SURABAYA (DutaJatim.com) – Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Nusantara menyayangkan kegaduhan sejumlah mahasiswa dalam acara silaturahmi Forum Komunikasi Pimpinan Daerah di Gedung Negara Grahadi Surabaya, Selasa (8/10) malam. BEM Nusantara juga mengkritik pihak yang mencatut namanya untuk acara itu padahal organisasi mereka tidak menerima undangan dan juga tidak hadir di acara tersebut.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Pusat BEM Nusantara, Lucky Daniel, mengatakan, bahwa BEM Nusantara tidak ikut kelompok yang hadir di Grahadi.
“Kami secara resmi tidak menerima undangan dari pemerintah provinsi Jawa Timur dalam bentuk apapun,” kata Lucky Daniel saat dikonfirmasi Rabu (9/10/2019).
Aliansi BEM Nusantara, lanjut Lucky, tidak pernah berkonsolidasi dan bekerja sama dengan pihak-pihak yang mengatasnamakan aliansi sipil dan kelompok yang hadir di gedung Negara Grahadi Surabaya.
“Kami mengimbau kepada semua pihak untuk jangan semena-mena mencantumkan dan atau memakai nama BEM Nusantara,” tegasnya.
Menurut Lucky, kejadian di gedung Negara Grahadi itu hanya sekelompok mahasiswa dan bukan kelompok BEM Nusantara. Ia mengatakan Unair adalah BEM SI dan bukan BEM Nusantara. “BEM Nusantara akan mengambil tindakan keras jikalau hal ini terulang lagi,” katanya.
Tegang
Saat kegaduhan terjadi Airlangga Pribadi Kusman terlihat tegang. Berulang kali, pengajar di Departemen Politik FISIP Universitas Airlangga (Unair) Surabaya itu terlihat sibuk menenangkan mahasiswa.
Di sisi lain, dia tampak berusaha menjaga mahasiswa dari hujan protes sejumlah tamu undangan yang tak menginginkan siapapun membuat gaduh di Gedung Negara Grahadi.
Pemicunya, mahasiswa menolak jamuan makan malam yang disediakan, dan meminta dengan keras agar bisa langsung berdialog dengan Gubernur Khofifah Indar Parawansa.
Terlebih kegaduhan mahasiswa itu dipertontonkan di hadapan tamu-tamu istimewa Khofifah, di antaranya Kapolda Jatim, Irjen Pol Luki Hermawan dan Pangdam V Brawijaya, Mayjen TNI R Wisnoe Prasetja Boedi.
Usai dialog batal, Airlangga yang menjadi penghubung antara mahasiswa dan Khofifah, menuturkan sebetulnya acara di Grahadi tersebut rutin digelar Forkopimda dan kebetulan malam kemarin giliran gubernur dan acara ditempatkan di Grahadi.
“Terkait silaturahim dengan mahasiswa, sebetulnya memang dari pihak mahasiswa sendiri yang minta dikomunikasikan kepada gubernur melalui saya untuk bisa berdialog, terkait apa yang selama ini mereka serukan dalam aksi,” paparnya.
“Nah, sepertinya ada miskomunikasi, sehingga kami sendiri minta maaf pada gubernur, Bu Khofifah, Pak Kapolda, Pak Pangdam terkait peristiwa ini,” kata dosen yang juga CEO The Initiative Institute itu.
Namun Airlangga menilai, situasi tersebut masih bisa diperbaiki karena persoalannya hanya pada miskomuniaksi yang perlu dikelola lebih baik lagi. “Dalam konteks ini mahasiswa juga harus bisa introspeksi diri,” tandasnya.
Disinggung soal mahasiswa yang menolak jamuan makan malam, Airlangga mencontohkan jika ada orang bertamu lalu disuguhi makanan dan minuman adalah hal yang biasa dan pihak tamu seharusnya menghormati.
“Saya pikir kita memang masih perlu melakukan pembelajaran dalam berpolitik yang santun dan beradab, serta pembelajaran dalam berdemokrasi,” katanya.
Sebaliknya, mahasiswa menolak disebut tidak beradab karena dianggap membuat gaduh di acara tersebut.
“Saya minta maaf karena mengutamakan ini (tuntutan), bukan kita tidak beradab,” kata Zamzam Syahara, salah seorang mahasiswa asal Unair.
“Kita mengutamakan soal tuntutan, dialog, bukan mengutamakan soal makan atau tidak makan. Justru kita sangat berterima kasih Bu Khofifah mengundang kita, karena kita aksi tanggal 26 tuntutannya diterima,” katanya. (dc/bj)
No comments:
Post a Comment