Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tersangka Rasisme di Surabaya, Veronica Koman Dikejar ke Luar Negeri

Wednesday, September 4, 2019 | 14:46 WIB Last Updated 2019-09-04T07:46:15Z

SURABAYA (DutaJatim.com) - Setelah Tri Susanti alias Mbak Susi dan Syamsul Arifin ditetapkan sebagai tersangka kasus rasismme di asrama mahasiswa Papua Surabaya, kini giliran Veronica Koman (VK) bernasib serupa. Perempuan yang dikenal sebagai pendukung Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok ini juga ditetapkan sebagai tersangka kasus provokasi asrama mahasiswa Papua di Surabaya, Jawa Timur. Saat ini polisi bekerja sama dengan Interpol tengah memburu Veronica Koman yang sedang berada di luar negeri. 

"Hasil pemeriksaan saksi enam orang yakni tiga saksi dan tiga saksi ahli, akhirnya VK ditetapkan sebagai tersangka," kata Kapolda Jatim Irjen Luki Hermawan dalam jumpa pers di Mapolda Jatim Jl. A. Yani Surabaya, Rabu (4/9/2019). 

Penetapan tersangka terhadap VK dilakukan setelah polisi melakukan gelar perkara kasus yang memicu aksi demonstrasi anarkis di Papua dan Papua Barat itu. Veronica Koman sebelumnya sudah dipanggil sebagai saksi untuk tersangka kasus rasisme di asrama mahasiswa Papua. Namun Veronica Koman tak memenuhi panggilan polisi tersebut. 

"Setelah mendalami dari media, hasil dari HP dan pengaduan dari masyarakat, VK ini salah satu yang sangat aktif membuat provokasi di dalam maupun di luar negeri untuk menyebarkan hoax dan juga provokasi," kata Irjen Luki.

Terkait insiden di asrama mahasiswa Papua, menurut polisi, Veronica Koman saat kejadian  tidak berada di tempat tersebut namun sebaliknya dia justru aktif melakukan provokasi lewat akun twitter pribadinya @VeronicaKoman. Postingan berita bohong itu disemburkan mulai tanggal 17 dan 18 Agustus 2019. VK memprovokasi dengan seruan memobilisasi massa aksi agar turun ke jalan  di Jayapura tanggal 18 Agustus 2019. 

"Ini ada media juga dan ini pakai bahasa Inggris juga nanti akan ditayangkan. Pada saat kejadian kemarin, yang bersangkutan tidak ada di tempat, tapi di Twitter sangat aktif memberitakan mengajak provokasi di mana ada katakan ada seruan mobilisasi aksi monyet," kata Luki.

Menurut Kapolda, total ada lima postingan Veronica berbau hoaks. Postingan itu sangat provokatif. Bukan hanya di dalam tapi di luar negeri. Misalnya cuitan Veronica di Twitter  soal penangkapan dan penembakan mahasiswa Papua di Surabaya.

"Ada lagi tulisan momen polisi mulai tembak ke dalam, ke asrama Papua, total 23 tembakan termasuk gas air mata, anak-anak tidak makan selama 24 jam haus dan terkurung, disuruh keluar ke lautan massa," kata dia.

Selanjutnya, kata dia, ada lagi postingan 43 mahasiswa Papua ditangkap tanpa alasan yang jelas 5 terluka, 1 kena tembakan gas air mata. "Dan semua kalimat-kalimat itu selalu diterjemahkan dengan bahasa Inggris," katanya.

Atas perbuatannya, menurut Luki, Veronica bakal dijerat dengan pasal berlapis. Di antaranya UU KUHP 160 UU ITE dan lainnya. "Ini banyak sekali, kami putuskan bahwa saudara VK kami tetakan menjadi tersangka, dan ini salah satu yang sangat aktif melakukan provokasi, sehingga membuat keonaran, ini pasalnya berlapis yaitu UU ITE, UU KUHP 160, UU 1 tahun 46,dan UU 40 tahun 2008," kata Luki.

Pendukung Ahok

Saat dikonfirmasi wartawan via telepon Veronica tidak menjawab. Veronica dikenal sebagai aktivis dan pengacara HAM berbasis di Jakarta tapi sangat aktif pula di Papua. Dia menyebarkan kampanye mendukung Papua merdeka. 

Saat kasus Ahok, dia mendukung mantan gubernur DKI Jakarta itu. Dia dilaporkan ke polisi karena saat demo di depan Mako Brimob tempat Ahok dipenjara dinilai menghina Presiden Jokowi.

Kasus pengepungan Asrama Mahasiswa Papua di Surabaya sendiri terjadi pada Agustus lalu. Kala itu, warga dan sejumlah anggota ormas mendapat informasi dari media sosial bahwa Bendera Merah Putih dibuang ke selokan air oleh mahasiswa Papua. Tak lama, Asrama Mahasiswa Papua dikepung. Setibanya massa di asrama, ternyata tidak ada Bendera Merah Putih yang dibuang ke selokan.

Massa seolah tidak puas. Massa tetap mengepung dan meminta para mahasiswa Papua keluar dari asrama. Mahasiswa bergeming. Mereka tidak mau menuruti kemauan massa dan mengurung diri dalam asrama. Kemudian datang aparat keamanan. Para mahasiswa sempat ditembakkan gas air mata saat berada di dalam asrama. Itu dilakukan kepolisian agar para mahasiswa keluar dari asrama dan menjalani pemeriksaan. Saat pengepungan konon ada ujaran rasialisme. Ujaran rasialisme itu memantik aksi protes di sejumlah daerah di Papua dan Papua Barat. Masyarakat meminta agar oknum yang melontarkan ujaran rasialisme diusut tuntas.

Aksi protes tidak hanya berupa unjuk rasa. Di beberapa tempat, misalnya di Sorong, Papua Barat dan Jayapura, Papua, berujung perusakan bangunan komersial dan fasilitas publik. Sejauh ini, polisi telah menetapkan 68 tersangka atas sejumlah perisitwa yang terjadi sejak pertengahan Agustus lalu itu.

Benny Wenda

Selain Veronica Koman, Benny Wenda juga aktif menyebarkan pesan separatisme dan mendesak kemerdekaan Papua. Ia hidup mewah dan nyaman di Inggris sambil memprovokasi perlawanan di Papua melalui saluran internet, menyebarkan berbagai pesan palsu dan hoax, sehingga banyak yang menderita dan meninggal akibat perbuatannya.

Pada tahun 2002, Benny Wenda sudah memulai kariernya sebagai provokator yang mendapat keuntungan dari penderitaan orang lain. Ia menyulut aksi yang kemudian membakar satu warung warga dan membunuh seorang polisi yang sedang berjaga. Menolak diadili, ia kemudian kabur ke Papua Nugini, dan kemudian menikmati suaka politik dari Inggris, dan meneruskan provokasi dari negara tersebut.

Dalam kasus kerusuhan Papua, dia diumumkan sebagai provokator oleh Menteri Politik Hukum dan Kemanan, Wiranto sebagai musuh bersama. Ia dianggap memalsukan berbagai kabar dan menghasut dunia internasional untuk menyalahpahami tindakan aparat keamanan Indonesia terhadap massa di Papua. (det/nas/kcm)

No comments:

Post a Comment

×
Berita Terbaru Update