Firli Bahuri
JAKARTA (DutaJatim.com) - Selain meminta UU KPK dicabut, rupanya para mahasiswa juga ingin pimpinan KPK yang baru tidak segera dilantik. Ada apa?
RUU KPK sejak sebelum disahkan menjadi UU sudah banyak menuai prokontra di masyarakat. Apalagi saat pimpinan KPK yang sekarang menjabat membeber masalah dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan calon pimpinan KPK Irjen Firli Bahuri. Dalam rapat yang dinilai sangat cepat Firli pun terpilih menjadi Ketua KPK.
Setelah itu, RUU KPK pun disahkan menjadi UU. Karena itu ada kesan kedua hal itu merupakan satu paket yang harus tuntas di periode DPR 2014-2019 ini.
Sebanyak 18 orang kemudian menjadi pemohon dalam gugatan terhadap UU KPK ke MK. Termasuk di antaranya 16 dari kalangan mahasiswa.
Untuk itu Mahkamah Konstitusi (MK) pun menggelar sidang perdana uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi tersebut.
Dalam sidang perdana Senin 30 September 2019, mahasiswa meminta MK untuk menunda pelantikan Komisioner KPK baru yang telah disahkan oleh DPR. Alasannya, UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK khusus terkait pemilihan pimpinan KPK masih digugat di MK.
"Dalam provisi, kita minta MK membatalkan atau menunda pelantikan pimpinan KPK baru, karena UU KPK khusus terkait pemilihan pimpinan KPK masih digugat ke MK," kata Kuasa Hukum pemohon, Zico Leonard Djagardo Simanjuntak usai sidang pendahuluan di MK, Jakarta Pusat, Senin 30 September 2019.
Zico menjelaskan, ada kekosongan norma dalam UU KPK terhadap pelanggaran syarat-syarat menjadi pimpinan KPK. UU KPK disebut tidak menyediakan mekanisme hukum jika Presiden dan DPR mengabaikan pelanggaran terhadap syarat-syarat pimpinan KPK sebagaimana diatur dalam Pasal 29 UU KPK.
"Hal inilah yang terjadi pemilihan pada Firli Bahuri sebagai Ketua KPK baru menuai pro-kontra, karena dianggap tidak memenuhi syarat-syarat dalam Pasal 29 UU KPK. Seharusnya, terdapat mekanisme atau upaya hukum melalui pengadilan untuk membuat terang hal tersebut, sehingga tidak terjadi fitnah bagi Firli dan terdapat ruang bagi dia melakukan pembelaan diri," kata Zico.
Kemudian, Zico meminta MK memasukkan norma baru dalam UU KPK, sehingga ada mekanisme atau upaya hukum jika Presiden dan DPR mengabaikan syarat-syarat pimpiman KPK sebagaimana diatur dalam Pasal 29 UU KPK.
Masih kata Zico, mahasiswa menilai Pasal 30 poin 13 UU KPK bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Sehingga tidak ada kewajiban bagi Presiden untuk menetapkan calon pimpinan KPK terpilih paling lambat 30 hari kerja sejak tanggal diterimanya surat pimpinan DPR RI.
"Kita juga meminta MK agar Pasal 31 UU KPK ditambahkan frasanya sehingga berbunyi, proses pencalonan dan pemilihan anggota KPK sebagaimana diatur dalam Pasal 30 dilakukan secara transparan dan penetapannya dapat dibatalkan melalui upaya hukum PTUN apabila di kemudian hari terdapat indikasi akan pelanggaran syarat-syarat yang tertuang dalam Pasal 29 UU KPK," ungkapnya.
Zico menegaskan, pihaknya menggugat sebab UU KPK tersebut cacat formil, karena proses pembuatan UU KPK baru tersebut melanggar syarat pembuatan UU yang diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. (vvn/hud)
No comments:
Post a Comment