JAKARTA - Kritik bermunculan kepada 13 anggota Pansus RUU Desa yang bertolak ke
Brasil untuk melakukan studi banding. Sebaiknya studi banding tersebut
dilakukan di negeri sendiri daripada keluar negeri yang menghabiskan
anggaran besar.
"Lebih baik belajar dan merakyat di negeri sendiri. Karena karakteristik desa di sana dengan di Indonesia juga jauh berbeda," ujar peneliti korupsi politik Indonesian Corruption Watch (ICW) Apung Widadi Minggu (26/8/2012).
Menurut Apung kebiasaan buruk DPR, studi banding hanya menghambur-hamburkan uang negara. Studi tanpa hasil, tanpa substansi yang bisa diaplikasikan dalam regulasi.
"Nah untuk studi ke Brasil ini kecenderungannya sama, bisa berpotensi memboroskan uang negara jika setelah studi hasilnya tidak dipaparkan ke publik dan apa keuntungan materi yang bisa diadopsi dalam regulasi kita," jelasnya.
Apung mengatakan teknis studi banding juga biasanya rawan manipulasi atau korupsi kecil-kecilan dalam biaya perjalanan, hotel, dan akomodasi lainnya. Ini juga harus dipertanggungjawabkan ke publik tiga hari setelah studi banding selesai.
"Jadi selain transparansi dalam hal substansi dari sisi anggaran juga harus dipertanggungjawabkan. Jangan-jangan ada korupsi biaya perjalanan studi banding," ungkapnya.
Pengalaman ICW, lanjut Apung, dalam kajian evaluasi studi banding DPR, dalam kasus studi banding Badan Kehormatan studi etik ke Yunani justru menunjukkan bahwa tidak ada hasil studi banding dari Yunani yang diaplikasi dalam regulasi kode etik dan tatib BK DPR. Padahal sebelumnya Yunani bisa dikatakan sumber dari ilmu etika.
"Jangan sampai niat baik untuk menata desa Nusantara ternoda oleh studi banding yang sia-sia dan hanya pemborosan negara. Apalagi kalau hasilnya hanya foto-foto narsis para politikus dan cara alokasi dana bagi-bagi ke desa saja, bukan langkah strategis pemberdayaannya," tuturnya.
"Atau biar lebih murah, cukup mengundang kepala desa atau tokoh di sana untuk memberikan workshop atau dengar pendapat di DPR," usul Apung.
Jika tidak ada halangan, 13 anggota Pansus RUU Desa bertolak ke Brasil hari ini pukul 10.00 WIB. Rombongan akan dipimpin oleh anggota Komisi II DPR dari PDIP, Budiman Sudjatmiko.
Berikut 13 Anggota Pansus RUU Desa yang bertolak ke Brasil:
1. Budiman Sudjatmiko (Fraksi PDI Perjuangan)
2. Abdul Gaffar Patappe (FPD)
3. Subakyo (FPD)
4. Eddy Sadeli (FPD)
5. Nanang Samodra (FPD)
6. Nurul Arifin (FPG)
7. Taufik Hidayat (FPG)
8. Arif Wibowo (Fraksi PDI Perjuangan)
9. Yan Herizal (FPKS)
10. Totok Daryanto (FPAN),
11. Thalib (PPP)
12. Bachruddin Nasori (FPKB) dan
13. Miryam S Haryati (Hanura)
13 anggota Pansus RUU Desa DPR akan mengunjungi Brasil selama sepekan. Anggaran yang dikeluarkan cukup besar, sekitar Rp 1,6 miliar.
" Jadi, prakiraan anggaran untuk mengunjungi Brasil selama 7 hari sebesar Rp. 1,6 miliar (Rp 1.629.063.000) untuk sebanyak 13 orang anggota Dewan, dan 3 orang staf. Di mana asumsi anggota Dewan memperoleh tempat duduk pada bangku eksekutif, dan para staf cukup duduk pada bangku ekonomi saja," kata Koordinator Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran, Uchok Sky Khadafi.
(detik.com)
Ilustrasi: Media Indonesia
"Lebih baik belajar dan merakyat di negeri sendiri. Karena karakteristik desa di sana dengan di Indonesia juga jauh berbeda," ujar peneliti korupsi politik Indonesian Corruption Watch (ICW) Apung Widadi Minggu (26/8/2012).
Menurut Apung kebiasaan buruk DPR, studi banding hanya menghambur-hamburkan uang negara. Studi tanpa hasil, tanpa substansi yang bisa diaplikasikan dalam regulasi.
"Nah untuk studi ke Brasil ini kecenderungannya sama, bisa berpotensi memboroskan uang negara jika setelah studi hasilnya tidak dipaparkan ke publik dan apa keuntungan materi yang bisa diadopsi dalam regulasi kita," jelasnya.
Apung mengatakan teknis studi banding juga biasanya rawan manipulasi atau korupsi kecil-kecilan dalam biaya perjalanan, hotel, dan akomodasi lainnya. Ini juga harus dipertanggungjawabkan ke publik tiga hari setelah studi banding selesai.
"Jadi selain transparansi dalam hal substansi dari sisi anggaran juga harus dipertanggungjawabkan. Jangan-jangan ada korupsi biaya perjalanan studi banding," ungkapnya.
Pengalaman ICW, lanjut Apung, dalam kajian evaluasi studi banding DPR, dalam kasus studi banding Badan Kehormatan studi etik ke Yunani justru menunjukkan bahwa tidak ada hasil studi banding dari Yunani yang diaplikasi dalam regulasi kode etik dan tatib BK DPR. Padahal sebelumnya Yunani bisa dikatakan sumber dari ilmu etika.
"Jangan sampai niat baik untuk menata desa Nusantara ternoda oleh studi banding yang sia-sia dan hanya pemborosan negara. Apalagi kalau hasilnya hanya foto-foto narsis para politikus dan cara alokasi dana bagi-bagi ke desa saja, bukan langkah strategis pemberdayaannya," tuturnya.
"Atau biar lebih murah, cukup mengundang kepala desa atau tokoh di sana untuk memberikan workshop atau dengar pendapat di DPR," usul Apung.
Jika tidak ada halangan, 13 anggota Pansus RUU Desa bertolak ke Brasil hari ini pukul 10.00 WIB. Rombongan akan dipimpin oleh anggota Komisi II DPR dari PDIP, Budiman Sudjatmiko.
Berikut 13 Anggota Pansus RUU Desa yang bertolak ke Brasil:
1. Budiman Sudjatmiko (Fraksi PDI Perjuangan)
2. Abdul Gaffar Patappe (FPD)
3. Subakyo (FPD)
4. Eddy Sadeli (FPD)
5. Nanang Samodra (FPD)
6. Nurul Arifin (FPG)
7. Taufik Hidayat (FPG)
8. Arif Wibowo (Fraksi PDI Perjuangan)
9. Yan Herizal (FPKS)
10. Totok Daryanto (FPAN),
11. Thalib (PPP)
12. Bachruddin Nasori (FPKB) dan
13. Miryam S Haryati (Hanura)
13 anggota Pansus RUU Desa DPR akan mengunjungi Brasil selama sepekan. Anggaran yang dikeluarkan cukup besar, sekitar Rp 1,6 miliar.
" Jadi, prakiraan anggaran untuk mengunjungi Brasil selama 7 hari sebesar Rp. 1,6 miliar (Rp 1.629.063.000) untuk sebanyak 13 orang anggota Dewan, dan 3 orang staf. Di mana asumsi anggota Dewan memperoleh tempat duduk pada bangku eksekutif, dan para staf cukup duduk pada bangku ekonomi saja," kata Koordinator Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran, Uchok Sky Khadafi.
(detik.com)
Ilustrasi: Media Indonesia
No comments:
Post a Comment