JAKARTA (DutaJatim.com) - Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan mengkritik keras Presiden Joko Widodo (Jokowi). Hal itu karena Jokowi dinilai cepat menyetujui revisi UU KPK. Bahkan sikap Presiden Joko Widodo diduga justru memuluskan jalan pengesahan Rancangan Undang-Undang KPK menjadi UU dengan menerbitkan surat presiden ke DPR. Padahal Jokowi masih punya waktu untuk lebih meneliti lagi pasal-pasal yang bisa melemahkan KPK. Dan meski Jokowi mengaku ingin memperkuat KPK, tapi fakta berbicara sebaliknya.
Novel menilai, beberapa usulan perubahan RUU KPK ini menyimpan masalah. Bahkan berpotensi melemahkan lembaga antirasuah. Hal serupa juga disampaikan sejumlah akademisi dan pegiat antikorupsi, di antaranya soal pembatasan penyadapan, perubahan status kepegawaian menjadi aparatur sipil negara (ASN) dan kewenangan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).
"Saya tidak bisa tuduh Pak Jokowi punya kepentingan, tapi kalau kita ingat, semasa Beliau menjabat saja, kan upaya seperti ini sudah berulang kali dilakukan oleh DPR, bukan baru pertama kali. Jadi saya yakin Pak Jokowi tahu. Setelah Pak Jokowi tahu dan tetap mau mengubah, apa masalahnya itu, saya enggak ngerti," kata Novel Baswedan, Sabtu (14/9/2019).
Karena itu, bila nanti RUU KPK disahkan menjadi UU, pasti semua koruptor tertawa girang. Para koruptor itu berutang budi kepada Jokowi.
"Kalau Pak Jokowi menyelesaikan ini (hingga RUU KPK disahkan jadi UU), maka koruptor akan berutang budi sekali sama Beliau," kata Novel.
Langkah Jokowi membingungkan. Sebab, kata Novel, Jokowi berkali-kali mengklaim tetap berkomitmen untuk memberantas korupsi dan mendukung KPK.Namun faktanya berbalik. Bila disandingkan, keputusan menyetujui revisi UU KPK saat ini, sangat bertolak belakang dengan visi dan misi Jokowi. Novel sendiri menyatakan Jokowi pernah berjanji untuk memimpin pemberantasan korupsi dengan sungguh-sungguh.
Karena itu Novel khawatir, jika RUU KPK betul-betul jadi disahkan maka keberadaannya akan menjadi malapetaka bagi pemberantasan korupsi. Bukan memperkuat seperti diklaim Jokowi.
"Anggap saja Pak Presiden tidak tahu [permasalahan RUU KPK], kita berprasangka baik. Dan ternyata betul-betul salah, bisa enggak dipulihkan seperti semula? Saya katakan, tidak bisa," katanya.
Presiden Jokowi sebelumnya menyatakan setuju dengan wacana pembentukan Dewan Pengawas untuk KPK. Menurutnya, setiap lembaga memang butuh pengawasan. Selain itu, dia juga menyetujui keberadaan kewenangan penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) di KPK. Pertimbangannya adalah untuk memberi kepastian hukum dan jaminan Hak Asasi Manusia (HAM).
"SP3, hal ini juga diperlukan penegakan hukum harus menjamin prinsip-prinsip perlindungan HAM dan untuk kepastian hukum," ucap dia, dalam konferensi di Istana Negara terkait revisi UU KPK, Jumat lalu.
Di sisi lain, Jokowi menyatakan tak setuju jika KPK harus mendapatkan izin pihak luar ketika ingin melakukan penyadapan. Selain itu, dia juga tak setuju penyelidik dan penyidik hanya berasal dari unsur polisi dan jaksa. Lainnya, Jokowi pun tak setuju KPK harus berkoordinasi dengan Kejaksaan untuk masalah penuntutan. (cnni/hud)
No comments:
Post a Comment