, Harly Priyatmoko di Bondowoso, dan sebagainya.      

DPS berbincang dengan sebagian pengurus AKD Jatim.
   Karena itulah, AKD Jatim yang berdiri dan dideklarasikan di Sidoarjo pada 5 Mei 2005, harus menjadi wadah bagi perjuangan tersebut. Ya, perjuangan yang semata-mata dilandasi untuk kepentingan para kepala desa dan perangkat desa sebagai pelaksana pemerintahan di desa. Juga didorong komitmen untuk pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa.

  “Toh ada mekanisme calon dari unsur independen. Bila perlu dibuat kontrak politik dengan calon bupati dari kepala desa yang akan diusung bersama-sama,”ujar pria kelahiran Tuban ini.

   Selain berjuang secara politik, menurut R.H. Dwi Putranto Sulaksono, AKD Jatim diharapkan mampu menjadi organisasi yang profesional, independen, dan amanah. Lewat prinsip ini pula mampu memberikan manfaat besar bagi pemberdayaan anggotanya maupun masyarakat desa. Selanjutnya ikut berkiprah dalam pembangunan di tanah air, khususnya di Jawa Timur.

  Secara profesional, para kepala desa harus memiliki pengetahuan tentang hukum dan sistem administrasi negara, keuangan negara, dan manajemen pemerintahan.  Selain itu juga paham berbagai kebijakan pemerintah pusat, provinsi maupun kabupaten, sehingga dapat selaras dengan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa.

    “Sehingga tidak ada lagi berita bahwa para kepala desa tersandung kasus hukum hanya karena ketidaktahuannya terhadap hukum dan sistem administrasi negara di republik ini,”ujar Ketua Yayasan Dwiyuna Jaya ini.

  AKD Jatim perlu menunjukkan sikap independen. Seringkali kepala desa dimanfaatkan untuk kepentingan politik tertentu, bahkan ‘dijual’. Misalnya, dimanfaatkan memberi suara dalam pilpres, pilgub, pilbub dan pileg.  Ironisnnya setelah hajatan selesai, tidak ada program pro desa, bahkan para pemimpin maupun wakil rakyat itu seolah-olah lupa janji-janjinya.

    Dalam kondisi seperti ini, AKD Jatim harus berani bersikap independen dalam setiap kegiatan pemilihan presiden, kepala daerah maupun legislatif. AKD Jatim harus berani melakukan tawar menawar.   Lebih tepatnya, AKD Jatim harus berani membuat kontrak politik dengan para calon peserta pemilihan kepala daerah maupun calon anggota legislatif. 

   Keberanian dan kekuatan dalam tawar menawar ini harus semata-mata didasarkan pada kepentingan pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa untuk terciptanya kemakmuran dan kesejahteraan di desa itu sendiri. Sebab jabatan kepala desa merupakan amanah rakyat desa, yang sebagian besar masih miskin dan kondisi desa yang terbelakang. (bdh)

No comments:

Post a Comment

×
Berita Terbaru Update