Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Lagi, ‘Kampung Gila’ Ponorogo Terkuak

Wednesday, March 14, 2012 | 00:50 WIB Last Updated 2012-03-13T17:50:21Z
Warga dipasung

PONOROGO – ‘Komunitas orang gila’ di Kabupaten Ponorogo rupanya tak hanya ada di Desa Paringan, Kecamatan Jenangan. Di Desa Jenangan, Kecamatan Sampung, pun orang-orang yang mengalami gangguan ingatan itu juga ada. Jumlahnya mencapai belasan.
Desa Jenangan terletak di lereng gunung Mega Santri yang tergolong daerah minus. Seperti halnya di Paringan, orang-orang gila di desa ini juga harus hidup dalam pasungan selama bertahun-tahun.
Kini mereka menunggu uluran tangan dari pemerintah. Kepala Desa Jenangan, Rupini Nurcahyani, menyebutkan, ada 17 warga desanxa yang mengidap gangguan jiwa. Usia mereka rata- rata 35 tahun ke atas.
Warga yang bernasib kurang baik itu tersebar di tiga dusun, yakni Ngambong (6 warga), Jenangan (3 warga), dan Gangin (8 warga). “Yang mengalami gangguan jiwa ada 17 orang. Jumlah penduduk kami di Desa Jenangan ini sebanyak 2484 jiwa,” kata Rupini Nurcahyani, Selasa (13/3).
Perempuan yang telah menjabat kepala desa selama lima tahun itu menyebutkan, penyebab utama warga yang menderita gangguan jiwa adalah faktor ekonomi. Faktor keturunan juga menjadi sebab.
Namun ada juga beberapa warga yang mengalami gangguan jiwa setelah pulang bekerja dari luar pulau. “Misalnya bekerja di kota Medan dan Kalimantan. Jiwa mereka terganggu setelah pulang,” terangnya.
Ibu dua anak itu menjelaskan, 17 warganya yang mengalami gangguan jiwa hanya mendapatkan perawatan dari keluarga di rumah masing-masing. Upaya pengobatan, lanjutnya, sebenarnya juga telah dilakukan, namun masih belum menunjukkan hasil.
Yang lebih memprihatinkan, Panut, salah satu warga gangguan jiwa harus hidup dalam pasungan selama lebih dari 7 tahun. “Karena sering mengamuk. Membakar meja dan kursi serta memecahkan piring dan gelas,” katanya.
Rinem, salah satu saudara Panut, mengungkapkan, Panut terpaksa dipasung di belakang rumah karena sering mengamuk. Keganjilan itu dialami Panut setelah pulang bekerja di Medan. “Dia tidak berhasil, pulang tanpa hasil,” ungkap Rinem.
Pihak keluarga sejatinya sudah beberapa kali melakukan upaya pengobatan ke mana-mana dan telah menghabiskan biaya cukup besar. Saat ini, menurut Rinem, pihak keluarga sudah tidak punya biaya lagi untuk pengobatan. Pihaknya hanya bisa pasrah dan berharap agar ada bantuan untuk mengobatkan penyakit saudaranya itu. (dm/mar)

No comments:

Post a Comment

×
Berita Terbaru Update