JAKARTA (DutaJatim.com) - Ini pelajaran bagi masyarakat tentang politik. Masyarakat yang terlalu memuja tokoh, politisi, atau parpol tertentu secara berlebihan hingga saling bermusuhan, bahkan konflik fisik, saat Pemilu, padahal sesungguhnya semua hanya soal politik. Soal bagi-bagi kekuasaan.
Apakah itu salah? Tidak.
Tidak ada yang salah bila bagi-bagi kekuasaan itu diihtiarkan untuk rakyat. Bukan untuk indivisu atau kepentingan kelompok atau parpol tertentu.
Hari-hari ini terlihat jelas bagaimana politik itu dimainkan. Bagi-bagi kekuasaan.Mulai kursi ketua MPR hingga kursi menteri. Paling gres ketika Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto bertemu Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.
Lalu Prabowo bertemu rivalnya di pilpres, Joko Widodo. Disusul pertemuan dengan tokoh lain hingga Senin 14 Oktober 2019 Prabowo bertemu Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar. Tampak jelas langkah Prabowo untuk memberi sinyal pihaknya bergabung dengan koalisi pendukung Jokowi.
Sebelumnya Partai koalisi Joko Widodo (Jokowi) juga memberikan sinyal untuk menerima Partai Gerindra bergabung. Terkait respons positif ini, Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto menyerahkan keputusan tersebut kepada Jokowi.
"Itu kan hak prerogatif presiden, gitu aja udahlah ada waktunya," ujar Prabowo di DPP PKB, Jl Raden Saleh, Jakarta Pusat, Senin (14/10/2019).
Prabowo mengatakan Gerindra siap memberikan bantuan bila diperlukan Jokowi. Namun, bila tidak bergabung, Prabowo juga berjanji tetap akan membantu.
"Kan berkali-kali saya jawab, kalau memang kita dibutuhkan, diperlukan kita siap kan gitu. Tapi kita di luar pun kita siap membantu," kata Prabowo.
Sinyal kuat disampaikan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar (Cak Imin). Partai Gerindra, kata Cak Imin, akan bergabung ke koalisi pemerintah. Cak Imin mengatakan restu PKB ihwal bergabungnya Gerindra ke koalisi tergantung Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan parpol lain.
"(PKB merestui Gerindra bergabung dengan koalisi) tentu tergantung Presiden, tergantung semuanya," kata Cak Imin usai bertemu Ketum Gerindra Prabowo Subianto di kantor DPP PKB, Jalan Raden Saleh, Senen, Jakarta Pusat, Senin (14/10/2019).
Cak Imin mengatakan Prabowo siap mendukung roda pemerintah Jokowi di periode kedua, baik di dalam kabinet maupun di luar. Inti pertemuannya dengan Prabowo mengenai persatuan bangsa untuk pembangunan Indonesia ke depannya.
"Pak Prabowo menyampaikan tadi bahwa beliau siap menopang, mendukung, menyukseskan pemerintahan, baik di kabinet maupun di luar kabinet. Tapi kita intinya yang penting sekarang persatuan, kebersamaan, sinergi, untuk suksesnya pembangunan," ujarnya.
Dalam pertemuannya dengan Prabowo, kata Cak Imin, tidak ada kesepakatan khusus. Cak Imin berdalih kesepakatan partainya dengan Gerindra untuk kerja sama di parlemen dan pembangunan nasional.
"Secara umum kesepakatan kerja sama di legislatif dan berbagai bidang untuk percepatan pembangunan nasional," ucap Cak Imin.
Ketika ditanyakan apakah kursi PKB terancam jika Gerindra bergabung dengan koalisi pemerintah, Cak Imin membuat analogi dalam salat. Dia menyebut Gerindra sebagai 'makmum masbuk'. Makmum masbuk sendiri berarti makmum yang datang terlambat pada saat salat berjemaah sudah berjalan.
"Ya kan istilah salat itu, kalau salat, ada imam, ada makmum. Lah makmum yang datang di belakang kan namanya makmum masbuk, nah," pungkas Cak Imin.
Bagaimana Nasib Oposisi?
Bila benar Gerindra masuk barisan koalisi pro-Jokowi, tentu tidak seimbang negara ini dalam konteks demokrasi. Tidak masalah bila ketidakseimbangan itu dikendalikan oleh pemegang kekuasaan yang amanah untuk kemajuan rakyatnya. Karena itu, masyarakat berharap agar Presiden Jokowi dan jajarannya mengemban amanah itu dengan baik dan benar. Mengapa?
Pertama, kontrol pemerintahan menjadi lemah sebab parpol besar menjadi masuk barisan Jokowi. Padahal oposisi sebagai pengontrol kebijakan pemerintah sangat penting. Kritik tajam Gerindra dan parpol oposisi lain yang terkesan "nyinyir" jangan dikira sebagai sebuah "kenyinyiran" belaka. Itulah cara menjaga keseimbangan tadi. Bayangkan bila semua parpol yes-man terhadap kebijakan pemerintah, padahal tidak semua kebijakan itu benar atau pro-rakyat? Sekali lagi, inilah pentingnya oposisi.
Kedua, saat ini yang jelas menjadi oposisi adalah PKS dan ada kemungkinan PAN. PKS diprediksi tidak akan mendapat jatah kursi apa pun di pemerintahan. Sedang PAN masih mungkin mendapat jatah kursi. Tapi bila tidak, dipastikan PAN akan menjadi oposisi bersama PKS. PKS, PAN, dan Gerindra dulu termasuk bagus memainkan peran oposisinya.
Tapi sekarang, barisan ini terancam kehilangan Gerindra dan mungkin PAN. Sebagian pendukung Gerindra dan Prabowo, masih belum bisa move on untuk menerima kebijakan Prabowo yang merapat ke Jokowi. Maklum saja mereka berjuang sangat keras untuk membela Prabowo-Sandi agar menang Pilpres, bukan hanya sekadar mendapat jatah kursi menteri. Sampai sekarang, mereka tetap ingin agar Gerindra, PKS, PAN menjadi oposisi. Menjadi terhormat sebagai penyeimbang.
Dan mengapa kita perlu penyimbang, sebab presiden bukan malaikat. Oposisi diperlukan untuk mengontrol pemerintah bila sewaktu-waktu keliru mengambil kebijakan. Semoga negara ini tetap terjaga keseimbangannya. Amiin. (gas/det)
No comments:
Post a Comment