Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Veronica Koman Ngaku Dikriminalisasi, Diintimidasi, dan Anggap Rekeningnya Wajar

Sunday, September 15, 2019 | 08:13 WIB Last Updated 2019-09-15T01:13:46Z


SURABAYA (DutaJatim.com) - Tersangka kasus penyebaran hoaks dan provokasi rentetan kerusuhan Papua, Veronica Koman, akhirnya bersuara menanggapi perkara yang membelitnya. Dia membantah semua tudungan yang disampaikan Kepolisian Daerah Jawa Timur. Veronica mengaku telah dikriminalisasi. Dijadikan kambing hitam. Untuk mengalihkan ketidakmampuan Pemerintah mengatasi masalah Papua. 

Veronica menyampaikan bantahan itu melalui pers rilis yang disebar di akun Twitternya, @VeronicaKoman, pada Sabtu sore, 14 September 2019.Dilihat Minggu 15 Sepetmber 2019 pagi ini, pers rilis itu juga disebar via akun facebooknya. 
"Saya Veronica Koman, dengan kesadaran penuh, selama ini memilih untuk tidak menanggapi yang dituduhkan oleh polisi lewat media massa," tulisnya membuka pers rilis.

"Hal ini saya lakukan bukan berarti semua yang dituduhkan itu berarti benar, namun karena saya tidak ingin berpartisipasi dalam upaya pengalihan isu dari masalah pokok yang sebenarnya sedang terjadi di Papua," kata pengacara yang khusus menangani hak asasi manusia ini.

Veronica menyebut itu bagian kecil dari intimidasi-intimidasi yang selama ini menyerang warga Papua. Sementara aspirasi ratusan ribu orang Papua dalam beberapa pekan terakhir dinilai Veronica diabaikan oleh pemerintah. Dia menilai pemerintah tidak kompeten menangani masalah Papua.

Berikut poin-poin pernyataan Veronica:

1. Menolak Pembunuhan Karakter

Veronica menganggap penetapan dirinya sebagai tersangka sebagai pembunuhan karakter, baik secara individu maupun pengacara Aliansi Mahasiswa Papua (AMP). "Kepolisian telah menyalahgunakan wewenangnya dan sangat berlebihan dalam upaya mengkriminalisasi saya," katanya.

2. Beasiswa Terganggu karena Intimidasi

Veronica mengakui telat menyampaikan laporan studi ke institusi beasiswa, namun sudah selesai setelah universitas dia kuliah mengirimkan seluruh laporan studi ke institusi beasiswa pada 3 Juni 2019. Veronica mengaku telat melapor karena terganggu oleh pihak KBRI di Australia setelah berbicara soal HAM dan Papua di acara Amnesty International Australia.

"Para staf KBRI tidak hanya datang ke acara tersebut untuk memotret dan merekam guna mengintimidasi pembicara, tapi saya juga dilaporkan ke institusi beasiswa atas tuduhan mendukung separatisme di acara tersebut. Itu juga yang membuat hubungan saya dengan institusi beasiswa saya menjadi dingin."

3. Saldo Rekening Nominalnya Wajar

Veronica juga membantah memiliki rekening dengan saldo uang bernilai besar seperti disampaikan Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur Inspektur Jenderal Polisi Luki Hermawan beberapa waktu lalu. Dia mengakui melakukan penarikan uang sekali di Surabaya pada 1 Desember 2018 dan setelah itu di Papua, namun hanya untuk keperluan akomodasi pribadi, seperti makan dan transportasi.

Veronica menilai pemeriksaan polisi atas rekeningnya tidak ada kaitannya dengan aktivitas warga Papua yang didampinginya. "Bahwa saldo rekening saya dalam batas nominal yang wajar saja sebagai seorang pengacara yang juga kerap melakukan penelitian. Bahwa tentu betul saya menarik uang di Papua ketika saya berkunjung ke Papua, dengan nominal yang sewajarnya untuk kebutuhan sehari-hari."

Namun dalam pers rilisnya, Veronica tak manyinggung soal panggilan pemeriksaan yang dilayangkan polisi kepadanya. Dia tak menulis apakah akan memenuhi panggilan atau tidak. Dia juga tidak menyebutkan tempat dia kini berada, apakah di Australia seperti disampaikan pihak Kepolisian. Dia hanya menuliskan nama dirinya, Veronica Koman, dan tanggal pembuatan rilis, 14 September 2019.

Seperti diberitakan sebelumnya polisi menemukan bukti baru berupa 6 rekening milik Veronica Koman, tersangka dugaan provokasi soal Papua. Dari keenam rekening tersebut, polisi menemukan ada transaksi sejumlah dana di daerah konflik di Papua.

Kapolda Jatim Irjen Pol Luki Hermawan menyatakan, dari hasil pengembangan penyidik kepolisian, selain dua rekening yang ditemukan sebelumnya, penyidik kembali menemukan 6 rekening milik Veronica Koman.  Dari penelusuran keenam rekening tersebut, penyidik menemukan sejumlah transaksi yang mencurigakan. Baik itu soal jumlah dana yang masuk dianggap cukup signifikan, serta sejumlah penarikan dana yang disinyalir ada di daerah konflik di Papua.

"Hasil pengembangan penyidik, kali dapat tambahan 6 rekening dan masih ditelusuri. Ada yang signifikan dana yang masuk, dan ini kami kembangkan terus karena ada penarikan di beberapa wilayah di Surabaya dan beberapa wilayah di Papua, kami akan dalami kami kerjasama dengan Mabes Polri," tegasnya, Jumat (13/9).

Luki menambahkan, sebagai penerima beasiswa dari Indonesia, Veronica selama ini dianggap tidak pernah melaporkan keluar masuknya dana. Dari penelusuran yang dilakukan oleh penyidik, polisi menemukan masuknya dana mencurigakan ke salah satu rekening milik Veronica Koman. Jumlah dana yang masuk tersebut, dianggap tidak wajar oleh polisi, mengingat Veronica merupakan seorang mahasiswa.

"Ada (dana) yang masuk yang cukup besar, sebagai seorang mahasiswa ini kayaknya tidak masuk akal dan itu ada beberapa penarikan di wilayah konflik," tambahnya.

Veronica mengatakan, seharusnya pemerintah serius menyelesaikan permasalahan di Papua, bukan malah menjadikan dirinya sebagai kambing hitam atas konflik di Bumi Cenderawasih.

"Waktu dan energi yang negara ini alokasikan untuk menyampaikan propaganda negatif selalu jauh lebih besar ketimbang yang betul-betul digunakan untuk mengusut dan menyelesaikan pelanggaran HAM yang saat ini terjadi di Papua. Secara terang benderang, kita melihat metode 'shoot the messenger' sedang dilakukan aparat untuk kasus ini. Ketika tidak mampu dan tidak mau mengusut pelanggaran/kejahatan HAM yang ada, maka seranglah saja si penyampai pesan itu," ujarnya.

Veronica mengungkapkan, Papua adalah salah satu wilayah yang paling ditutup di dunia ini. "Dan kembali saya tegaskan, kriminalisasi terhadap saya adalah rangkaian dari upaya negara untuk terus membungkam informasi yang keluar dari Papua," tutupnya.

Veronica Koman ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Jatim karena dianggap telah menyebarkan hoaks dan provokasi dalam kaitannya dengan Papua. Ia pun dijerat dengan undang-undang berlapis, yakni, UU ITE, KUHP pasal 160, UU no 1 tahun 1946 dan UU no 40 tahun 2008.

Dalam kasus insiden di Asrama Mahasiswa Papua sendiri, Polda Jatim juga telah menetapkan Koordinator aksi pengepungan Asrama Mahasiswa Papua di Jalan Kalasan Surabaya, Tri Susanti alias Mak Susi, sebagai tersangka ujaran kebencian dan provokasi dalam insiden tersebut. Susi dijerat pasal 45A ayat (2) Jo pasal 28 ayat (2) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), pasal 160 KUHP, pasal 14 ayat (1) ayat (2) dan pasal 15 UU Nomor 1 tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana.

Selain Susi, Polda Jatim juga telah menetapkan tersangka lain berinisial SA. Dalam kasus ini, ia diduga melakukan tindak diskriminasi ras. Artinya hingga kini total sudah ada tiga tersangka dalam insiden Asrama Mahasiswa Papua, sejak 16 Agustus lalu. (vvn/nas)

No comments:

Post a Comment

×
Berita Terbaru Update