Moeldoko
SURABAYA (DutaJatim.com) - Isu buzzer pendukung Presiden Joko Widodo (Jokowi) semakin terungkap. Bahkan warganet semakin ramai membicarakan ulah para pendengung pembela Presiden Joko Widodo tersebut.
Isu itu semakin liar hingga kemudian mengarah ke Istana: Ada "kakak pembina buzzer" di sekitar Jokowi. Isu inilah yang sekarang mengarah kepada Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.
Namun saat ditanya bahwa isu "kakak pembina buzzer" mengarah ke dirinya itu, Moeldoko hanya tertawa saja. Mantan Panglima TNI ini menegaskan bahwa dirinya tak tahu menahu masalah buzzer tersebut.
"Hahahaha..., yang mana lagi? Hahaha... Saya belum pernah baca itu!" kata Moeldoko saat ditemui di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis 3 Oktober 2019.
Moeldoko membantah tuduhan dia menjadi kakak pembina buzzer. Dia juga menepis tudingan sering bertemu dengan para buzzer. Menurutnya, tak ada komando sama sekali dari Kantor Staf Presiden untuk para pendengung tersebut.
"Sebenarnya enggak juga! Yang mana? Aku sendiri punya akun, tapi kadang-kadang kita enggak ngerti, muncul buzzer-buzzer yang aneh-aneh. Jadi apalagi. Saya enggak pernah buka itu," katanya
Moeldoko mengatakan, terus terang dirinya tidak banyak tahu isu yang aneh-aneh itu. Kalau pun tahu biasanya tahunya dari orang lain. Untuk itu, dia menegaskan bahwa tidak ada sama sekali komando dari KSP terhadap mereka.
Apalagi soal kaitannya dengan pendengung di media sosial itu. Dia menegaskan kembali bila KSP tak pernah memunculkan buzzer.
"Oh tidak tidak (ada komando). Sama sekali kita, justru kita KSP itu mengimbau 'udah kita jangan lagi seperti itu'. Beberapa kali saya sudah ngomong kan. Janganlah kita politik yang kita kembangkan itu, kalau saya boleh mengatakan politik kasih sayang. Nah, itu lebih bagus," katanya.
Para Pendengung Hoax
Ulah buzzer ini jadi gunjingan di media sosial. Bahkan Tempo.co menurunkan laporan antara lain berjudul "Saatnya Menertibkan Buzzer", yang dinilai sudah kebablasan.Jokowi harus mengendalikan pendengungnya, yang makin lama makin ngawur. Berpotensi merusak demokrasi negeri ini.https://t.co/jGKsHpp9Rl— TEMPO.CO (@tempodotco) October 1, 2019
Dalam laporan itu disebutkan, tingkah buzzer pendukung Presiden Joko Widodo makin lama makin membahayakan demokrasi di negeri ini. Berbagai kabar bohong mereka sebarkan dan gaungkan di media sosial untuk mempengaruhi opini dan sikap publik. Para pendengung menjadi bagian dari kepentingan politik jangka pendek: mengamankan kebijakan pemerintah.
Para pendengung itulah yang pertama kali menyebarkan kabar tentang ambulans berlogo pemerintah DKI Jakarta yang berisi batu saat unjuk rasa pelajar sekolah menengah atas pekan lalu. Terekam oleh Drone Emprit, aplikasi pemantau percakapan di dunia maya, cuitan mereka itu lebih cepat beberapa jam dibanding akun resmi TMC Polda Metro Jaya. Sebagian di antaranya mengolok-olok Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, yang mereka perangi sejak pemilihan Gubernur DKI 2017. Belakangan, polisi menyatakan kabar itu tidak benar.
Dalam kasus seleksi calon pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi dan revisi Undang-Undang KPK, para pendengung juga menyebarkan agitasi bahwa lembaga itu dikuasai kelompok agama garis keras yang mereka sebut Taliban. Mereka menyebut Novel Baswedan, penyidik yang dikenal gigih mengusut pelbagai kasus korupsi jumbo, sebagai antek khilafah. Ketika timbul dukungan kepada KPK, mereka menyerang para pendukung itu dengan memberi mereka label pendukung khilafah.
Sesungguhnya, para buzzer ini adalah produk gagal dari era kebebasan berpendapat. Memanfaatkan kemampuan menulis-sebagian di antara buzzer Jokowi adalah bekas wartawan-dan fanatisme pembacanya, mereka mengemas kabar bohong sedemikian rupa sehingga terlihat benar. Kadang disertakan pula bumbu "berdasarkan sumber intelijen".
Diterpa arus informasi yang masif dari para pendengung yang saling menggaungkan pesan, para pendukung Jokowi yang tidak melakukan verifikasi ikut-ikutan mendukung sikap tersebut dan menghujat mereka yang berbeda pandangan.
Para pendengung agaknya punya hubungan kuat dengan penguasa dan aparat negara. Mereka bisa dengan mudah mendapatkan profil pihak yang dianggap sebagai lawan, seperti kartu tanda penduduk, nomor telepon, bahkan jenis telepon seluler yang digunakan. Dukungan pemerintah kepada buzzer pun terlihat dengan pemberangusan akun-akun yang punya sikap berbeda, yang dituding menyebarkan kabar bohong. Kolaborasi para buzzer dengan aparat negara ini pada akhirnya memperkuat kartel kekuasaan yang memberangus kebebasan berpendapat dan berbicara.
Presiden Jokowi harus segera menertibkan para buzzer yang sulit dipercaya keberadaannya tidak Presiden ketahui jika bukan dia kendalikan. Tanpa mereka pun, Jokowi sebenarnya tak perlu khawatir terhadap berbagai serangan di media sosial.
Ninoy Karundeng, Buzzer Jokowi yang Dipukuli Seseorang Pernah Dilaporkan Polisi & Kebal Hukumhttps://t.co/9jZsoFSl4M— Indonesia Today (@idtodaydotco) October 2, 2019
Meraih dukungan 55,5 persen suara pada pemilihan umum lalu, Jokowi punya pengikut setia yang sebenarnya siap membelanya di media sosial. Seandainya kinerja Jokowi dalam lima tahun ke depan meningkat, terutama di berbagai bidang yang selama ini masih berponten merah, para pemilih niscaya akan terus membela Presiden.
Pada era digital ini, tak salah jika seorang pejabat negara memiliki pasukan khusus di dunia maya untuk membantu pemenangan atau mempromosikan keberhasilan. Tapi, ketika pejabat negara membiarkan pendengungnya bertindak kelewat batas, sudah selayaknya kita mempertanyakan autentisitas kepemimpinannya.
Kebal Hukum?
Tulisan di Tempo.co dan pernyataan Moeldoko di media massa banyak dikomentari warganet. Mereka sepertinya sudah menduga bahwa Jokowi memiliki buzzer yang baru terungkap. Yang aneh, para buzzer penyebar hoax itu seakan kebal hukum sehingga bila dibiarkan akan mencoreng reputasi Presiden Jokowi. "Sangat setuju ditertibkan. Saya kok malah curiga, jangan-jangan para buzzer ini sejatinya memang ingin membuat citra Jokowi jelek," kata Sartono, warga Jakarta, pendukung Jokowi, Jumat pagi tadi.Tegas, jelas dan terang menderang.— Jhon Black (@Jhonkosmik) October 3, 2019
Sebuah pengakuan bahwa Jokowi punya buzzer.#TerimaKasihMoeldoko
Moeldoko Minta Buzzer Jokowi Tak Emosional dan Tak Menyerang - https://t.co/bCiTrazyOz https://t.co/bvFqyJr5hE
Saat ini beredar di media sosial dan aplikasi perpesanan, pegiat medsos Ninoy Karundeng diinterogasi oleh sejumlah orang. Wajahnya tampak lebam. Banyak yang mempertanyakan keberadaan Ninoy. Tak ada yang bisa menjawab. Muncul dugaan dia diculik. Namun kemudian dia dibebaskan.
Selanjutnya jajaran Polda Metro Jaya meringkus 2 orang pelaku yang diduga menculik dan menganiaya pegiat media sosial, Ninoy Karundeng. Keduanya yakni berinisial RF dan S. Mereka ditangkap di wilayah Jakarta pada Rabu (2/10) malam.
“Setelah kita penyelidikan dan tim bergerak dari Polda Metro Jaya dan tadi malam kita amankan 2 pelaku yang diduga pelaku itu inisial RF dan S,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Argo Yuwono di Polda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (3/10).
Namun, Argo tak merinci lokasi penangkapan. Begitu pula dengan peran keduanya. Dia hanya memastikan bahwa salah satu yang diamankan adalah anggota organisasi masyarakat (ormas). Hanya saja Argo enggan membeberkannya. “Salah satu (ormas). Kan belum selesai pemeriksaan, ya bertahap,” jelasnya.
Selanjutnya jajaran Polda Metro Jaya meringkus 2 orang pelaku yang diduga menculik dan menganiaya pegiat media sosial, Ninoy Karundeng. Keduanya yakni berinisial RF dan S. Mereka ditangkap di wilayah Jakarta pada Rabu (2/10) malam.
“Setelah kita penyelidikan dan tim bergerak dari Polda Metro Jaya dan tadi malam kita amankan 2 pelaku yang diduga pelaku itu inisial RF dan S,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Argo Yuwono di Polda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (3/10).
Namun, Argo tak merinci lokasi penangkapan. Begitu pula dengan peran keduanya. Dia hanya memastikan bahwa salah satu yang diamankan adalah anggota organisasi masyarakat (ormas). Hanya saja Argo enggan membeberkannya. “Salah satu (ormas). Kan belum selesai pemeriksaan, ya bertahap,” jelasnya.
(tmp/nas)
Part 1.1— Vendetta Rise (@localhost911___) October 1, 2019
Buzzer Jokowi tercyduk, ngaku dibayar Rp 3,2 juta per bulan untuk memfitnah para Ulama dan umat Islam di medsos !!!@GunRomli Meradang cuy 🤣@this_vid @tvOneNews @karniilyas @ustadtengkuzul @opposite6890 @anonLokal @NdonB4ck @UyokBack @2nd_Change_ @geloraco @rmol_id pic.twitter.com/yOr29EQXwH
No comments:
Post a Comment