JAKARTA (DutaJatim.com) - Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 63 Tahun 2019 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia. Perpres ini salah satunya mengatur bahwa Presiden, Wapres, dan pejabat negara lain wajib berpidato dengan menggunakan bahasa Indonesia baik di dalam atau pun luar negeri.
"Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam pidato resmi Presiden, Wakil Presiden, dan pejabat negara yang lain yang disampaikan di dalam atau di luar negeri,” demikian bunyi Pasal 5 Perpres seperti dikutip dari Setkab.go.id, Rabu (9/10/2019).
Pasal berikutnya mengatur lebih rinci mengenai pidato resmi di dalam negeri dan pidato resmi di luar negeri. Di dalam negeri, Presiden/Wapres dan pejabat lain wajib berbahasa Indonesia baik di forum nasional maupun forum internasional. Sementara itu, aturan mengenai 'pidato resmi di luar negeri' juga mengatur hal yang sama, yakni wajib menggunakan bahasa Indonesia.
Forum internasional di luar negeri yang disebut di Perpres yakni yang diselenggarakan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), organisasi internasional atau negara penerima. “Penyampaian pidato resmi Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dapat disertai dengan atau didampingi oleh penerjemah,” bunyi Pasal 18 Perpres.
Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan, yaitu pada 30 September 2019 oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly. Perpres ini menggantikan Perpres sebelumnya bernomor 16 Tahun 2010 yang diterbitkan di era Presiden SBY. Dengan adanya Perpres 63/2019 yang diteken Jokowi, Perpres era SBY dinyatakan tidak berlaku lagi.
Perpres 63/2019 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia mewajibkan penamaan banyak hal menggunakan bahasa Indonesia. Nama bangunan, sarana transportasi, hingga jalan wajib berbahasa Indonesia.
Bagian Kedua Belas dari Perpres ini mengatur Penamaan Geografi, Bangunan atau Gedung, Jalan, Apartemen atau Permukiman, Perkantoran, Kompleks Perdagangan, Merek Dagang, Lembaga Usaha, Lembaga Pendidikan, Organisasi yang Didirikan atau Dimiliki Warga Negara Indonesia atau Badan Hukum Indonesia.
Berikut ini bunyi aturannya: Pasal 33: ( 1) Bahasa Indonesia wajib digunakan pada nama bangunan atau gedung, apartemen atau permukiman, perkantoran, dan kompleks perdagangan yang didirikan atau dimiliki oleh warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia.
(2) Bangunan atau gedung, apartemen atau permukiman, perkantoran, dan kompleks perdagangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. perhotelan;
b. penginapan;
c. bandar udara;
d. pelabuhan;
e. terminal;
f. stasiun;
g. pabrik;
h. menara;
i. monumen;
j. waduk;
k. bendungan;
l. bendung;
m. terowongan;
n. tempat usaha;
o. tempat pertemuan umum;
p. tempat hiburan;
q. tempat pertunjukan; r. kompleks olahraga;
s. stadion olahraga; t. rumah sakit; u. perumahan;
v. rumah susun; w. kompleks permakaman; dan/atau
x. bangunan atau gedung lain.
(3) Dalam hal bangunan atau gedung, apartemen atau permukiman, perkantoran, dan kompleks perdagangan memiliki nilai sejarah, budaya, adat istiadat, dan/atau keagamaan maka nama geografi dapat menggunakan Bahasa Daerah atau Bahasa Asing. (4) Penggunaan Bahasa Daerah atau Bahasa Asing sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditulis dengan menggunakan aksara latin.
(5) Penggunaan Bahasa Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat disertai dengan aksara daerah.
Perpres 63/2019 ini merupakan aturan lebih lanjut dari UU 24/2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. UU tersebut memang sudah mengatur bahasa Indonesia wajib digunakan untuk nama bangunan hingga jalan, tapi belum ada rinciannya.(*)
No comments:
Post a Comment