MOJOKERTO (DutaJatim.com) - Mengapa orang masih percaya dukun? Pertanyaan itu mirip dengan pertanyaan mengapa orang masih percaya dengan tawaran bisnis investasi bodong? Jawabannya mungkin tiga kata saja: Ingin cepat kaya!
Namun sudah banyak yang jadi korban. Jadi hati-hati bila ingin cepat kaya. Lihatnya di Mojokerto. Hati-hati bila mendapat tawaran dari perusahaan seperti PT RHS (Rofiq Hanifah Sukses) ini. Ratusan orang (lagi-lagi) jadi korban investasi bodong PT Rofiq Hanifah Sukses (RHS Group).
Dan nasi sudah jadi bubur, saat duit lenyap dimakan "si udel bodong", mereka pun baru mendatangi Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polres Mojokerto Kota pada Selasa (3/9/2019), untuk melaporkan nasibnya dikibuli RHS.
Advokat Tuty Rahayu Laremba mewakili para korban mengatakan, ada 110 korban. Mereka berinvestasi di RHS dengan sistem bagi hasil usaha suplayer bahan bangunan. "Nilai yang diinvestasikan korban kepada Rofik (Direktur PT RHS), mulai Rp 5 juta hingga Rp 1 miliar," katanya.
Tuty mengatakan, duit 110 korban itu total sekitar Rp 7 miliar. Selama menanam duitnya korban baru mendapatkan 3 sampai 4 kali bagi hasil. Selebihnya nol. Macet!
Sebagian besar korban orang Mojokerto. Ada juga warga luar Mojokerto. Mereka termakan modus janji bagi hasil 5 persen dari investasi yang disetor. Lalu diiming-imingi lagi 10 persen serta 5 persen saat menambah duit modalnya. Saat duit menumpuk di kantong Rofik, bos RHS ini pun raib.
Kantor PT RHS di Jalan Raya Ijen Kota Mojokerto malah sudah tutup sejak tahun 2017. Korban tidak tahu mengadu ke mana, hingga akhirnya melapor ke Polres Mojokerto Kota.
"Modus investasi bodong ini juga berpindah-pindah kantor. Tujuannya untuk mencari korban. Ada tiga orang yang dilaporkan yakni M Rofik selaku Direktur PT RHS, kepala cabang Pak Dwi dan Korlap Pak Margi," katanya.
Ketua Divisi Sosial PT RHS Kantor Cabang (Kancab) Mojokerto, Sumargi, saat ditanya wartawan soal tuduhan bodong itu, mengatakan, investor di Kancab Mojokerto sebanyak 565 orang. Jumlah duit mereka Rp 2,1 miliar. Bukan Rp 7 miliar, seperti klaim para investor.
"Memang belum kembali semua, totalnya Rp 21,5 miliar dari 565 penabung di Kancab Mojokerto. Yang 100 ngomong Rp 7 miliar belum kembali, sebetulnya bukan Rp 7 miliar. Semuanya belum kembali termasuk totalnya kan Rp 21,5 miliar," kata Sumargi kemarin.
Dia menjelaskan, usahanya bukan abal-abal."Bukan bodong. Ini betul-betul riil. Saya diberi mandat owner perusahaan di divisi sosial sebuah aset. Saya disuruh jual. Saya terima 5 September 2018 setelah perusahaan ngadat di Mei 2018, karena tidak bisa bagi hasil," katanya.
Selanjutnya dia mengumpulkan investor di Taman Pendidikan Al-Quran milik Sumargi di Desa Mlirip, Kecamatan Jetis, Kabupaten Mojokerto.
"Ada absen semua, terus ada tanya jawab. Lalu disampaikan kepada owner, saya, semua anggota bisa menjual aset Waterpark Anoa yang bersertifikat di Ngelengok, Blitar yang nominalnya Rp 30 miliar," katanya.
Sumargi mengatakan RHS memiliki bisnis di bidang retail bahan bangunan di Blitar dan Kediri.
"Ada delapan retail toko bahan bangunan di Blitar dan Kediri. Penyebabnya karena persaingan bisnis, ya namanya bisnis sudah sampaikan, itu ada goncangan-goncangan, akhirnya toko satu per satu kita tutup begitu ngadat di April 2018. Biasanya setiap tanggal 10 ada SMS banking transfer sesuai tabungan dan lima persen dari tabungan," katanya.
Kasatreskrim Polres Mojokerto Kota AKP Ade Warokka mengatakan pihaknya sudah memeriksa DW, Kepala Cabang PT RHS Mojokerto. Menurut Ade, keterangan DW sangat penting untuk mendalami kasus tersebut. Sebab DW dianggap orang yang mengetahui langsung transaksi dalam bisnis investasi itu. Pemeriksaan itu dilakukan Penyidik Satreskrim Polres Mojokerto Kota setelah puluhan dari ratusan orang investor PT RHS melaporkan para petinggi PT RHS, termasuk DW.(nas)
No comments:
Post a Comment