KEJAMNYA dunia
politik hari-hari ini sungguh dirasakan oleh Khofifah Indar Parawansa.
Sebagai putri terbaik Nahdlatul Ulama (NU)—ormas Islam
terbesar di Jawa Timur (Jatim)—, Ketua Umum PP Muslimat NU ini hanya ingin mengemban
amanah dari para ulama, kiai, dan
masyayyik, bahwa sudah saatnya NU memimpin Jatim dengan menjadikan kadernya
sebagai gubernur.
Harapan ini
seharusnya sudah menjadi kenyataan lima tahun silam saat pasangan cagub-cawagub
Khofifah – Mudjiono (Kadji) nyaris menumbangkan duet Karwo – Gus Ipul (Karsa).
Kesaktian Khofifah jelas-jelas sudah teruji di Pilgub 2008 lalu sehingga
Srikandi NU ini pun sangat yakin saat memutuskan untuk running lagi mengemban
tugas dari ulama memenangkan Pilgub 2013. Dia haqul yakin para ulama NU
mendukung penuh.
Namun
kenyataan di lapangan justru jauh panggang dari api. Khofifah, satu-satunya
yang berani mewujudkan cita-cita ulama dan warga NU merebut kursi gubernur
Jatim, malah “disio-sio”. Khofifah diperlakukan seperti “anak tiri” oleh
sebagian ulama garis politik, antara lain dengan memunculkan lagi wacana fatwa
haram pemimpin perempuan (baca pula laporan “Tarik Ulur Fatwa Pemimpin
Perempuan, Red.). Sejumlah ulama sibuk bermanuver hingga akhirnya “menclok” ke
Karsa II dengan dalih sudah terbukti sukses memimpin Jatim. Lalu benarkah klaim
ulama garis politik NU ini? Biar fakta lapangan yang bicara. (Baca juga laporan
“APBD Belum Pro Rakyat!”)
Para ulama
garis politik mungkin lupa cita-cita ulama sepuh yang meminta agar Jatim
dipimpin kader NU. Tapi bukankah mereka mendukung Saifullah Yusuf juga? Ah, Gus
Ipul kan hanya wakil. Sampai sekarang Gus Ipul terkesan masih “pejah gesang
nderek Karwo” alias merasa cukup puas hanya menjadi wakil gubernur. Sempat
bermanuver sedikit, tapi toh Gus Ipul akhirnya balik kucing juga ke Karwo. Dia
dianggap tidak setegar Khofifah yang istiqomah ingin mengemban amanah merebut
kursi gubernur Jatim.
Meski sudah
“memegang” Gus Ipul, Karwo ternyata masih ketakutan “titah” ulama sepuh itu beberapa
bulan ke depan akan benar-benar menjadi kenyataan. Karwo masih gundah gulana
kursinya akan direbut Srikandi NU.
Maka, “politik
kunci di pintu muka” pun dijalankan. Karwo berusaha mati-matian agar Khofifah
tak bisa maju sebagai bakal calon gubernur. Rasa takut membuat mantan Sekda
Jatim ini menafikan alam demokrasi yang mengedepankan persaingan secara fair
dan elegan.
Karwo sesumbar
mengunci “pintu muka” pilgub dengan menggaet semua parpol parlemen dan
non-parlemen agar Khofifah tak bisa masuk untuk ikut bertanding. Bayangkan
saja, hanya untuk masuk ikut berlomba saja “tidak boleh”. Pada loket seolah
sudah dipampang papan pengumuman “Tiket Sold Out!”
Rasa takut itu
pula yang membuat Karwo, yang merasa sebagai bos parpol penguasa sekaligus penguasa
Jatim, terkesan juwana. Dia sebelumnya malah sering mewacanakan pilgub secara
aklamasi melalui DPRD.
“Karwo itu
suka menciptakan gondoruwo politik bagi dirinya sendiri. Khofifah kan punya hak
maju sebagai calon gubernur, mengapa harus dihadang sana sini?” kata seorang
kader PKB, partai yang mengusung Khofifah, kepada Pro-Desa.
Langkah Karwo
mengunci “pintu muka” itu terlihat dari betapa sulitnya Khofifah mendekati parpol pengusung.
Sejumlah parpol yang dulu membelanya, kini berbalik arah mendukung Karsa jilid
II. Masih segar dalam ingatan publik Jawa Timur, lima tahun lalu, tepatnya di
Pilgub Jatim 2008, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang saat itu memiliki 8
kursi di DPRD bersama 12 Parpol non-kursi, tampak mantap mengusung Khofifah
Indar Parawansa yang berpasangan dengan Mudjiono (Kadji).
Bahkan, kegigihan mereka sukses
mengalahkan pasangan Soekarwo-Saifullah Yusuf (Karsa). Saat itu hasil pilgub versi
quick count LSI Denny JA, pasangan Kadji
unggul dengan 50,76%, Karsa 49,24%. Lalu LSI Syaiful Mujani, Kadji menang
dengan 50,44%, Karsa 49,56%. Begitu pula Puskaptis, Khofifah juga menang 50,83%,
dan Karsa 49,17. Padahal Karsa diusung koalisi parpol besar seperti Partai
Amanat Nasional (PAN) dan Partai Demokrat (PD), kemudian didukung Partai Golkar
(PG), Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Nah syair lagu
Iwan Fals bahwa “politik itu kejam” dirasakan oleh Khofifah di Pilgub 2013 sekarang
sebab situasi tahun 2008 itu berubah 180 derajat. PKB balik
arah menjadi Parpol terdepan mengusung Khofifah, sementara PPP dan parpol non kursi ramai-ramai meninggalkannya dan memilih berbaris di belakang Karsa jilid
II.
Tak hanya di
level DPW yang menyatakan dukungan, Ketua Umum DPP PPP Suryadharma Ali (SDA)
juga angkat bicara, “PPP sudah pasti memberikan suaranya ke Karsa. Kami sudah
sepakat dan tidak mungkin lagi memberikan suara ke pasangan lain," katanya
kepada wartawan saat dicegat usai mengunjungi Ketua Umum DPP Partai Kebangkitan
Nasional Ulama (PKNU) Choirul Anam, di Gedung Astra Nawa, Surabaya, Sabtu
(9/2) lalu. Bukan hanya PPP, PKNU pun
meski belum resmi juga menyatakan dukungannya ke Karsa II. Soal ini, Cak Anam
menyatakan, tradisi di PKNU, untuk pilgub urusan DPW, pilbup ranah DPC. “Saya
sebagai ketua umum tak bisa ikut campur,” katanya. Maksudnya, keputusan
dukungan PKNU ditentukan Dewan Syura dan ketua DPW PKNU.
Parpol gurem juga ramai-ramai merapat ke
Karsa. Lewat bendera Aliansi Parpol Non Parlemen (APNP), sebanyak 23 parpol, di
antaranya PKPB dan PPPI, mengaku sudah menyerahkan surat dukungan untuk Karsa
II ke KPU Jatim, Rabu (13/2) lalu. Ketua APNP Jatim, H Jailani,
mengatakan, hal itu dilakukan agar suara
ke-23 Parpol tersebut tidak “dicuri” pasangan calon lain. "Kami 23 Parpol mendukung pasangan Karsa. Kami
sudah melihat kepemimpinan keduanya. Selama empat tahun ini banyak kebijakan
yang menguntungkan rakyat, maka tidak ada alasan lain untuk menolak keduanya untuk
maju kembali," kata Ketua DPD Partai Barisan
Nasional (Barnas) Jatim itu.
Tapi banyak kalangan tahu di negeri ini
politik adalah uang, atau setidaknya politik adalah janji-janji peluang? Lalu
apa kompensasi untuk APNP? “Tak ada?” katanya. Benarkah? Wallahua’lam.
Sejak itu Pakde Karwo pun semakin pede
untuk memenangi lagi di Pilgub 29 Agustus 2013 mendatang sebab dia yakin akan
berhadapan dengan “bumbung kosong”. Artinya, Karwo – Gus Ipul maju sendirian.
Dan klaim Karwo bahwa hampir semua parpol
sudah dia pegang, bisa jadi benar adanya. Setidaknya itulah yang dirasakan
Khofifah yang sulit untuk mengajak parpol yang dulu sekawan dengannya untuk
menjadi sahabat pada pilgub Jatim tahun ini. Betapa tidak, dia sudah mendekati
Cak Anam—bahkan dia orang pertama yang didekati saat ada “krentek” maju
pilgub—agar mau mendukungnya sekaligus menggandeng PKNU, tapi ternyata benar
adanya, bahwa dia merasa “pintu muka” itu sudah ditutup oleh Karwo.
Oke, dia maklum Cak Anam tak bisa
intervensi ke DPW. Karena itu, Khofifah dengan ditemani Arif Djunaidi, Ketua
DPW PKNU Jatim, pun sowan ke KH Ubaidillah Faqih di Langitan-- sebagai pemegang
mandat untuk menentukan dukungan PKNU--, pada Rabu 26 Februari 2013 lalu. Gus
Ubed—panggilan ketua dewan syura DPW PKNU ini—kala itu menerima Khofifah dengan
baik, tapi itu sebagai kader NU. Sedang soal dukungan, tunggu dulu. Hingga kini
pun Khofifah hanya bisa menunggu. “Ini ada apa?” katanya, heran, dengan mata
berkaca-kaca, kepada Pro-Desa.
Belum mendapat kepastian dari PKNU,
Khofifah tak patah semangat. Masih terngiang di benaknya akan tugas dari ulama
agar kader NU benar-benar memimpin Jatim. Hal itu pula yang selalu menjadi
amunisinya untuk terus berjuang. Dan perjuangan itu semakin berat sebab
waktunya semakin mepet. Maklum, dengan hanya diusung PKB, Khofifah hanya punya modal
13 kursi alias butuh tambahan 2 kursi lagi sesuai yang dipersyaratkan KPU. Yang
jadi masalah, dari 11 Parpol lain yang memiliki kursi di DPRD Jatim, mayoritas
di level DPP maupun DPW/DPD sudah menyatakan dukungannya ke Karsa II yakni PD (22 kursi), Gerindra (8), PKS (7), PAN (7),
PKNU (5), PPP (4) dan Hanura (4). Sedang PDIP dengan 17 kursi bisa mengusung
calon sendiri-- meski ada juga kabar partai pimpinan Megawati ini hanya
menyiapkan calon wakil gubernur yang akan digandengkan dengan cagub Khofifah.
Lalu Golkar dengan 11 kursi belum
menentukan sikap, apakah mendukung
Karsa atau memilih Khofifah. Untuk mengusung calon sendiri tampaknya Golkar kesulitan. Sementara
dua Parpol lainnya, Partai Bintang Reformasi (PBR) dan Partai Damai Sejahtera
(PDS), masing-masing dengan 1 kursi, sinyalnya
memilih incumbent.
Pertolongan Langit
Namun gelapnya belantara politik bagi
Khofifah bisa terang bila rujukannya tetap pada Sang Maha Politikus: Gusti
Allah SWT. Kepada Pro-Desa, Khofifah mengaku, selama ini dirinya telah “salah”,
bahwa mengabdi—kepada siapa pun seperti ke organisasi atau kepada seseorang--
dengan harapan mendapat sesuatu dari hal itu.
Dia menjalin pertemanan dengan banyak
orang, lalu mengharapkan pertolongan dari si teman tersebut bila membutuhkan
seperti sekarang ini. Kadang harapan itu begitu besar sehingga bila ternyata,
baik si teman maupun organisasi itu, akhirnya tak mau memberi pertolongan
padanya, akhirnya dia pun kecewa.
“Ini kekeliruan saya. Padahal minta
pertolongan kan seharusnya kepada Allah. Dan alhamdulillah, sekarang jalan
semakin terang setelah saya meminta dengan sungguh-sungguh pertolongan Allah,”
kata calon gubernur Jatim yang juga menyiapkan “strategi langit” ini.
Meski demikian, dia sangat yakin, masih
banyak teman mendukungnya untuk maju dalam pilgub ini. Bahkan, saat ini banyak
berdatangan teman-teman baru yang mau membantunya tanpa pamrih. “Sekarang
sejumlah tokoh, ormas, organisasi profesi, dll, mensupport saya,” katanya.
Dengan jalan terang itu pula langkah
Khofifah semakin mantap menuju palagan menghadapi Karwo. Hal itu setelah
sejumlah parpol non-parlemen juga merapat ke Khofifah. Sabtu (2/3) lalu mereka
teken komitmen dukungan.
“Saya harus memastikan diri bisa maju di
Pilgub, sambil menunggu kepastian dari Golkar dan PDIP. Dan alhamdulillah,
sekarang sudah memenuhi persyaratan KPU, ya sudah 16,5 persen, dari syarat KPU
15 persen,” katanya.
Saat ini
Khofifah mendapat dukungan PKB dengan 1.996.129 suara sah hasil Pemilu 2009 (12,26%),
sehingga parpol yang kelahirannya dibidani Pengurus Besar Nahdlatul Ulama
(PBNU) itu tinggal butuh tambahan 2,74% untuk menggenapi syarat pencalonan 15%.
Di Jatim, terdapat
26 Parpol nonkursi hasil Pemilu 2009 dan Partai Perjuangan Indonesia Baru
(PPIB) menjadi satu-satunya Parpol yang tak memiliki suara (0%) dari 11 Dapil
yang ada. Anehnya, PPIB masuk APNP bersama 22 Parpol lain. Minus
PPIB yang tak memiliki suara, total dari 25 Parpol terkumpul 1.883.603 suara (11,57%).
Kini tinggal
tiga Parpol yang belum menyatakan dukungannya, yakni Partai Bulan Bintang (PBB)
yang memiliki 217.425 suara (1,34%), Partai Patriot dengan 161.605 suara (0,99%)
dan Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia (PPNUI) dengan 39.100 suara (0,24%). Bila Khofifah bisa menggandeng tiga parpol non-APNP sebenarnya belum mencukupi. Suara ketiga
Parpol tersebut jika dijumlahkan hasilnya hanya 2,57%,
ditambah suara PKB 12,26% baru 14,83%. Sementara yang dibutuhkan PKB yakni
2,74% atau kurang 0,17%. Nah, bila Khofifah memastikan suaranya
sudah mencapi 16,5 persen, berarti Srikandi NU ini dengan segala kecerdikannya,
bisa mengambil suara parpol yang sudah mengaku merapat ke Karsa II. Bahkan, ada
kabar PKNU juga menunggu injury time untuk benar-benar menentukan pilihan sebab
hal ini juga sangat menentukan masa depan ulama dan tokoh PKNU.
“Memang kami
sudah bertemu dengan Karsa untuk memberi dukungan, tapi bila hasil istikharah
Kiai Langitan memberi tanda ke Khofifah, lalu mau apa lagi...ya kita dukung
Khofifah,” kata seorang tokoh PKNU, memberi sinyal bahwa Gus Ubed—KH Ubaidillah
Faqih—masih melakukan istikharah untuk menentukan pilihan dalam Pilgub.
“Ingat, suara
Pak Karwo saat ini masih kalah dengan Khofifah yang didukung resmi PKB. Ini
kalo resmi-resmian lo ya. Pak Karwo malah belum dapat rekom resmi dari DPP
Demokrat, ini juga tanda-tanda dari langit. Kalau Demokrat saja belum, PKNU
apalagi. Dan bila PKNU dan PKB bersatu di Jatim, ya sing ada lawan (tak ada
yang bisa melawan, Red.),” katanya.
Dan bila itu
benar, lawan tanding Khofifah pun tak ada artinya apalagi parpol penguasa sudah
kalah di tiga pemilu besar di Indonesia. Pertama DKI Jakarta, disusul kalah di
Jawa Barat dan Sumatera Utara (lihat tabel Tanda-tanda dari Langit).
Dan ketika
tahu Khofifah mendapat tambahan suara/kursi, Pakde Karwo disebut-sebut lagi-lagi
cemas. Kepada wartawan yang mengkonfirmasi di sela-sela acara sarasehan di
Hotel Mercure Surabaya, Karwo tidak percaya bila Khofifah bisa mendapatkan
tiket dari parpol. “Parpol apa...parpol apa coba...?” katanya saat ditemui
wartawan di acara sarasehan “Menuju Jatim Lebih Baik, Tinjauan Hukum dan Ekonomi”
pada Kamis (7/3) lalu. Karwo tak percaya Khofifah bisa membuka “kunci pintu
muka” pilgub.
Karwo mungkin lupa bila dukungan parpol
itu baru lisan alias baru komitmen awal. Belum resmi. Sebanyak 23
parpol kecil anggota APNP yang
menyerahkan dukungan ke KPU pun sifatnya sebatas “titip
suara” karena pendaftaran baru dimulai 13-21
Mei mendatang.
"Dokumen tersebut akan saya simpan, nanti
akan saya sampaikan saat pendaftaran Bacagub ke KPU Jatim sesuai jadwal. Dengan
begitu surat dukungan tersebut dapat menambah Parpol pendukung dari salah satu
Bacagub yang akan maju nanti," papar Ketua KPU Jatim, Andry Dewanto. (Bagas Susanto)
----------
Khofifah Jadi Rebutan Parpol
Besar
Spanduk Khofifah-Said Abdullah Bertebaran
Fakta
itu terungkap dengan bermunculannya sejumlah
spanduk pasangan Khofifah Indar Parawansa-Said Abdullah (Kasih) maupun Khofifah
Indar Parawansa-Ridwan Hisjam (Kiprah). Spanduk ini bertebaran di beberapa titik di jantung
Kota Surabaya dan berbagai daerah lainnya.
Dari
pengamatan di lapangan, spanduk Kasih yang
didominasi warna merah maron berukuran 4x1 meter dan bertuliskan "Kasih
Ibu untuk Jawa Timur Lebih Baik" terlihat di jalan putar balik depan
Tanjungan Plaza menuju kantor Grahadi di Jalan Gubernur Soerjo. Di bawahnya
tertera identitas kelompok pemasang yakni LPAI (Lingkar Pejuang Anak Indonesia )
Jatim. Sedangkan spanduk Kiprah terpampang menempel di atas jembatan
penyeberangan depan bundaran Taman Pelangi di Jalan A Yani Surabaya.
Koordinator
LPAI Jatim, Ismet Rama mengaku telah memasang spanduk Kasih di beberapa titik
di wilayah Kota Surabaya, seperti di Jalan Gubernur Suryo dan Jalan Kertajaya. "Selain
Surabaya, kami juga memasangnya di Sidoarjo, Gresik dan beberapa wilayah Tapal
Kuda," ujarnya saat dikonfirmasi Selasa (12/3) kemarin.
Pertimbangan
dukungan pasangan Kasih, lanjut Ismet karena pasangan tersebut dinilai sangat
layak memimpin Jatim ke depan dan sanggup menjadikan Jatim menjadi lebih baik.
Selain itu, pasangan ini merupakan representasi kekuatan riil di Jatim, yakni
perpaduan antara kaum religius (hijau) dan nasionalis (merah). "Jatim
sangat layak dipimpin gubernur yang religius dan nasionalis. Pasangan Khofifah
dan Said inilah yang tepat," dalihnya.
Selain
itu, pada Pilgub 2008 silam, Khofifah kalah di Madura. Sehingga sangat tepat
kalau pada Pilgub 2013 mendatang mantan Menteri Pemberdayaan Perempuan itu menggandeng
Said Abdullah, salah satu tokoh terbaik Pulau Garam. "Saya yakin jika
pasangan Kasih maju bakal mampu mengalahkan pasangan incumbent," tegas Ismet.
Ismet
menambahkan, kapabilitas Khofifah sebagai Ketum PP Muslimat NU sudah sangat
mewakili kaum religius. Sementara Said yang saat ini menjabat anggota FPDIP DPR RI
dinilai mampu mewakili nasionalis. Kiprah Said di PDIP memang banyak berada di
belakang layar, meracik strategi pemenangan PDIP di beberapa Pilkada yang ada
di Jatim.
"Nama
Said sangat dihormati di Madura dan beberapa daerah di Jatim. Dia juga orang
yang paling sukses mengantar calon dari PDIP duduk di kursi bupati atau wali kota . Hal itulah yang
menjadi modal kuatnya," imbuhnya.
Terpisah,
Said ketika dikonfimasi menyatakan enggan berkomentar terlalu banyak, karena
hingga saat ini rekom dari DPP PDIP belum keluar. "Tapi sebagai kader
partai, saya siap ditempatkan dimanapun. Termasuk dicalonkan sebagai Cagub atau
Cawagub berpasangan dengan Khofifah atau dengan siapapun," bebernya.
Sementara
itu Ridwan Hisjam sendiri mengaku tidak mengetahui spanduk dukungan tersebut.
Namun pihaknya mengapresiasi karena itu bentuk kepercayaan sebagian kelompok
masyarakat di Jatim terhadap dirinya untuk mencalonkan gubernur atau wakil
gubernur. "Saya menyampaikan terima kasih atas dukungannya," dalih
mantan wakil ketua DPRD Jatim ini.
Hingga saat ini, Partai
Golkar tetap menunggu keputusan DPP terkait rekomendasi Pilgub Jatim. Meski DPD
PG Jatim sudah merekomendasi nama Soekarwo maju Pilgub Jatim melalui hasil
Rakorda, namun menurut Ridwan, surat
rekomendasi tersebut hanya sebatas usulan ke DPP PG. "Keputusan akhir
siapa yang direkom tergantung DPP. Karena keputusannya memang di pusat,"
beber Ridwan.
Ditanya
kapan surat
rekomendasi DPP PG akan diterbitkan? Kembali Ridwan menyatakan kalau kebiasaan
di internal partai itu maksimal dua hari sebelum pembukaan pendaftaran calon di
KPU. Hak itu juga berlaku di Pilgub Jabar, Jateng, Sulawesi
dan beberapa provinsi lain yang menyelenggarakan Pilgub.
"Sesuai
kebiasaan Partai Golkar akan mengeluarkan rekom calonnya dua hari sebelum
pelaksanaan pendaftaran calon ke KPU," pungkasnya.
PKB-NU Kuatkan Perahu
Khofifah
sendiri dalam beberapa kesempatan menegaskan keseriusannya untuk maju. Tak
hanya merakit sekoci-sekoci, Bunda Muslimat juga telah mendapatkan Surat Keputusan
(SK) rekomendasi dukungan dari DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), plus mengantongi
sekitar 7,5 persen lebih suara dari Parpol non kursi. Total sudah 16,48 persen
suara dikumpulkan.
“Saya
sudah mengantongi tambahan dukungan dari Parpol non parlemen yang jumlahnya
mencapai 7,5 persen lebih. Kalau ditambah suara PKB yang berjumlah sekitar
12,26 persen, sudah memenuhi persyaratan, apalagi minimal 15 persen suara sah.
Jadi kita menunggu saja yang penting mesin pendukung tetap bergerak dan lima hari lagi masih
update bertambah 5 persen,” katanya saat menghadiri Harlah Muslimat NU di
Ponorogo, Selasa (12/3).
Ditegaskan Khofifah, dirinya
sampai sekarang masih membangun komunikasi politik. Bahkan dirinya sudah mengantongi
SK DPP PKB No 12351/DPP-03/V/1/1/2013 tertanggal 11 Januari 2013 untuk
penetapan dirinya sebagai Cabub Jatim periode 2014-2019. “SK sudah turun dan
sudah ditandatangani Ketua Umum DPP PKB Muhaimin Iskandar dan Sekjen Imam
Nahrawi,” jelasnya.
Khofifah
juga mengatakan, komitmen PKB terhadap kepentingan agar rakyat Jatim mempunyai
gubenur NU sudah sangat kuat. “Dan ini sudah menjadi keputusan secara bulat di
PKB. Bahkan dukungan juga di berikan oleh mantan Ketua PBNU KH Hasyim Muzadi
dan KH Shalahudin Wahid terhadap saya untuk maju ke Pilgub Jatim,” tegasnya. * dumas
No comments:
Post a Comment