Presiden Jokowi meninjau lokasi karhutla di Riau. (Foto: Antara)
JAKARTA (DutaJatim.com) - Kebakaran hebat melanda hutan dan lahan (Karhutla) di wilayah Sumatera dan Kalimantan hingga kini masih belum bisa dipadamkan sepenuhnya. Api semakin beringas membakar hutan dan lahan.
Pemerintah pun mengerahkan pasukan untuk melakukan pemadaman tapi belum membuahkan hasil yang memuaskan. Bahkan, Presiden Jokowi turun langsung ke lokasi kebakaran hutan di Riau Selasa 17 September 2019.
Catatan BNPB sampai Senin (16/9), total luas karhutla sejak Januari-Agustus 2019 mencapai 328.724 hektare yang tersebar di sejumlah wilayah di Sumatera dan Kalimantan dengan total 2.583 titik panas. Sementara untuk penanggulangan karhutla, 9.072 personel gabungan diterjunkan. Pasukan TNI, Polri, dan relawan berjibaku memadamkan api di lokasi kebakaran.
Namun asap hasil kebakaran hutan itu tak kalah ganasnya. Warga sekitar hutan dan bahkan negara tetangga, seperti Malaysia dan Singapura, terkena dampaknya. Kabut asap itu sangat menganggu kesehatan.
Bahkan bayi berusia empat bulan di Sumatera Selatan yang juga dilanda kebakaran hutan, dikabarkan meninggal dunia setelah terkena infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Bayi bernama Elsa Fitaloka itu mengembuskan napas terakhirnya di Rumah Sakit Ar-Rasyid Palembang pada Minggu petang, 15 September 2019, sekitar pukul 18.35 WIB.
Bayi malang ini dilarikan ke rumah sakit setelah mengalami sesak napas. Bayi putri pasangan Nadirun dan Ita Septiana itu diduga terkena kabut asap yang semakin pekat akibat kebakaran hutan dan lahan di Sumatera Selatan.
Kepala Dinas Kesehatan Banyuasin, Hakim, mengatakan, pihaknya langsung menerjunkan tim ke Rumah Sakit Ar-Rasyid, Palembang, untuk menyelidiki penyebab meninggalnya Elsa.
Hal yang sama juga menimpa Al Fikri. Bocah berusia tujuh tahun asal Sabak, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Jambi, itu harus dirawat karena menderita iritasi mata. Fikri sudah lima hari dirawat di rumah sakit. Matanya diperban karena iritasi. Dia tak dapat membuka kedua matanya karena merasakan perih dan berdarah. Dia diobati bukan lagi dengan obat yang mesti diminum, melainkan harus disuntik dan infus.
Jambi termasuk provinsi di Sumatera yang terdampak kebakaran hutan dan lahan. Wilayah yang terdampak cukup parah ialah Kabupaten Merangin. Kualitas udara di kabupaten itu pada level tidak sehat sehingga berbahaya bagi warga, terutama anak-anak. Warga diimbau untuk mengurangi aktivitas, terutama saat siang hari.
Jokowi Tinjau Riau
Begitu pula di Riau. Untuk itu Presiden Joko Widodo terbang ke Pekanbaru, Riau, guna melihat langsung kondisi terkini di lapangan setelah udara di sana sangat tercemar kabut asap akibat karhutla.
Presiden Joko Widodo meninjau langsung lokasi kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Desa Merbau, Kecamatan Bunut, Kabupaten Pelalawan, Kota Pekanbaru, Riau. Tanpa menggunakan masker, Jokowi beserta sejumlah pejabat tampak berdiri di atas lahan gambut yang sudah terbakar habis.
Jokowi meminta komitmen dari seluruh pihak untuk mencegah terjadinya Karhutla. Menurut dia, komitmen pencegahan ini amat penting.
"Pencegahan itu lebih efektif. Pencegahan itu tidak membutuhkan biaya banyak. Lebih efektif. Tapi kalau sudah kejadian seperti yang kita lihat sekarang ini, sudah kerja yang luar biasa (sulitnya)," ujarnya dikutip dari siaran pers Sekretariat Presiden, Selasa, 17 September 2019.
Saat meninjau, Jokowi menyempatkan bertanya sejumlah hal kepada beberapa aparat yang bertugas memadamkan kebakaran. Menurut mereka, api yang telah membesar membuat penanganan membutuhkan waktu yang cukup lama.
"Saya tanya tadi TNI dan Polri yang ada di sini sudah berapa hari (bertugas). Sudah lebih dari satu bulan. Lebih dari satu bulan," kata Jokowi.
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu menuturkan, pemerintah melalui Polri, akan menindak pihak-pihak yang terbukti melanggar hingga menyebabkan terjadinya karhutla. "Kalau kita lihat luasannya (lahan) besar sekali. Ini terorganisasi. Nanti coba ditanyakan Pak Kapolri penanganannya secara detail," tuturnya.
Dalam kunjungannya ke Riau, Presiden Jokowi bersama warga juga melaksanakan salat istisqa berjamaah. Para pejabat yang hadir antara lain Menko Polhukam Wiranto, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, Kapolri Jenderal Tito Karnavian dan Kepala BNPB Letjen Doni Monardo.
Kunjungan ke Riau ini merupakan tindak lanjut dari rapat terbatas yang digelar Senin malam. Usai rapat, Wiranto menjelaskan langkah-langkah penanganan karhutla di Riau dengan hujan buatan. Sebab saat ini, Riau masih mengalami musim kemarau.
"Kebakaran padam kalau ada hujan. Kalau nggak ada hujan, bikin hujan buatan. Tapi hujan buatan ini kan perlu pesawat terbang, perlu garam, perlu kondisi awan. Awan kalau nggak ada, ya nggak bisa. Maka syaratnya awan harus 70% kandungan airnya, baru pesawat naik, dikasih garam, itu turun (hujan)," kata Wiranto.
Pusat Pusaran Angin
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen Polisi Dedi Prasetyo mengatakan, Provinsi Riau menjadi wilayah yang paling banyak terkena kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan atau karhutla. Menurut dia, Riau merupakan wilayah yang menjadi pusat pusaran angin di wilayah Sumatera. Hal itu dia ungkapkan setelah berkonsultasi dengan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).
"Kami diskusi dengan BMKG, Riau kenapa asapnya kumpul di Riau, karena Riau itu pusat pusaran angin. Jadi, dari Sumatera Selatan, Jambi, kemudian mau masuk ke Selat Malaka itu putaran anginnya pasti di Riau. Jadi, semua kumpul di Riau," kata Dedi Prasetyo di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, kemarin.
Meski begitu, Dedi mengklaim terjadi penurunan titik api yang ada di Riau. Dari sebelumnya 600 titik lebih menjadi 350 hingga 400 titik. "Memang kebakarannya kecil-kecil namun jumlahnya yang memang cukup banyak itu," katanya.
Saluran Sekunder
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Basuki Hadimuljono mengatakan, salah satu langkah yang akan ditempuh guna mengatasi kebakaran hutan adalah dengan membuat saluran-saluran sekunder, untuk mengalirkan air ke lokasi kebakaran. Sebab, tanah gambut di lokasi kebakaran merupakan tanah berisi air, sehingga pemanfaatannya bisa dilakukan dengan membangun saluran sekunder agar air yang ada di dalam tanah bisa dialirkan ke lokasi kebakaran.
Basuki menjelaskan, kondisi lahan gambut yang bentuknya serupa bahan 'sponge' penyerap air harus dimanfaatkan untuk kepentingan membantu pemadaman karhutla seperti ini. Sebab, tanah gambut tidak bisa dimanfaatkan dalam konteks pemanfaatan lahan, karena dilarang mendirikan bangunan di atasnya akibat besarnya potensi amblas.
"Makanya tidak boleh dipakai (selain untuk dimanfaatkan airnya). Kalau kering (lahan gambut) amblas karena kaya sponge,” ujar Basuki.(det/vvn/ara)
No comments:
Post a Comment