BATU– Kisruh pemilihan kepala daerah (pilkada) Kota Batu menunjukkan jika bukan sekedar pertarungan biasa. Tapi menguatkan asumsi adanya orang kuat atau investor politik di belakang peserta pilkada Kota Batu. Pernyataan itu disampaikan Dekan FISIP UMM, Wahyudi.
Menurutnya, proses administrasi, pembuatan keputusan, tidak bersandar pada hukum. “Keputusannya seperti ping pong, tergantung arah angin, kuat mana investornya,” kata Wahyudi, Senin (24/9).
Keterlibatan investor selaku pemodal para peserta pilkada ini terlihat dari carut marutnya pelaksanaan pilkada. Banyak keputusan diambil yang menuai kontroversi dari pasangan calon. Meski demikian, Wahyudi yakin pelaksanaan pilkada Batu tetap berjalan lancar. Terkait ancaman boikot pilkada dari tiga pasangan calon lainnya, diprediksi hanya gertak sambal terhadap Komisi pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kota Batu yang meloloskan Eddy Rumpoko.
Tiga pasangan calon yakni Abdul Majid–Kustomo (nomor urut 1), Suhadi-Suyitno (nomor urut 2), Gunawan Wirutomo-Sundjojo (nomor urut 3) memberikan shock terapi kepada KPUD atas putusan mereka yang meloloskan pasangan Eddy Rumpoko–Punjul Santoso. "Ancaman mundur dari pilkada Batu menurut saya hanya gertakan saja,” urai Wahyudi.
Menurutnya, ketiga pasangan calon itu hanya menekan KPUD saja. Apalagi mereka sebelumnya sangat optimis menang dalam pilkada setelah dicoretnya Eddy Rumpoko. Namun, menangnya gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Surabaya dan diloloskannya Eddy Rumpoko dalam pilkada 2 Oktober itu membuat pasangan lainnya keder dan membuat banyak manuver politik, seperti mengancam mundur dari pilkada jika KPUD tidak menggunakan hak banding.
“Saya melihat Eddy Rumpoko itu kan seperti presiden Susilo Bambang Yudhoyono, sepertinya kalau muncul pasti menang. Karena itu pasangan lain jadi keder dan menekan KPUD agar menggunakan hak bandingnya,” papar Wahyudi.
Menurutnya, seharusnya pasangan lain tetap yakin meski Eddy Rumpoko menang di PTUN, tapi belum tentu menang dalam pilkada. Jika tiga pasangan tersebut mundur, sambung Wahyudi, maka akan memberikan preseden buruk bagi demokrasi dan politik di Kota Batu. “Tidak ada koridor hukum bagi tiga calon itu untuk mundur, kalau pun demikian itu juga jelek di mata konstituen mereka sendiri,” pungkas Wahyudi.* jun
Menurutnya, proses administrasi, pembuatan keputusan, tidak bersandar pada hukum. “Keputusannya seperti ping pong, tergantung arah angin, kuat mana investornya,” kata Wahyudi, Senin (24/9).
Keterlibatan investor selaku pemodal para peserta pilkada ini terlihat dari carut marutnya pelaksanaan pilkada. Banyak keputusan diambil yang menuai kontroversi dari pasangan calon. Meski demikian, Wahyudi yakin pelaksanaan pilkada Batu tetap berjalan lancar. Terkait ancaman boikot pilkada dari tiga pasangan calon lainnya, diprediksi hanya gertak sambal terhadap Komisi pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kota Batu yang meloloskan Eddy Rumpoko.
Tiga pasangan calon yakni Abdul Majid–Kustomo (nomor urut 1), Suhadi-Suyitno (nomor urut 2), Gunawan Wirutomo-Sundjojo (nomor urut 3) memberikan shock terapi kepada KPUD atas putusan mereka yang meloloskan pasangan Eddy Rumpoko–Punjul Santoso. "Ancaman mundur dari pilkada Batu menurut saya hanya gertakan saja,” urai Wahyudi.
Menurutnya, ketiga pasangan calon itu hanya menekan KPUD saja. Apalagi mereka sebelumnya sangat optimis menang dalam pilkada setelah dicoretnya Eddy Rumpoko. Namun, menangnya gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Surabaya dan diloloskannya Eddy Rumpoko dalam pilkada 2 Oktober itu membuat pasangan lainnya keder dan membuat banyak manuver politik, seperti mengancam mundur dari pilkada jika KPUD tidak menggunakan hak banding.
“Saya melihat Eddy Rumpoko itu kan seperti presiden Susilo Bambang Yudhoyono, sepertinya kalau muncul pasti menang. Karena itu pasangan lain jadi keder dan menekan KPUD agar menggunakan hak bandingnya,” papar Wahyudi.
Menurutnya, seharusnya pasangan lain tetap yakin meski Eddy Rumpoko menang di PTUN, tapi belum tentu menang dalam pilkada. Jika tiga pasangan tersebut mundur, sambung Wahyudi, maka akan memberikan preseden buruk bagi demokrasi dan politik di Kota Batu. “Tidak ada koridor hukum bagi tiga calon itu untuk mundur, kalau pun demikian itu juga jelek di mata konstituen mereka sendiri,” pungkas Wahyudi.* jun
No comments:
Post a Comment