SURABAYA (DutaJatim.com) - Semburan lumpur di Perumahan Kutisari Utara Surabaya membutuhkan perhatian serius. Semburan lumpur itu merupakan aktivitas bawah tanah dari sumur tua minyak dan gas yang dulu pernah dieksploitasi saat zaman Belanda. Sumur tua migas ini diduga masih aktif produksi sehingga harus ditangani dengan baik agar tidak membahayakan warga.
Karena itu Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Jawa Timur (Jatim) bersama Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jatim serta Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Jatim memasang separator (pemisah) di lokasi semburan lumpur itu. Tujuannya untuk memisahkan antara air, minyak, dan gas.
"Kita juga bikin penampungan sementara," kata Kepala Dinas ESDM Jatim, Setiajit, kepada wartawan di Surabaya, Rabu (9/10/2019).
Dinas BPBD siap membantu memasang separator itu tapi membutuhkan surat dari Walikota Surabaya Tri Rismaharini sebab kejadian semburan lumpur ini membutuhkan penanganan darurat yang harus cepat ditanggulangi. "Setelah ada surat Bu Risma BPBD bersama IAGI akan membangun separator," katanya.
Pemasangan separator itu, kata Setiajit, sangat bermanfaat bagi warga sekitar, sebab gas yang keluar dari sumur tua itu bisa dimanfaatkan untuk kepentingan warga. Sedangkan minyaknya diserahkan ke Pertamina.
"Nanti dilihat seberapa besar gas yang ada. Kalau airnya dipisahkan, selanjutnya dibuang ke saluran air. Karena air yang mengandung minyak dan gas itu membahayakan, seperti limbah B3," katanya.
Sementara itu, Ketua IAGI Jatim, Handoko Teguh Wibowo, mengatakan, munculnya semburan lumpur mengandung minyak dan gas itu tak bisa dilepaskan dari sejarah masa lampau. Sejarah penemuan sumur migas pertama di Indonesia.
Pada 1888, dia menuturkan, Belanda mengeksplorasi minyak di blok Kuti yang di dalamnya ada rembesan-rembesan minyak dan gas di beberapa titik. Tercatat di referensi, ada sekitar 80-an lubang bor di blok Kuti, yang artinya sangat produktif produksi minyak pada saat itu, lalu pada 1890, Belanda membuat penyulingan minyak di Wonokromo yang merupakan kilang minyak pertama di Indonesia.
"Belanda membuatnya dengan alasan ada jalur distribusi Kalimas, Brantas dan rel kereta api. Begitu produktifnya Kuti, kemudian Belanda memulai eksplorasi di sekitar Kuti. Dari 80 sumur yang terindentifikasi, 34 yang masih eksis, dan yang tak diketahui ada 46 sumur," kata dia.
Dia menduga semburan lumpur di Kutisari merupakan satu lubang bor yang masih eksis, kemudian kepala sumurnya sudah hilang sehingga tak diketahui permukaannya.
"Artinya, masih produksi minyak di Kutisari. Karena itu, kami akan memasang separator di sana," katanya. (ara/nas)
No comments:
Post a Comment