WAYANGAN; Ketua PWNU Jatim KH Marzuki Mustamar di dampingi Wakil Ketua PWNU KH Reza Ahmad Zahid dan Ketua PW Lesbumi NU Jatim Nonot Sukrasmono kepada Dalang Ki Sinarto.
SURABAYA (DutaJatim.com) — Ketua PWNU Jawa Timur, KH Marzuki Mustamar, memberikan apresiasi terhadap pergelaran Wayang Kulit yang digelar dalam rangka Hari Santri 2019. Menampilkan lakon “Sri Mulih”, bersama dalang Ki Sinarto, Selasa 28 Oktober 2019, mulai pukul 20.00 WIB hingga selesai dinihari Rabu, 29 Oktober 2019.
Acara ini diawali dengan menyanyikan Lagu Kebangsaan “Indonesia Raya” dan “Mars Syubbanul Wathon” alias “Mars Ya Lal Wathon”, yang menunjukkan kecintaan NU pada nilai Kebangsaan atau Nasionalismenya.
Pentas seni wayang kulit ini diselenggarakan Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia (Lesbumi) NU Jawa Timur bekerja sama dengan Dinas Pariwisata dan Budaya Pemprov Jatim. Pergelaran di lapangan parkir timur gedung PWNU Jawa Timur, Jl Masjid Al-Akbar 9 Surabaya, itu disiarkan langsung jaringan televisi BBS-TV.
Dalam pesannya, Kiai Marzuki mengingatkan, dakwah Islam di Indonesia hingga berkembang pesat seperti sekarang tidak lepas dari perjuangan Walisongo. Dalam perjuangan Para Waliyullah itu tidak mengabaikan adanya kultur atau budaya yang berkembangan di tengah-tengah masyarakat.
“Wayang kulit sejak zaman Walisongo telah dikenal sebagai seni yang digemari masyarakat. Karena di situlah, nilai-nilai ajaran Islam itu ditanamkan. Sekaligus, dalam pertunjukan Wayang Kulit yang dipelopori Sunan Kalijaga, menjadikan dakwah Islam bisa diterima dengan mudah oleh masyarakat,” tutur Kiai Marzuki Mustamar.
Selain Kiai Marzuki Mustamar, hadir dalam Pergelaran Wayang Kulit tesebut, KH Reza Ahmad Zahid, Pengasuh Pesantren Mahrusyiyah Lirboyo Kediri, yang juga Wakil Ketua PWNU Jawa Timur. Selain itu, ada Ki Nonot Sukrasmono dan sejumlah pengurus lembaga dan badan otonom di lingkungan PWNU Jawa Timur. Acara dipandu Cak Lupus Arboyo, yang juga aktivis Lesbumi NU Surabaya.
Dalam lakon “Sri Mulih”, dalang Ki Sinarto yang juga Kepala Dinas Pariwisata dan Budaya Pemprov Jawa Timur, merupakan kisah perjalanan seorang tokoh perempuan menunjukkan kemampuan sebagai pribadi di tengah-tengah masyarakat yang terus berubah.
Sri Mulih mampu berjuang untuk memimpin di tengah masyarakatnya yang sedang membangun, dan membawa perubahan-perubahan ke arah perbaikan. Sehingga, menjadikan negeri yang “Tata tenterem kerta raharjo”, “gemar ripah loh jinawi” bisa dirasakan rakyat dan masyarakat secara luas.
Ki Sinarto menghadirkan gaya wayangan gagrag Surakarta, dan tetap memegang teguh pakem, tata cara permainan khas wayang kulit yang telah dikenal masyarakat. Ki Dalang kelahiran Lamongan ini, tetap menghormati tata aturan yang berlaku bagi kesenian rakyat yang digemari sejak dulu hingga kini tersebut.(ari)
Acara ini diawali dengan menyanyikan Lagu Kebangsaan “Indonesia Raya” dan “Mars Syubbanul Wathon” alias “Mars Ya Lal Wathon”, yang menunjukkan kecintaan NU pada nilai Kebangsaan atau Nasionalismenya.
Pentas seni wayang kulit ini diselenggarakan Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia (Lesbumi) NU Jawa Timur bekerja sama dengan Dinas Pariwisata dan Budaya Pemprov Jatim. Pergelaran di lapangan parkir timur gedung PWNU Jawa Timur, Jl Masjid Al-Akbar 9 Surabaya, itu disiarkan langsung jaringan televisi BBS-TV.
Dalam pesannya, Kiai Marzuki mengingatkan, dakwah Islam di Indonesia hingga berkembang pesat seperti sekarang tidak lepas dari perjuangan Walisongo. Dalam perjuangan Para Waliyullah itu tidak mengabaikan adanya kultur atau budaya yang berkembangan di tengah-tengah masyarakat.
“Wayang kulit sejak zaman Walisongo telah dikenal sebagai seni yang digemari masyarakat. Karena di situlah, nilai-nilai ajaran Islam itu ditanamkan. Sekaligus, dalam pertunjukan Wayang Kulit yang dipelopori Sunan Kalijaga, menjadikan dakwah Islam bisa diterima dengan mudah oleh masyarakat,” tutur Kiai Marzuki Mustamar.
Selain Kiai Marzuki Mustamar, hadir dalam Pergelaran Wayang Kulit tesebut, KH Reza Ahmad Zahid, Pengasuh Pesantren Mahrusyiyah Lirboyo Kediri, yang juga Wakil Ketua PWNU Jawa Timur. Selain itu, ada Ki Nonot Sukrasmono dan sejumlah pengurus lembaga dan badan otonom di lingkungan PWNU Jawa Timur. Acara dipandu Cak Lupus Arboyo, yang juga aktivis Lesbumi NU Surabaya.
Dalam lakon “Sri Mulih”, dalang Ki Sinarto yang juga Kepala Dinas Pariwisata dan Budaya Pemprov Jawa Timur, merupakan kisah perjalanan seorang tokoh perempuan menunjukkan kemampuan sebagai pribadi di tengah-tengah masyarakat yang terus berubah.
Sri Mulih mampu berjuang untuk memimpin di tengah masyarakatnya yang sedang membangun, dan membawa perubahan-perubahan ke arah perbaikan. Sehingga, menjadikan negeri yang “Tata tenterem kerta raharjo”, “gemar ripah loh jinawi” bisa dirasakan rakyat dan masyarakat secara luas.
Ki Sinarto menghadirkan gaya wayangan gagrag Surakarta, dan tetap memegang teguh pakem, tata cara permainan khas wayang kulit yang telah dikenal masyarakat. Ki Dalang kelahiran Lamongan ini, tetap menghormati tata aturan yang berlaku bagi kesenian rakyat yang digemari sejak dulu hingga kini tersebut.(ari)
No comments:
Post a Comment