Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Soal Revisi UU KPK: Cover Tempo dan Jokowi Ingkar Janji

Sunday, September 15, 2019 | 19:14 WIB Last Updated 2019-09-15T12:14:39Z


JAKARTA (DutaJatim.com) - Kritik kepada Presiden Jokowi terus bergulir seiring dengan berprosesnya revisi UU KPK. Hal itu karena Jokowi dinilai menjadi kunci atas disetujuinya revisi UU KPK yang cenderung melemahkan lembaga antirasuah itu.

Salah satu kritik tajam diperlihatkan oleh Majalah Tempo. Prokontra pun heboh di media sosial soal laporan utama Majalah Tempo yang menampilkan ilustrasi Presiden Jokowi tersebut.

"Saya sangat kecewa dgn cover Tempo terbaru. Sah2 aja kalo ⁦@tempodotco bersikap keras thd⁩  ⁦@jokowi soal KPK. Tp mengkritik tak identik dgn melecehkan...Mosok sekelas Tempo ikut2an Obor Rakyat sih..," kata Akhmad Sahal  melalui akun twitter @sahal_AS seperti dilihat Minggu 15 September 2019 malam ini.

ontan  cuitan Akhmad Sahal direspon netizen lain.  Dafi misalnya mengatakan kritik itu biasa. Masih wajar bila dibandingkan dengan zaman Presiden SBY dulu.

"Biasa aja gak inget zaman sby lbh parah demo bawa kerbau dan metro tv lbh tendensius. Anda kmn wktu itu?" katanya.

Netizen lain menimpali bahwa rakyat lebih kecewa lagi terhadap Jokowi. 

Prokontra terlihat di media sosial tapi sebagian besar menganggap cover Tempo biasa alias tidak melecehkan Jokowi. Netizen meminta Presiden Jokowi tidak alergi kritik, apalagi soal KPK yang sudah jadi isu nasional. Bahkan banyak pihak menganggap KPK dimandulkan oleh kekuasaan.

Lebih dari itu tiga pimpinan KPK juga sudah mengembalikan mandat pengelolaan KPK ke Presiden Jokowi. Kinerja KPK terancam berhenti. Bukankah ini tanda-tanda KPK di ujung tanduk?

"Tentunya dengan penyerahan mandat ini, terus masalah hiruk pikuk terkait masalah sebelumnya pemilihan capim KPK, revisi UU KPK dan hal lain, ini membuat pegawai juga terganggu dalam melakukan pekerjaan dan ini tentunya merugikan sekali," kata penyidik senior KPK Novel Baswedan kepada wartawan, Sabtu (14/9/2019).

Novel menyebut proses pemeriksaan saksi/tersangka di KPK memang masih bisa berjalan. Tapi kondisinya menurut Novel tak akan berjalan efektif.

"Pemeriksaan masih bisa berjalan, tapi seefektif apa bisa berlangsung dengan suasana yang seperti ini? Belum lagi isu yang disampaikan bahwa pemerintah dan DPR akan segera menyelesaikan revisi UU di hari Selasa. Ini suatu hal yang meresahkan, bayangkan ketika hal yang dibahas itu krusial dan sangat efektif mematahkan kaki KPK. Apakah itu terus bisa dianggap biasa-biasa saja? Terus kita kerja dengan santai, rasanya nggak masuk akal begitu," tegas Novel.

Apa yang terjadi bila KPK serahkan mandat ke Jokowi?

"Kalau sudah ada penyerahan mandat, tentunya pembahasan hal-hal terkait ekspose (perkara) saya nggak tahu itu apakah masih bisa. Tentunya nggak bisa dan ini akan berhenti semua, kerjaan akan berhenti semua. Tapi ini kan baru Jumat (13/9) kemarin (pimpinan menyerahkan mandat, mulai kerja Senin (16/9) lagi. Jadi akan terlihat hari Senin, rasanya nggak akan ada yang bisa berjalan, semuanya akan berhenti,"  katanya. 

Kembalikan Mandat

Pengembalian mandat pengelolaan KPK disampaikan dalam jumpa pers Ketua KPK Agus Rahardjo dan 2 wakil lainnya yakni Laode M Syarif dan Saut Situmorang. Pengembalian mandat ini dilakukan menyikapi kondisi KPK yang berada di ujung tanduk setelah revisi UU KPK dibahas cepat di DPR.

"Kami pimpinan, yang merupakan penanggung jawab tertinggi di KPK, dengan berat hati pada hari ini, Jumat, 13 September 2019, kami menyerahkan tanggung jawab pengelolaan KPK kepada Bapak Presiden RI. Kami menunggu perintah," ujar Agus dalam jumpa pers di gedung KPK, Jumat (13/9).

Pimpinan KPK--kecuali Basaria Pandjaitan dan Alexander Marwata yang tak hadir-- mengaku prihatin dengan kondisi pemberantasan korupsi yang semakin mencemaskan. KPK disebut seperti dikepung dari berbagai sisi.

Khianati Janji Politik

Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia menilai ada tiga aspek yang mendasari kebuntuan KPK. Pertama, pernyataan pimpinan KPK yang menegaskan KPK tidak dilibatkan dalam proses pembentukan RUU KPK.

Kedua, proses pembentukan RUU revisi UU KPK dinilai PSHK sudah bermasalah sejak awal. Selain melanggar Undang-Undang 12/2011 dan Tata Tertib DPR karena prosesnya tidak melalui tahapan perencanaan, penyiapan draf RUU dan naskah akademik dilakukan tertutup tanpa pelibatan publik secara luas.

Ketiga, PSHK mengutip pernyataan pimpinan Ombudsman, Ninik Rahayu, yang menyebut terjadi keanehan dalam poses administrasi pembentukan.

"Untuk merespons kondisi tersebut, PSHK mendorong Presiden Joko Widodo untuk menarik kembali surpres dalam proses pembentukan RUU Revisi UU KPK. Penarikan kembali dapat dilakukan dengan berdasar kepada asas contrarius actus, yaitu asas dalam hukum administrasi negara yang memberikan kewenangan pada pejabat negara untuk membatalkan keputusan yang sudah ditetapkannya. Artinya, Presiden berwenang untuk membatalkan atau menarik kembali surpres yang sudah ditetapkan sebelumnya," kata Direktur Jaringan dan Advokasi PSHK Fajri Nursyamsi.

Sedangkan Indonesia Corruption Watch (ICW) mengkritik keras kesepakatan pemerintah dan DPR terkait revisi UU KPK yang melemahkan KPK. ICW mewanti-wanti Presiden Jokowi.

"Penting untuk dicatat, publik tidak lupa dengan janji menguatkan KPK yang disampaikan oleh Presiden Jokowi dalam Nawacita pada saat kampanye 2014 yang lalu. Jangan sampai justru pemerintahan Jokowi-JK masuk dalam sejarah Republik Indonesia yang membidani kehancuran lembaga antikorupsi Indonesia," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana.

Jokowi-JK memang memiliki sembilan agenda prioritas atau Nawacita yang disampaikan selama kampanye Pilpres 2014. Salah satunya 'Kami akan memperkuat kehadiran negara dalam melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya'.

Hal serupa diungkapkan peneliti Transparency Internasional Indonesia (TII). Jokowi disebut mengkhianati janji politiknya.

Kembali ke soal revisi UU KPK, Alvin turut membela Agus Rahardjo, yang menyerahkan tanggung jawab pengelolaan KPK kepada Jokowi. Menurutnya, kalau memang revisi UU mau memperkuat KPK, seharusnya publik didengarkan dan KPK dilibatkan. 

(gas/det)

No comments:

Post a Comment

×
Berita Terbaru Update