Bambang Irianto
JAKARTA (DutaJatim.com) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus membongkar siapa saja tokoh di balik mafia minyak dan gas bumi (migas). Setelah menetapkan mantan Managing Director PES dan mantan Direktur Utama Pertamina Energy Trading Ltd (Petral), Bambang Irianto, kini KPK memberi sinyal segera menetapkan lagi tersangka baru kasus mafia migas.
Untuk itu KPK sudah melakukan pencegahan bepergian ke luar negeri kepada pemegang saham Siam Group Holding, Lukma Neska. Pencegahan ini terkait penyidikan kasus dugaan suap perdagangan minyak mentah dan produk kilang di Pertamina Energy Services Pte Limited (PES) selaku subsidiary company PT Pertamina (Persero).
"KPK telah mengirimkan surat pelarangan ke luar negeri terhadap satu orang, yaitu Lukma Neska, pemegang saham dari Siam Group Holding," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, di Jakarta, Rabu, 11 September 2019.
Pencegahan ini dilakukan KPK lantaran Lukma Neska diduga mengetahui skandal suap yang menjerat Bambang Irianto. Apalagi Siam Group yang berkedudukan di negara surga pajak, British Virgin Island tersebut, sengaja didirikan Bambang untuk menampung uang suap yang diterimanya dari Kernel Oil.
Sejauh ini, KPK menduga Bambang telah menerima suap sekitar US$2,9 juta dari Kernel Oil selama periode 2010-2013 karena telah membantu Kernel Oil untuk berdagang dengan PES atau Pertamina.
Febri menyatakan, larangan Lukma Neska bepergian ke luar negeri berlaku selama enam bulan terhitung sejak 2 September 2019. Dengan demikian, Lukma setidaknya tidak dapat bepergian ke luar negeri hingga Maret 2020 mendatang.
"Yang bersangkutan dilarang bepergian ke luar negeri selama enam bulan ke depan terhitung sejak 2 September 2019," ujarnya.
KPK sudah menetapkan Dirut Pertamina Energy Trading Ltd (Petral) Bambang Irianto sebagai tersangka praktik mafia migas. Kasus yang menjerat Bambang masih terkait dengan perkara dugaan suap kegiatan perdagangan minyak mentah dan produk kilang di Pertamina Energy Services Pte Ltd (PES) yang berkedudukan di Singapura, selaku subsidiary company PT Pertamina (Persero).
"BTO (Bambang Irianto), Managing Director Pertamina Energy Service Pte. Ltd periode 2009-2013, sudah ditetapkan sebagai tersangka," kata Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif di kantornya, Jakarta, Selasa 10 September 2019.
Laode M. Syarif mengatakan, pihaknya telah menggeledah 4 lokasi dalam rangka penyidikan kasus ini. Penggeledahan dilakukan pada 5 - 6 September 2019 lalu.
"Dari penggeledahan tersebut KPK menyita dokumen pengadaan dan data aset. Dan karena dugaan penerimaan suap cukup signifikan maka KPK akan terus berupaya melakukan penelusuran dan asset recovery," ujar Laode dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.
Lokasi yang digeledah adalah Rumah yang beralamat di Jl. Pramukasari 3, Jakarta, 10570. Rumah yang beralamat di Kompleks Ligamas, Pancoran, Jakarta Selatan. Apartemen yang beralamat di Salemba Residence, Jakarta Pusat. Rumah yang beralamat di Cempaka Putih Timur, Jakarta Pusat dan Rumah yang beralamat di Jl. Cisanggiri II Petogogan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Laode mengakui, untuk menetapkan Bambang Irianto sebagai tersangka membutuhkan waktu lama. Sebab, sebagaimana diatur pada Pasal 44 UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, KPK telah menyelesaikan penyelidikan yang awalnya mulai dilakukan sejak Juni 2014 dengan cara mengumpulkan informasi dan data yang relevan.
"Penyelidikan tersebut dilakukan dengan sangat hati-hati dan cermat. Pada tahapan itu telah dilakukan permintaan keterangan terhadap 53 orang saksi dan dipelajari dokumen dari berbagai instansi serta koordinasi dengan beberapa otoritas di lintas negara," tutur Laode.
Lalu mengapa mesti lintas negara? Laode menjelaskan, dalam perkara ini ditemukan bagaimana alur suap dilakukan lintas negara dan menggunakan perusahaan 'cangkang' di yurisdiksi asing yang masuk dalam kategori tax haven country. Awalnya, dengan target menciptakan ketahanan nasional di bidang energi, PT Pertamina (Persero) membentuk fungsi Integrated Supply Chain (ISC) yang bertugas melaksanakan kegiatan perencanaan, pengadaan, tukar menukar, penjualan minyak mentah, intermediasi, serta produk kilang untuk komersial dan operasional.
Untuk mendukung target tersebut, Pertamina kemudian mendirikan beberapa perusahaan subsidiary yang dimiliki dan dikendalikan penuh yakni Pertamina Energy Trading Limited (Petral) yang berkedudukan hukum di Hongkong dan Pertamina Energy Services Pte Ltd (PES) yang berkedudukan hukum di Singapura.
"Petral tidak punya kegiatan bisnis pengadaan dan penjualan yang aktif. Sedangkan PES menjalankan kegiatan bisnis utama yaitu pengadaan dan penjualan minyak mentah dan produk kilang di Singapura untuk mendukung perusahaan induknya yang bertugas menjamin ketersediaan BBM secara nasional," tutur Laode.
Sehingga, pihaknya pun harus bersusah payah berkorespondensi dengan otoritas di dua negara tersebut untuk mengumpulkan berbagai bukti relevan. Untungnya, lanjut Laode, meski berlangsung lama, otoritas Hongkong dan Singapura mau bekerja sama dengan KPK.
"Alhamdulillah, pihak-pihak yang kami mintai keterangan itu mau memberikan informasi aliran barang bukti. Otoritas Hongkong dan Singapura untungnya mau kerja sama, karena memang dari dulu kami semua sudah kerja dengan mereka dengan baik," imbuhnya.
Lalu, setelah Bambang, siapa tersangka berikutnya? Laode mengatakan, pihaknya belum bisa membeberkan detail pemeriksaan lanjutannya seperti apa. Namun, yang pasti, dia menegaskan akan terus mengusut kasus ini, dan memberikan informasi terkini ke masyarakat.
"Saya tidak bisa sebutkan nama, tapi yang pasti kami akan berikan update (kasus Petral). Semua pihak yang berhubungan dengan PES, Petral, ENOC (Emirates Oil Company), dan Kernel Oil akan kami periksa," tegasnya.
Di sisi lain, KPK mengajak semua pihak untuk mengawal penanganan perkara ini. KPK menilai kasus ini merupakan salah satu perkara yang menarik perhatian publik terutama setelah Presiden Joko Widodo membubarkan Petral. Lebih lanjut, dia mengatakan, dalam proses penyelidikan, banyak dorongan dan suara yang pihaknya dengar agar KPK terus mengungkap kasus ini. KPK, lanjut Laode, tentu tetap harus melaksanakan tugas secara hati-hati dan cermat dan baru dapat menyampaikan informasi pokok perkara setelah naik ke tahap penyidikan.
"Selain itu, jika masyarakat memiliki informasi terkait mafia migas, silakan disampaikan ke KPK untuk dapat kami pelajari lebih lanjut," ujarnya.
Pihaknya juga berharap, semoga perkara ini dapat menjadi kotak pandora untuk mengungkap skandal mafia migas yang merugikan rakyat Indonesia. (det/vvn)
No comments:
Post a Comment