SOLO (DutaJatim.com) - Gelombang aksi demonstrasi mahasiswa yang menggugat pemerintah atas lahirnya UU maupun RUU bermasalah terus berlanjut Selasa 24 September 2019 hari ini. Bahkan, aksi mahasiswa dan masyarakat itu meluas ke sejumlah daerah lain. Termasuk di Solo--daerah asal Presiden Jokowi. Mahasiswa dari berbagai kampus di Solo dan sekitarnya akan menggelar aksi demonstrasi Selasa hari ini.
Undangan terbuka sudah tersebar di media sosial sejak Senin kemarin. Isinya antara lain ajakan meliburkan kuliah untuk turun ke jalan mengikuti aksi unjuk rasa. "Kosongkan ruang-ruang kelas!" demikian salah satu ajakan yang tersebar di media sosial.
Beberapa kampus yang akan mengikuti aksi ialah Universitas Sebelas Maret (UNS), Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Universitas Slamet Riyadi (Unisri), Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Surakarta dan Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta. Para peserta akan mengawali aksi di depan Stadion Manahan. Mereka kemudian bersama-sama menuju gedung DPRD Surakarta untuk menyuarakan aspirasinya.
Adapun protes yang mereka suarakan ialah terkait UU KPK yang sudah disetujui dan disahkan oleh DPR bersama pemerintah. Revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 itu dinilai membunuh KPK.
Selain itu, mereka juga menolak beberapa revisi UU yang memuat pasal kontroversial, seperti RUU KUHP, RUU Pemasyarakatan dan RUU Pertanahan.
Beberapa pihak menamai aksi ini dengan nama Bengawan Melawan. Hastag #BengawanMelawan juga sudah berseliweran di sosmed. Mereka mendesak pemerintah membatalkan UU KPK dan meninjau kembali RUU kontroversial.
Sebelumnya, aksi mahasiswa juga terjadi di Jakarta, Yogyakarta dan daerah lain. Aksi di Yogyakarta bertajuk 'Gejayan Memanggil'. Aksi ini juga direstui oleh para dosen. Namun ada rektor yang menolak aksi tersebut.
Pemerintah Harus Respons Demo Mahasiswa Sebelum Krisis Kepercayaan Meluas#TurunkanJokowi pic.twitter.com/z4X46au5s0— Vendetta Rise (@localhost911) September 23, 2019
Koordinator Umum (Kordum) Aliansi Rakyat Bergerak, Rico Tude, mempertanyakan sikap sejumlah rektor di Yogyakarta yang justru menentang aksi 'Gejayan Memanggil'. Rico mempertanyakan alasan sikap para rektor itu.
"(Sikap rektor) menunjukkan bahwa pendidikan kita hari ini, juga sistem pendidikannya, mungkin ada yang tidak beres," kata Rico usai aksi 'Gejayan Memanggil' di Simpang Tiga Colombo, Gejayan, Sleman, DIY, Senin (23/9/2019).
Meski kecewa dengan sikap sejumlah rektor di Yogyakarta, namun Rico mengapresiasi sikap beberapa dosen yang terang-terangan mendukung aksi 'Gejayan Memanggil'. Apalagi aksi tersebut ialah aksi damai.
"Kami mengapresiasi ada dosen-dosen yang mendukung (aksi). Nah, soal rektor (yang tak setuju adanya aksi) ini juga bentuk kekecewaan kami terutama para mahasiswa," lanjutnya.
Rico pun meminta agar perguruan tinggi terbuka dengan berbagai perbedaan pendapat dan menghargai sikap sivitas akademikanya, bukan justru membungkam mereka yang memiliki pandangan berbeda. "Ilmu pengetahuan yang selama ini kita dapat itu coba dibungkam melalui aktor-aktor pengajar, aktor-aktor intelektual itu sendiri. Kami juga mendesak adanya pendidikan yang ilmiah, demokratis dan kerakyatan," katanya. (det/wis)
No comments:
Post a Comment