Eko Paiso di antara blok-blok kolam ikannya. |
Dialah Eko Paiso. Beberapa Kepala Desa (Kades) yang ditemui Suara Desa mengenal dia, bahkan tahu lokasi tempat tinggalnya. Ketika Suara Desa bertanya kepada seorang perempuan muda di tepian traffic light jalan raya, dia langsung merespons dengan nada bangga.
“Oooh, pak Eko Paiso, Lurah Wonokarang? Sampean nyebrang saja, terus menyusuri jalan di tepian sungai itu. Kira-kira 500 meter ada rumah paling besar di situ. Itu rumah beliau,” terangnya.
Benar saja. Di teras rumah itu duduk seorang pria. Rupanya dia sengaja menunggu kedatangan Suara Desa. Meski usianya sudah senja, namun posturnya yang tinggi besar membuat dia tampak masih berwibawa. Senyum dan sapaan ramahnya menambah kesan kesahajaannya. Lebih-lebih saat ia bercerita tentang keluarga dan karirnya.
Pria yang bulan depan berusia tepat 70 tahun itu seperti menuangkan rasa syukur atas apa yang diperolehnya selama ini. “Rumah ini saya anggap sebagai villa, sedangkan rumah pribadi masih tetap yang di samping itu,” ujar Eko, membedakan dua rumahnya yang bersebelahan itu.
Villa Ladeadbida. Begitu ia memberi nama villa yang mulai ditempati tepat pada hari raya Idul Adha tahun lalu dengan dihadiri ratusan undangan. “Ya, kita adakan acara syukuran sekalian melaksanakan ibadah Qurban dengan menyembelih sapi,” ungkapnya.
Tentang nama villanya yang unik, itu singkatan dari nama lima cucunya (LAtifah, DEas, ADifa, BIafan, dan DAvin). Eko memang sosok yang perhatian pada keluarga. “Kalau anak-cucu dan sanak-keluarga yang lain berkunjung, ya villa ini tempat untuk kumpul-kumpul,” jelas Eko yang hafal hari ulang tahun dua anaknya, Didik Eko Susanto (13 Juni 1967) yang memberi 2 cucu, dan Endah Dwi Susanti (9 Maret 1974) yang memberi 3 cucu.
Kata Eko, selalu ada momen untuk merayakan ulang tahun anggota keluarga, minimal saling menelepon untuk mengucapkan selamat ulang tahun. “Biasanya yang benar-benar dirayakan ya ulang tahunnya cucu-cucu,” kata Eko yang membudayakan pada keluarganya untuk salim dan cium pipi setiap kali bertemu atau pamitan di mana pun berada.
Tentang kiat menjaga kesehatan dan kebugarannya, Eko mengaku suka berolahraga. Sewaktu muda, ia suka tenis dan voli. “Sekarang ya memberi makan ikan-ikan itu yang saya anggap sebagai olahraga, karena cukup menyita tenaga,” ujar Eko saat mengajak Suara Desa mengelilingi kolam ikan di belakang villanya. Ada ikan gurami, patin, lele, gabus, bahkan ikan hias.
“Dulu saya pernah beternak sapi, tapi gagal. Terus ganti burung puyuh, gagal pula. Sekarang ikan. Hasilnya lumayan. Ada pembeli yang datang setiap kali panen,” ujar Eko, yang menganggap usaha perikanannya itu hanya sebagai hobi. Profesi utamanya tetap sebagai Kepala Desa Wonokarang setelah pensiun dari kepolisian dengan pangkat terakhir kapten.
“Saya mulai dinas di Polri pada 1 April 1963 dan pensiun pada 31 Maret 1997. Atas permintaan sendiri, saya tak menggunakan hak untuk menjalani MPP (masa persiapan pensiun),” ungkapnya.
Untuk mengisi waktu menjelang dan setelah pensiun, Eko bekerja di perusahaan swasta. Pada Januari 1999, dia ikut Pilkades sebagai calon tunggal. “Sebelum saya mendaftar, sebenarnya sudah ada tiga calon. Muda-muda, usianya sekitar 34-35 tahunan. Setelah tahu saya ikut mendaftar, entah mengapa ketiganya mengundurkan diri. Waktu itu peraturannya masih membolehkan calon tunggal . Akhirnya saya harus bersaing dengan bumbung kosong,” kenang Eko yang saat itu sudah berusia 57 tahun.
Setelah masa bakti selama 8 tahun berakhir, Eko mencalonkan lagi pada Pilkades 2007. “Mestinya saya tidak boleh ikut lagi karena sudah berusia 65 tahun. Sedangkan Perda-nya membatasi usia peserta Pilkades adalah 25-60 tahun,” kenang Eko.
Ia kemudian berjuang agar peraturan itu berubah dengan mengikuti unjuk rasa besama Parade Nusantara ke Jakarta. “Alhamdulillah gol. Peraturan batasan usia itu pun berubah menjadi 25 tahun sampai titik-titik (dikosongi alias tanpa batas usia),” lanjutnya.
Eko pun maju ke Pilkades Wonokarang 2007. Kali ini ia menang melawan seorang calon lain, yang kebetulan wanita. Karena masa bakti Kades sudah berubah dari 8 tahun menjadi 6 tahun, masa bakti Eko pun akan berakhir pada 2013. Masa baktinya berkemungkinan bertambah 2 tahun lagi apabila tuntutan AKD Jatim dan Parade Nusantara dikabulkan pemerintah pusat, khususnya pada poin agar masa bakti Kades dikembalikan menjadi 8 tahun. (Lukman Dimyati)
Profil
Nama: H. Eko Paiso
TTL: Sidoarjo, 12 Februari 1942
Alamat: Desa Wonokarang, Kecamatan Balonbendo, Kabupaten Sidoarjo
Karir:
Kapolsek Balongbendo (1986-1988)
Kapolsek Porong (1988-1990)
Kanit Provost Polwil Surabaya (1990-1991)
Kapolsek Waru (1991-1993)
Kanit Reserse Ekonomi (1993-pensiun)
Kepala Desa Wonokarang (1999-2007 dan 2007-sekarang)
Menikah: 17 Agustus 1965
Istri: Hj. Sri Supiah
TTL Istri: 27 Februari 1947
Anak:
Didik Eko Susanto (13 Juni 1967) – anggota Polri
Endah Dwi Susanti (9 Maret 1974) – pengusaha rokok
Ass.Saya dari Kendal boleh ya kapan2 mau berkunjung ke Villa Bapak tuk kenal lebih dekat dengan Bapak Kades...?wass.
ReplyDelete