Kondisi SDN Balearjo. |
MALANG- Dinas Pendidikan (Dispendik) Kabupaten Malang mendeadline hingga pertengahan bulan Februari 2012 pada para rekanan untuk menuntaskan semua pekerjaan rehabilitasi gedung Sekolah Dasar Negeri (SDN) yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK). Sayangnya, para rekanan menyatakan tidak mampu.
Hal itu seperti diungkapkan Rianto, pelaksana pekerjaan dari CV. Dayu Hutama yang menggarap SDN Pagelaran I dan II. Karena kondisi pekerjaan yang ada di 2 SDN tersebut posisinya masih 60%, mereka masih baru menaikkan genteng dan baru menggarap pemasangan keramik. "Kemungkinan kalau lancar saya perkirakan hingga akhir bulan Februari baru bisa selesai," terang Rianto, Selasa (7/2) kemarin saat ditemui di lokasi.
Demikian juga yang diutarakan Boimin, pelaksana pekerjaan dari CV. Dayu Hutama yang mengerjakan SDN Sidorejo 04 kecamatan Pagelaran. Dia mengatakan kalau sisa pekerjaan yang ada saat ini diperkirakan hingga akhir bulan, meski dalam bekerja mereka harus lembur hingga jam 18.00 WIB. Namun tidak akan bisa selesai pada pertengah bulan ini seperti yang diminta oleh Dispendik.
"Justru kami memperkirakan sekitar awal bulan Maret hingga pertengahan bulan Maret baru bisa selesai. Itu pun kalau material yang dibutuhkan tersedia," kata Boimin.
Jika melihat kondisi pekerjaan rehabilitasi gedung SDN yang ada di kecamatan Pagelaran dipastikan tidak akan bisa selesai sesuai target Dispendik. Pasalnya, setiap SDN yang ada di sana kondisi pekerjaan berbeda namun masih di bawah 70%. Bahkan, untuk SDN Balearjo masih baru menaikan galfalum.
Sementara untuk yang lainnya masih pada tataran memasang keramik yang ada dalam ruang kelas. Padahal, keramik di teras belum dipasang. Hal itu berdasarkan hasil Sidak yang dilakukan Reni Purwaningtyas, salah satu anggota Komisi D DPRD Kabupaten Malang, Selasa (7/2) kemarin di kecamatan Pagelaran.
"Kalau Dispendik menargetkan hingga pertengahan bulan ini rampung tidak akan bisa terlaksana, karena kondisinya hingga sekarang rata-rata masih 60%," kata Reni.
Belum lagi, mutu bangunan sangat tidak diperhatikan. Reni melihat, pekerjaan yang dilakukan rekanan asal-asalan. Mulai dari tembok yang tanpa menggunakan slop. Kalau pun ada, hanya menggunakan besi ukuran 8 dim. "Tetapi yang terbanyak tidak menggunakan slop dan ring, hal itu sangat membayakan bangunan itu sindiri," urainya.
Komisi D mengaku sangat prihatin dengan hasil pengerjaan yang dilakukan rekanan penggarap DAK. Karena anggaran yang begitu besar tidak sebanding dengan hasilnya. Komisi D pun memertanyakan apakah yang nakal rekanannya atau Dispendik yang terlalu banyak memotong anggaran yang dialokasikan. Untuk setiap lokal kelas yang digarap menyedot anggaran tidak kurang dari Rp 72 juta. "Namun hasilnya masih jauh dari bestek yang ada," ungkapnya.
Bahkan yang sangat disesalkan, seringkali Dispendik kerap menyalahkan rekanan. Sehingga rekanan selalu menjadi kambing hitam. Padahal kalau diamati semua itu kesalahan Dispendik selaku pengguna anggaran, tetapi selalu dilimpahkan pada rekanan. Kalau pengawasan yang dilakukan oleh Dispendik ketat, kemungkinan besar hasilnya tidak akan sejelek sekarang ini.
Pada bagian lain, penuntasan proyek DAK yang berlarut-larut itu diduga karena anggarannya bocor. Bahkan, dugaan kebocoran DAK Pendidikan di Kabupaten Malang ini mencapai 50% lebih.
"Kondisi di lapangan pengerjaan proyek yang didanai oleh DAK Pendidikan sangat buruk sekali. Ini berdasarkan pengamatan kita, sangat tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, seperti bestek. Kita simpulkan, terjadi tingkat kebocoran hingga mencapai 50% lebih dari total dana DAK," ujar Sekretaris Komisi D DPRD Kabupaten Malang, Unggul Nugroho.
Dana DAK sendiri gabungan dua tahun anggaran 2010 dan 2011 mencapai Rp 123 miliar. Anggaran ini ditambah lagi dana sharing 10% berasal dari APBD Kabupaten Malang. Sehingga, total dana di lapangan untuk berbagai proyek mulai rehab ruang kelas, pengadaan komputer, serta pengadaan buku dan alat pembelajaran mencapai Rp 123 miliar ditambah 10% dari dana tersebut.
Bila ditotal, kuat dugaan dana yang bocor atau menguap bisa mencapai Rp 70 miliar lebih. Dugaan Komisi D DPRD Kabupaten Malang itu berdasarkan kondisi hasil pengadaan di lapangan yang dilihat dan ditinjau ke berbagai sekolah penerima di 33 kecamatan di Kabupaten Malang.
Unggul menyontohkan, pihaknya menemukan biaya rehab ruang kelas dianggarkan Rp 55 juta. Padahal bila dilihat fisik hasil pengerjaan rekanan paling banter menghabiskan biaya hanya Rp 25 juta saja. Untuk pengadaan buku dianggarkan Rp 45.500.000 per paket, bila dilihat faktanya paling banter hanya menghabiskan Rp 10 juta saja.
Tidak berhenti di situ saja, untuk pengadaan komputer dan beberapa alat pembelajaran dianggarkan Rp 31 juta. "Tapi misal untuk pengadaan CD pembelajaran, tertulis biayanya mencapai Rp 15 juta per 7 keping CD pembelajaran, kita lihat dan cek harga sesungguhnya di internet hanya Rp 70.000 saja per keping CD. Antara anggaran tertulis dengan yang sesungguhnya sangat jauh. Ini sangat buruk," ungkap politisi Partai Gerindra ini.
Pihaknya berharap, pihak aparat penegak hukum melakukan penyelidikan terkait persoalan ini. Pasalnya, dugaan tingkat kebocoran dana untuk membangun dunia pendidikan tersebut sangat tinggi. Sehingga, bila kebocoran sangat tinggi maka percuma bidang pendidikan mendapatkan dana sangat besar dari APBN. (duta/mai)
No comments:
Post a Comment