Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Revisi UU KPK Dinilai 'Slintutan', Ini Jawaban Presiden Jokowi

Saturday, September 14, 2019 | 02:09 WIB Last Updated 2019-09-13T21:40:29Z


JAKARTA (DutaJatim.com) - Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) curiga terhadap upaya revisi Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Selain pembahasannya terkesan dikebut hingga lembur malam dan dini hari, pimpinan KPK sendiri sampai sekarang belum menerima isi draf RUU tersebut. Ada kesan revisi ini dilakukan secara "slintutan" alias sembunyi-sembunyi.

Ketua KPK Agus Rahardjo menegaskan, pihaknya sangat prihatin dengan revisi UU KPK karena hingga saat ini belum mengetahui pasti isi draf RUU KPK tersebut. Agus pun menilai, pembahasan RUU KPK oleh DPR dilakukan secara sembunyi-sembunyi.
"Pembahasannya sembunyi-sembunyi," kata Agus saat konferensi pers di depan Gedung KPK, Jakarta Selatan, Jumat (13/9/2019).

Bahkan Agus mendengar rumor bahwa dalam waktu singkat RUU itu akan disahkan menjadi UU oleh DPR. Hal ini menimbulkan tanda tanya bagi pihaknya. Ada apa dengan revisi UU KPK?

"Dalam waktu cepat akan diketok. Disetujui. Kita betul-betul bertanya-tanya ada kegentingan apa, (RUU-red) buru-buru disahkan," katanya.

Pimpinan KPK bukannya tidak berupaya untuk dapat mengetahui isi draf dari RUU KPK tersebut. Agus mengaku, para pimpinan lembaga rasuah sudah pernah menghadap Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly untuk mendapatkan draf RUU tersebut. Namun tidak diberi. "Kami menghadap Menkumham untuk dapat draf, tapi menteri katakan akan diundang," katanya.

Pihaknya pun diselimuti kekhawatiran mengenai RUU tersebut, yang dinilai dapat melemahkan KPK. "Kami sangat prihatin. Kami jadi menilai apa betul ini ingin melemahkan KPK, ini kekhawatiran kami," tuturnya.

Melihat kondisi itu, kata Agus, pimpinan KPK sepakat menyerahkan sepenuhnya kepada Presiden Jokowi terkait kelanjutan masa depan KPK di sisa-sisa kepemimpinan KPK jilid IV ini. "Kami tunggu perintah. Kami masih dipercaya sampai Desember dan kemudian akan tetap operasional seperti biasa. Kami tunggu itu dan kami tunggu undangan Presiden mengenai hal itu. Semoga Presiden segera ambil langkah penyelamatan," katanya.

Intinya pimpinan KPK menyerahkan tanggung jawab pengelolaan KPK kepada Presiden Jokowi. "Sudah kami pertimbangkan keadaan semakin genting. Kami pimpinan dengan berat hati,  menyerahkan tanggung jawab pengelolaan KPK kepada Presiden Republik Indonesia, kami menunggu perintah apakah kami masih dipercaya sampai Desember, kami menunggu perintah itu," kata Agus didampingi pimpinan KPK Laode Syarief dan Saut Situmorang. Namun Saut mengaku hadir dengan kapasitasnya bukan sebagai pimpinan KPK karena sudah mengundurkan diri. Hadir pula seluruh pegawai KPK. 

Sikap Presiden Jokowi

Sebelumnya Presiden Jokowi sendiri diketahui langsung menyetujui usulan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau UU KPK dengan mengirimkan surat presiden (supres) ke DPR. Padahal, pemerintah mempunyai waktu selama 60 hari untuk mempertimbangkan usulan revisi UU lembaga antirasuah tersebut. Hal ini pun sempat menimbulkan kecurigaan.

Menurut Jokowi, cepatnya penerbitan supres itu karena pemerintah hanya menyoroti 4-5 poin dalam draft revisi UU KPK tersebut. Pemerintah juga langsung menyusun Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) dalam Rancangan UU KPK.

"DIM-nya kan hanya 4-5 isu. Cepat kok. Tapi ya itu, kalau sudah di sana, urusannya di sana," ujar Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (13/9/2019).

Jokowi tak ingin berkomentar banyak soal DPR yang tengah membahas RUU KPK itu, karena setiap lembaga mempunyai kewenangannya masing-masing. "Jangan ditanyakan ke saya. Setiap lembaga memiliki kewenangan sendiri-sendiri," ujarnya.

Kepala Negara juga enggan menanggapi ihwal masa periode DPR 2014-2019 yang akan segera berakhir. Padahal, para wakil rakyat tengah membahas RUU KPK tersebut. Ia pun langsung meminta awak media mempertanyakan hal itu ke Komisi III DPR RI.

"Itu sudah urusan DPR. Kok tanyanya ke saya. Kita harus tahu ketatanegaraan kita, setiap lembaga kan memiliki kewenangan. Pertanyaan itu ke DPR," ujarnya.

Presiden Jokowi juga menggelar jumpa pers untuk menjelaskan sikapnya soal revisi UU KPK. Ada poin-poin yang disetujui dan ditolak oleh Jokowi.

Awalnya, Jokowi menegaskan bahwa revisi UU KPK adalah RUU usulan DPR. Tugas pemerintah kemudian adalah meresponnya dengan menyiapkan daftar isian masalah (DIM) dan menugaskan menteri untuk pembahasan.

Tapi, menurut Jokowi, UU KPK tetap perlu direvisi secara terbatas. Jokowi meyakinkan bahwa KPK tetap akan jadi lembaga sentral dalam pemberantasan korupsi serta tetap lebih kuat dari lembaga lainnya.
Dia awalnya menyampaikan hal-hal yang tidak disetujui dari revisi UU KPK. Ada 4 poin yang dikemukakan.

"Saya tidak setuju terhadap beberapa substansi inisiatif DPR dalam RUU KPK yang berpotensi mengurangi efektivitas tugas KPK," kata Jokowi dalam jumpa pers di Istana Negara, Jakarta Pusat, Jumat (13/9/2019).

Berikut 4 poin yang disampaikan Jokowi:

1. Saya tidak setuju jika KPK harus meminta izin dari pihak eksternal untuk melakukan penyadapan, misalnya izin ke pengadilan, tidak. KPK cukup meminta izin internal dewan pengawas untuk menjaga kerahasiaan.

2. Saya tidak setuju penyelidik dan penyidik KPK hanya berasal dari kepolisian dan kejaksaan saja. Penyelidik dan penyidik KPK bisa juga berasal dari unsur ASN, dari pegawai KPK, maupun instansi lainnya, tentu saja harus melalui prosedur rekrutmen yang benar.

3. Saya juga tidak setuju bahwa KPK wajib berkoordinasi dengan Kejagung dalam penuntutan. Karena sistem penuntutan yang berjalan saat ini sudah baik, sehingga tidak perlu diubah lagi.

4. Saya juga tidak setuju perihal pengelolaan LHKPN yang dikeluarkan dari KPK, diberikan kepada kementerian atau lembaga lain. Saya minta LHKPN tetap diurus oleh KPK sebagaimana yang telah berjalan selama ini.

Berikut poin-poin revisi UU KPK yang disetujui Jokowi:

- Dewan Pengawas

Jokowi setuju adanya Dewan Pengawas KPK yang dipilih oleh presiden. Dia menjanjikan dewan pengawas tidak diisi politisi, melainkan akademisi dan pegiat antikorupsi.

- Kewenangan SP3

Jokowi menilai kewenangan KPK untuk menghentikan kasus lewat SP3 diperlukan. Meski demikian, Jokowi ingin batas kewenangan SP3 yang direvisi UU KPK diatur 1 tahun ditingkatkan jadi 2 tahun.

- Status ASN Pegawai KPK

Jokowi setuju pegawai KPK berstatus ASN. Dia menekankan agar penyelidik dan penyidik KPK yang ada saat ini masih tetap menjabat dan mengikuti proses transisi menjadi ASN.

"Intinya, KPK harus tetap memegang peran sentral dalam pemberantasan korupsi. Karena itu, KPK harus didukung dengan kewenangan dan kekuatan yang memadai dan harus lebih kuat dibanding dengan lembaga lain dalam pemberantasan korupsi," ungkapnya.

Jokowi ingin revisi UU KPK dibahas secara objektif dan tanpa prasangka. Dia menegaskan tidak berkompromi dengan pemberantasan korupsi.

"Saya berharap semua pihak bisa membicarakan isu-isu ini dengan jernih, dengan objektif, tanpa prasangka-prasangka yang berlebihan. Saya tidak ada kompromi dalam pemberantasan korupsi karena korupsi musuh kita bersama. Dan saya ingin KPK memiliki peran sentral dalam pemberantasan korupsi di negara kita, yang mempunyai kewenangan lebih kuat dibandingkan lembaga lain dalam pemberantasan korupsi," ucap Jokowi.

Polisi Kejar Perusuh

Sementara itu, kisruh revisi UU KPK diwarnai aksi demonstrasi. Bahkan aksi unjuk rasa diwarnai kericuhan di depan Gedung KPK Jumat kemarin.

Kapolres Metro Jakarta Selatan, Kombes Bastoni Purnama menyebut pihaknya akan memburu oknum-oknum perusuh yang terlibat bentrok di depan Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Bastoni menjelaskan, pemburuan itu akan dilakukan melalui barang bukti berupa pengecakan video CCTV atau kemera pemantau yang ada di Gedung KPK.

"Nanti akan kita lihat baik dokumentasi atau foto video pelakunya akan kita identifikasi kemudian bukti lainnya akan kita kumpulkan kalau ada barang yang rusak atau dibakar nanti kita kumpulkan buktinya," kata Bastoni di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Jumat (13/9/2019).

Menurut Bastoni, bentrokan itu terjadi lantaran adanya kesalahpahaman antara pendemo dengan para pegawai lembaga antirasuah.  "Jadi rekan sekalian ada sedikit kesalahpahaman antara kelompok yang melakukan unjuk rasa terkait keputusan pansel capim KPK dengan pegawai atau wadah dari KPK," ujar dia.

Namun, Bastoni mengklaim sampai saat ini pihaknya sudah mampu mengendalikan situasi agar tetap aman dan kondusif. "Sekarang situasi kondusif," pungkasnya. (det/hud)

No comments:

Post a Comment

×
Berita Terbaru Update