Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Australia Pun Takut Pasal Kontroversial RUU KUHP

Friday, September 20, 2019 | 11:08 WIB Last Updated 2019-09-20T04:08:56Z

JAKARTA (DutaJatim.com) -  DPR dan Pemerintah sudah "ter..laa..luuuu" bikin heboh dengan sejumlah RUU yang dibuatnya. Isunya tumpang tindih. 

Ada kesan, kontroversi satu belum selesai sudah sengaja dikubur dengan kontroversi yang lain, sehingga masyarakat tidak bisa lagi secara jernih dan mendalam memikirkan satu isu hingga tuntas, sebab sudah digelontor lagi dengan isu yang lain. Yang tak kalah pentingnya. Masyarakat pun pusing tujuh keliling dibuatnya. 

Belum selesai kontroversi RUU KPK yang kini sudah disahkan menjadi UU KPK, sudah muncul lagi kontroversi pada RUU KUHP. Sama-sama krusial sebab menyangkut hajat hidup mendasar masyarakat soal hukum dan keadilan, yang selama ini terkesan tebang pilih dan sejenisnya.

Pasal-pasal kontroversial di RUU KUHP yang juga akan disahkan itu digugat secara luas. Hampir sama dengan penolakan terhadap UU KPK. Bahkan kontroversinya berimbas lebih luas lagi. Hal itu setelah Pemerintah Australia mengingatkan warganya yang akan liburan ke Indonesia soal ancaman pidana di RUU tersebut.

Australia memperbarui travel advice (saran perjalanan) pada Jumat (20/9/2019) hari ini. Travel advice itu ditujukan kepada warga Australia yang hendak bepergian ke Indonesia.

"Kami telah memperbarui saran perjalanan kami dengan memasukkan informasi baru tentang kemungkinan perubahan terhadap KUHP Indonesia," demikian keterangan di situs smartraveller.gov.au seperti dikutip dari laman detik.com.

Pemerintah Australia menginformasikan bahwa perubahan RUU KUHP ini baru akan berlaku 2 tahun setelah disahkan. Meski ada pembaruan travel advice, Australia tidak mengubah tingkat travel advice- nya.

"Banyak aturan yang akan berubah dan ini berlaku juga pada penduduk asing dan pengunjung, termasuk wisatawan," kata pemerintah Australia.

Australia lalu menyebutkan beberapa aturan yang dirasa perlu diketahui warganya. Apa saja?

1. Perzinaan atau seks di luar nikah, yang mencakup semua hubungan sesama jenis, dengan pengaduan dari pasangan, anak, atau orang tua.

2. Hidup bersama di luar nikah, dengan pengaduan dari pasangan, anak, atau orang tua.

3. Tindakan tidak senonoh yang dilakukan di depan umum dengan paksa atau dipertontonkan.

4. Menghina presiden, wakil presiden, agama, lembaga dan simbol negara (termasuk bendera dan lagu kebangsaan).

5. Mengubah ideologi nasional Pancasila.

Sebelumnya diberitakan, RUU KUHP direncanakan akan disahkan pada 24 September 2019 meski ada penolakan dari sejumlah pihak. DPR dan pemerintah telah menyetujuinya.

Setelah 50 Tahun

Revisi UU KUHP memang baik. Sebab usia UU itu sudah 50 tahun. Padahal UU ini menggunakan aturan pidana warisan Belanda, sehingga Indonesia perlu segera memiliki Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sendiri. Karena itu Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sepakat rancangan KUHP disahkan dalam Sidang Paripurna pekan depan.Namun masalahnya RUU KUHP ini dinilai banyak masalah.

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan pemerintah dan DPR sudah membahas draf RKUHP dalam empat tahun terakhir. "Sudah diselesaikan dalam pembicaraan tingkat 1. Mudah-mudahan rencananya mau dibawa ke Paripurna tanggal 24 September 2019," ujarnya di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (18/9/2019). 

Meski sudah hampir disahkan, masih banyak pasal yang menjadi perdebatan dan menuai kritik dari banyak elemen masyarakat. Beberapa pasal dalam RKUHP dinilai berpotensi mengancam kebebasan sipil, melanggar ranah privat warga negara dan tidak berpihak pada kelompok minoritas. 
Berikut beberapa poin kontroversial yang menjadi kritikan publik dalam RKUHP seperti dikutip dari katadata.co.id: 

1. Tindak Pidana Korupsi 

Hukuman terhadap pelaku tindak pidana korupsi (tipikor) dalam RKUHP lebih ringan menjadi hanya dua tahun. Padahal dalam KUHP lama, hukuman pidana bagi koruptor  paling sedikit empat tahun penjara. Anggota Panja RKUHP Nasir Djamil mengatakan fokus penegakan hukum dalam RKUHP adalah untuk mengembalikan uang negara. Jadi, tak perlu memperberat hukuman kepada pelaku korupsi. Selain itu, pasal tipikor dalam RKUHP tidak menerapkan adanya pidana tambahan berupa uang pengganti. 

Ada beberapa pasal yang mengatur masalah tipikor dalam RKUHP, yakni pasal 604, 605, dan 607. 

2. Membungkam Kebebasan Berekspresi dan Pers 

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers mencatat ada 10 poin dalam RKUHP yang berpotensi mengancam kebebasan berekspresi den kebebasan pers. 10 poin tersebut adalah: Pasal 219 tentang penghinaan terhadap presiden atau wakil presiden, pasal 241 soal penghinaan terhadap pemerintah, pasal 247 terkait hasutan melawan penguasa, pasal 262 yang mengatur penyiaran berita bohong, dan pasal 263 terkait berita tidak pasti. 

Kemudian pasal 305 tentang penghinaan terhadap agama, pasal 354 tentang penghinaan terhadap kekuasaan umum atau lembaga negara, pasal 440 soal pencemaran nama baik, dan pasal 444 mengatur pencemaran orang yang sudah meninggal. Hukuman Mati Pasal 67, pasal 99, pasal 100, dan pasal 101 masih mengatur hukuman mati. 
Padahal sejumlah kelompok masyarakat menilai hukuman mati melanggar hak hidup manusia. Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menilai pasal hukuman mati harus dihapuskan karena bertentangan dengan hak asasi manusia. Bahkan, dua pertiga negara di dunia juga telah menghapuskan hukuman mati. 

3. Penistaan Agama 

Penodaan agama diatur dalam pasal 313. Setiap orang yang menyiarkan, menunjukkan, menempelkan tulisan, gambar, atau rekaman, serta menyebarluaskannya melalui kanal elektronik dapat dipidana penjara lima tahun. 

4. Larangan Aborsi atau Menggugurkan Kandungan 

Larangan aborsi diatur dalam Pasal 251, 470, 471, dan 472 RKUHP. Pemberi atau peminta obat penggugur kandungan, orang yang menunjukkan alat menggugurkan kandungan, orang yang mengugurkan kandungan dan orang membantunya dapat dijerat pidana dengan pasal ini. ICJR menilai aturan ini bisa menimbulkan kriminalisasi terhadap korban perkosaan. Dalam pasal tersebut, dokter yang menggugurkan kandungan korban perkosaan tidak dipidana, melainkan  korban perkosaan itu sendiri yang bisa dijerat. 

5. Hubungan Seks di Luar Nikah 

Laki-laki dan perempuan yang hidup bersama tanpa ikatan pernikahan atau melakukan hubungan seks di luar nikah (zina) dijerat dengan pasal 417 dan 419. Orang yang berzina bukan dengan pasangan sah menikah dipidana penjara satu tahun. Bagi pasangan yang hidup bersama tanpa ikatan pernikahan atau kohabitasi dipidana enam bulan. Kelompok masyarakat sipil menilai aturan ini tidak perlu, karena sudah masuk ke ruang privasi. 

6. Hukuman Denda Bagi Gelandangan 

RKUHP melarang keberadaan gelandangan, perempuan yang bekerja dan pulang malam, pengamen, tukang parkir, orang dengan disabilitas psikososial yang ditelantarkan keluarga, serta anak jalanan. Mereka dianggap mengganggu ketertiban umum. Pasal 432 mengancamnya dengan denda Rp1 juta. Dalam KUHP yang sekarang, kaum gelandangan dipidana kurungan tiga bulan.(nas)

No comments:

Post a Comment

×
Berita Terbaru Update