JAKARTA (DutaJatim.com) - Satu lagi menteri Kabinet Kerja pimpinan Presiden Jokowi terjerat kasus korupsi di tengah kemelut revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Setelah mantan Menteri Sosial Idrus Marham yang sudah divonis 5 tahun penjara, kini KPK secara resmi menetapkan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi sebagai tersangka kasus dana hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Rabu 18 September 2019 sore.
Imam dinyatakan terlibat adanya kerja sama penggelapan dana tersebut. Imam Nahrawi diduga menerima uang sebesar Rp26,5 miliar sebagai bentuk commitment fee pengurusan proposal yang diajukan KONI kepada Kemenpora.
"Total dugaan penerimaan Rp26,5 miliar diduga commitment fee atas pengurusan proposal hibah yang diajukan KONI ke Kemenpora, terkait Ketua Dewan Pengarah Satlak Prima dan penerimaan lain yang berhubungan dengan jabatan selaku Menpora," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Rabu (18/9/2019).
Uang itu diterima secara bertahap yakni sebesar Rp14,7 miliar dalam rentang waktu 2014-2018 melalui asisten pribadinya, Miftahul Ulum, yang juga menjadi tersangka dalam perkara ini. Miftahul Ulum sudah ditahan.
Imam juga diduga meminta uang Rp11,8 miliar dalam rentang waktu 2016-2018. "Uang tersebut diduga digunakan untuk kepentingan pribadi Menpora dan pihak lain yang terkait," katanya.
Alexander mengatakan, KPK telah memanggil Imam sebanyak tiga kali yakni pada 31 Juli, 2 Agustus, dan 21 Agustus 2019. Namun Imam tak pernah memenuhi panggilan tersebut.
"KPK memandang telah memberi ruang cukup bagi IMR untuk memberi keterangan dan klarifikasi pada tahap penyelidikan," kata Alexander.
Imam dijerat Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 12 B atau Pasal 11 UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang perubahan atas UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Imam sendiri beberapa kali sudah disebut dalam persidangan kasus suap dana hibah KONI. Dalam sidang di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (12/9), hakim menjelaskan KONI mengajukan proposal. Namun, proposal itu tidak disetujui oleh Deputi IV Kemenpora, Mulyana, dan tim verifikasi. Hal itu karena dana itu digunakan di tahun 2019, sementara proposal diajukan di tahun yang sama.
Mulyana dan staf Kemenpora Adhi Purnomo akhirnya memerintahkan Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy untuk berkomunikasi dengan asisten pribadi Menpora Imam Nahrawi, Miftahul Ulum. Hal itu bertujuan untuk mempercepat proses pencairan dana hibah.
Sebelumnya, pejabat pembuat komitmen (PPK) pada Kemenpora Adhi Purnomo dan staf Kemenpora Eko Triyanta divonis 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan. Majelis Hakim menilai keduanya dianggap terbukti menerima uang sebesar Rp 215 juta dari Sekretaris Jenderal KONI Ending Fuad Hamidy.
Menurut Hakim, uang tersebut diberikan agar Adhi dan Eko mempercepat proses persetujuan dan pencairan dana hibah Kemenpora RI yang akan diberikan kepada KONI pada Tahun Anggaran 2018. Terdakwa lain dalam kasus ini adalah Deputi IV Kemenpora Mulyana. Ia divonis 4 tahun dan 6 bulan penjara, serta denda Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan oleh majelis hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta.
KONI mengajukan proposal bantuan dana hibah kepada Kemenpora dalam rangka pelaksanaan tugas pengawasan dan pendampingan program peningkatan prestasi olahraga nasional pada multi event 18th Asian Games 2018 dan 3rd Asian Para Games 2018. Kemudian, proposal dukungan KONI dalam rangka pengawasan dan pendampingan seleksi calon atlet dan pelatih atlet berprestasi Tahun 2018.(nas/wis)
No comments:
Post a Comment