SURABAYA (DutaJatim.com) – Pemerintah Provinsi Jawa Timur semakin fokus memberdayakan ekonomi pesantren. Hal itu setelah masyarakat merespon positif terhadap program One Pesantren One Product (OPOP). Program ini dikembangkan dengan menggandeng Universitas NU Surabaya (Unusa) sebagai OPOP training center.
Wakil Gubernur Jatim, Emil Elestianto Dardak, mengatakan, OPOP merupakan komitmen untuk mewujudkan kemandirian ekonomi pesantren. OPOP bukan diarahkan kepada inkubasi bisnis individu atau kelompok, melainkan menjadikan pesantren sebuah epicentrum ekonomi bernapaskan nilai-nilai luhur ekonomi syariah dan kekeluargaan.
Warga pesantren, kata bintang film "The Santri" garapan sutradara Livi Zheng ini, diarahkan kepada kemampuan menciptakan sebuah produk unggulan. "Produk unggulan ini akan diasosiasikan sebagai produk unggulan pesantren, bukan produk unggulan individu santri atau sekelompok santri," katanya.
Lalu apa yang didapat para santri? Para santri akhirnya memang akan meninggalkan pondok pesantren. Nah, kelak mereka akan memiliki bekal pengalaman, jaringan usaha, dan karakter wirausaha untuk kemudian menjadi insan yang mandiri dan produktif di masyarakat.
“Pesantren sendiri dengan silih bergantinya insan santri, akan terus mempertajam keunggulan produk mereka, dan mewarnai ekonomi Jawa Timur dengan kualitas dan keluhuran praktik ekonomi pesantren yang mengedepankan kerja keras dan kepedulian sosial,”jelasnya.
Untuk menunjang profesionalisme dalam merumuskan program OPOP di Jawa Timur, Pemprov Jatim telah menggandeng ICSB, sebuah organisasi internasional yang sejak berdiri di tahun 1955, telah memainkan peranan mendorong pengembangan UMKM di seantero dunia.
Dalam Rakernas ICSB Indonesia, Jatim mendapat kesempatan untuk mengenalkan hasil kajian awal OPOP Jawa Timur. Di mana Jatim menekankan kepada kolaborasi lintas pesantren dengan format communal branding.
“Pesantren dapat memanfaatkan communal branding atau merk bersama, sedangkan Pemprov akan mendorong promosi dan jalur distribusi yang andal. Dengan demikian setiap pesantren tidak mengalami kesulitan untuk membangun citra merk dan jaringan pemasaran,” kata Emil Dardak.
Suami aktris Arumi Bachsin ini mengatakan kolaborasi UMKM adalah tema utama dalam pendekatan OPOP di Jawa Timur. Pada tahap awal, kata pria yang pernah menyandang gelar bupati termuda itu, program ini akan turut bersinergi dengan program SMK Mini yang telah dikembangkan pemerintahan sebelumnya di 233 pesantren serta 100 lebih koperasi pondok pesantren yang telah berdiri.
Sementara itu, Direktur OPOP Training Center Unusa, Mohammad Ghofirin, saat dihubungi terpisah, mengatakan, OPOP mempunyai tiga pilar. Yakni santripreneur (santri), pesantrenpreneur (koperasi), dan sosiopreneur (alumni dan masyarakat). Ketiga pilar bersinergi mewujudkan Produk Unggulan Pesantren. Untuk mengimplementasikan desain OPOP tersebut dibutuhkan komitmen OPD terkait, di antaranya Dinas Pendidikan (Santripreneur), Dinas Koperasi (Pesantrenpreneur), dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Sosiopreneur).
Pria yang juga menjabat Ketua Bidang Pengabdian Masyarakat Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Unusa mengatakan santripreneur lebih kepada pemberdayaan santri. Tujuannya agar mereka memiliki bekal ketrampilan berwirausaha sejak menjadi santri. Sehingga saat keluar dari pesantren, santri mampu mandiri dalam berwirausaha.
Para santri, kata dia, tidak selamanya ada di pesantren. Akan ada masa di mana santri harus mandiri dan keluar dari pesantren. Sehingga produk yang dicetuskan dan dihasilkan oleh santri ketika masih berstatus sebagai santri pada akhirnya ada dua kemungkinan.
“Pertama, produk tersebut diteruskan oleh pesantren melalui entitas koperasi pondok pesantren. Kedua, produk tersebut diteruskan sendiri oleh santri (alumni) dengan melibatkan masyarakat sekitar, yang kemudian kami menyebutnya sosiopreneur,” jelasnya.
Sedang pilar kedua, pesantrenpreneur merupakan pemberdayaan entitas mandiri di dalam lingkup pesantren. Entitas tersebut adalah Koperasi Pondok Pesantren (Koppontren). Entitas inilah yang fokus mengembangkan produk unggulan pesantren yang dikembangkan berdasarkan potensi yang ada di pesantren.
LIMA PENGUATAN PROGRAM PESANTRENPRENEUR:
Penguatan Kelembagaan Koppontren
Penguatan SDM Koppontren
Penguatan Produksi Koppontren
Penguatan Pemasaran produk Koppontren
Penguatan akses Pembiayaan Koppontren
Untuk itu ada target, minimal satu Koppontren, satu produk Unggulan Pesantren. Di dalamnya ada konsep Communal Branding Produk Pesantren.
Pilar ketiga (Sosiopreneur) merupakan upaya untuk meningkatkan gairah berwirausaha bagi para alumni pesantren.
“Saat ini terdapat banyak alumni pesantren yang berbisnis, namun belum terpetakan dengan baik. Melalui program ini, bagi alumni yang memilih usaha perdagangan misalnya, dapat menjual produk unggulan pesantren,” pungkasnya. (nas)
No comments:
Post a Comment