MEREKA BEREBUT KURSI WALIKOTA SURABAYA
- KH Zahrul Azhar Asad (jubir Khofifah saat Pilgub Jatim)
- Dwi Astuti (Wakil Sekretaris Muslimat NU Jatim/Relawan Khofifah-Emil)
- Ali Azzahra (relawan)
- Lia Istifhama (keponakan)
SURABAYA (DutaJatim.com) - Pemilihan kepala daerah akan kembali digelar serentak tahun 2020. Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri Bahtiar menyebut seluruh Indonesia 270 daerah punya gawe memilih pemimpinnya yang terbaik melalui pesta demokrasi.
Untuk Jawa Timur, kabupaten yang menggelar pilkada antara lain Ngawi, Jember, Lamongan, Ponorogo, Blitar, Situbondo, Kediri, Sumenep, Gresik, Malang, Mojokerto, Pacitan, Trenggalek, Sidoarjo, Tuban, dan Banyuwangi. Sedang untuk kota adalah Blitar, Surabaya, dan Pasuruan.
Para calon juga sudah bermunculan. Yang menarik di antara mereka ada calon kandidat yang dikenal sebagai orang dekat Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa. Misalnya untuk Pilwali Kota Surabaya. Nama-nama seperti KH Zahrul Azhar Asad (jubir Khofifah saat Pilgub Jatim), Dwi Astuti Wakil Sekretaris Muslimat NU Jatim yang juga Relawan pemenangan Khofifah-Emil, Ali Azzahra yang juga menjadi relawan. Ditambah Lia Istifhama yang tak lain adalah keponakan Khofifah.
Bahkan dua di antara mereka sudah mengikuti penjaringan di PDI Perjuangan yaitu Dwi Astuti dan Lia Istifhama. Nah, kemana arah dukungan Gubernur Khofifah Indar Parawansa di antara empat di lingkaran dekatnya itu? Apa ke keponakan, atau tim suksesnnya atau relawannya dulu?
Pengamat politik Universitas Trunojoyo Madura (UTM), Surochim Abdussalam, menganalisis, sinyal dukungan Gubernur Khofifah sulit ditebak.Sebab akan melihat perkembangan dulu, mana di antara mereka yang tingkat keterpilihan dan ketenarannya di masyarakat.
“Tentu ke kandidat yang elektabilitasnya paling tinggi dan punya peluang menang lebih besar. Saya rasa sulit juga membayangkan posisi beliau jika mendukung calon yang tidak berpeluang menang,”katanya, Rabu (18/9/2019)
Sampai sekarang, dalam pengamatannya, empat orang dekat Khofifah yang sudah menyatakan siap maju di Pilwali Surabaya 2020 itu, elektabilitasnya masih rata-rata. Belum ada yang melejit.
“Belum ada yang diusung parpol juga. Jadi elektabilitasnya belum signifikan. Siapa saja yang maju dan punya irisan dengan Bu Khofifah, menurut saya wajib mementaskan diri dan mengukur kepantasannya sehingga tidak membebani Beliau,” kata peneliti senior Surabaya Survey Center (SSC) ini.
Karenanya, orang-orang yang mengklaim dekat dengan Ketua Umum PP Muslimat NU ini, dalam waktu kurang 6 bulan ini elektabilitasnya sudah harus tembus minimal 15%. Mereka harus menggeber untuk mensosialisasikan namanya agar dikenal dan berpeluang dipilih oleh masyarakat.
Sebagai patron, Gubernur Khofifah memang menghadapi dilema dalam menentukan dukungannya. Sebab dikhawatirkan memicu resisten di antara sesama orang dekatnya itu.
“Karena itu, yang mau maju, menurut saya wajib memantaskan diri dan jika perlu realistis sehingga tidak terkesan memaksakan diri. Cara terbaik ya dengan mengukur diri melalui survey hingga tingkat popularitas, akseptabilitas dan elektabilitasnya bisa diukur. Sehingga benar-benar pantas maju dan berharap dukungan Bu Khofifah. Menurut saya itu cara yang paling elegan dan juga berfatsun,” katanya.
Seperti diketahui Pilkada Serentak akan diselenggarakan kembali pada tahun 2020 mendatang. Ada 270 daerah yang akan mengikuti Pilkada Serentak ini.
"Tahun 2020 Pilkada akan diikuti 270 daerah," kata Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri Bahtiar.
Pilkada serentak 2020 merupakan Pilkada serentak gelombang keempat yang dilakukan untuk kepala daerah hasil pemilihan Desember 2015. Bahtiar menjelaskan, ke-270 daerah itu rinciannya adalah 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota. Pilkada Serentak 2020 seharusnya diikuti 269 daerah, namun menjadi 270 karena Pilkada Kota Makassar diulang pelaksanaannya.(nas)
No comments:
Post a Comment