JAKARTA (DutaJatim.com) - Presiden Joko Widodo (Jokowi) secara resmi menyetujui kenaikan iuran Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan per 1 Januari 2020. Persetujuan Kepala Negara itu tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
"Untuk meningkatkan kualitas dan kesinambungan program jaminan kesehatan perlu disesuaikan beberapa ketentuan dalam peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang BPJS Kesehatan," demikian bunyi pertimbangan Presiden dalam Perpres tersebut, seperti dikutip Rabu 30 Oktober 2019.
Seluruh kelas mengalami kenaikan. Bahkan ada yang mencapai dua kali lipat. Misalnya, dalam pasal 29 disebutkan bahwa peserta penerima bantuan iuran (PBI) jaminan kesehatan dan penduduk yang didaftarkan oleh pemerintah daerah yaitu sebesar Rp42 ribu per bulan dari sebelumnya Rp25.500. Ketentuan ini juga berlaku surut pada tanggal 1 Agustus 2019.
Sementara itu, pasal 34 Perpres tersebut, iuran bagi peserta pekerja bukan penerima upah (PBPU) meningkat menjadi Rp42.000 per orang per bulan dari sebelumnya Rp25.500 untuk ruang perawatan kelas III.
Iuran peserta kelas II juga naik menjadi Rp110.000 dari sebelumnya Rp51.000. Sedangkan untuk kelas I naik menjadi Rp160.000 dari sebelumnya Rp80.000. Ketentuan dalam pasal 34 ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2020.
Ketentuan ini ditetapkan pada tanggal 24 Oktober 2019, di Jakarta yang sudah ditandatangani oleh Kementerian Sekretariat Negara dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.
Sebelumnya, rencana kenaikan tarif BPJS Kesehatan sudah menjadi polemik di masyarakat selama beberapa bulan terakhir ini. Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar, misalnya, menilai kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini sebagai langkah yang baik meskipun dihadapkan pada persoalan legalitas. Sebab, besaran iuran yang sesuai perhitungan aktuaria menurutnya dapat mengatasi masalah defisit akut.
Meskipun begitu, kenaikan iuran segmen PBI dan Pekerja Penerima Upah (PPU) yang iurannya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dinilai Timboel bermasalah dari segi hukum. Anggaran untuk membayar selisih kenaikan iuran tersebut menurutnya tidak terdapat dalam APBN 2019.
"Dari segi hukum, Undang-Undang APBN 2019 itu [iuran] PBI senesar Rp23.000, jadi dipertanyakan legalitasnya. Ada 5 bulan pembayaran iuran yang tidak sesuai dengan APBN 2019, sementara APBN perubahan 2019 tidak ada," ujar Timboel Selasa 29 Oktober 2019.
Hal serupa turut terjadi dalam penambahan pasal 33A yang memuat berlakunya perubahan komposisi perhitungan iuran segmen PPU per 1 Oktober 2019. Pembayaran selisih iuran dalam rentang waktu tiga bulan itu menurutnya turut terkendala aspek legalitas.
Meskipun begitu, menurut Timboel, secara keseluruhan pihaknya mengapresiasi terbitnya Perpres 75/2019 tersebut. BPJS Watch memperkirakan akan terdapat dana tambahan mencapai Rp12,7 triliun bagi BPJS Kesehatan pada tahun ini dengan berlakunya Perpres tersebut. (vvn/tmp/bns)
No comments:
Post a Comment