Salah satu warga sakit dirawat di RS Blitar dengan biaya pemerintah.
BLITAR (DutaJatim.com) - Masih banyak warga Jatim yang ingin meninggalkan Papua karena Bumi Cenderawasih belum aman. Misalnya lima warga Blitar yang akhirnya eksodus dari Wamena sebab situasi di daerah itu tidak aman. Mereka tidak bisa bekerja di Wamewa lagi sehingga tidak mendapatkan penghasilan.
Lima warga Blitar itu adalah Yudi Prasetyo warga Dusun Sumberagung, Desa Gledug, Kecamatan Sanankulon Kabupaten Blitar, Edi Handoko warga Jalan Kali Abat Kelurahan Tanjungsari, Kecamatan Sukorejo Kota Blitar. Lalu Siswo Daroeni warga Dusun Sumberagung, Desa Gledug Kecamatan Sanankulon, Endang warga Dusun Sumberagung Desa Gledug, Kecamatan Sanankulon Kabupaten Blitar, dan Samsudin, warga Dusun Sumberagung, Desa Gledug, Kecamatan Sanankulon, Kabupaten Blitar.
Edi Handoko menjelaskan, mereka di Wamena bekerja di bengkel ketok magic. Tapi karena rusuh berdarah beberapa hari lalu mereka memilih pulang ke Jawa Timur menggunakan biaya sendiri sebab takut bila menunggu dipulangkan oleh Pemerintah melalui pesawat Hercules terlalu lama sementara situasinya tidak aman.
"Harus cepat pulang. Kami pakai pesawat Lion Air bayar sendiri. Biayanya Rp 1 juta per orang. Soalnya disana gak aman dan gak bisa kerja," katanya saat diterima Pemkab Blitar di Pendopo Kanigoro, Rabu (9/10/2019).
Mereka dijemput Dinas Sosial Pemkab Blitar di Bandara Juanda. Selanjutnya, mereka diterima di Pendopo Pemkab di Kanigoro. Satu di antaranya, Endang menderita sakit sehingga akan dirujuk ke RSUD Ngudi Waluyo Wlingi.
"Dinsos yang menjemput. Karena ada satu sakit, saya minta langsung dirawat di RSUD Ngudi Waluyo Wlingi, tentu dengan zero biaya," kata Bupati Blitar Rijanto.
Sedangkan empat lain diantar menuju rumah mereka masing-masing. Pemkab Blitar juga terus memantau gelombang eksodus warga Blitar dari Wamena selanjutnya, dan akan melakukan penanganan maksimal jika mereka tiba di Bandara Juanda.
Sebelumnya banyak warga Blitar pulang dari Wamena. Namun mereka dipulangkan oleh Pemerintah dan tiba di Bandara Abdul Rachman Saleh Malang. Mereka bercerita tentang situasi di Wamena yang kondisinya memilukan.
Widodo (49) misalnya. Warga Blitar ini satu keluarga dari 120 pengungsi yang pulang diangkut pesawat Hercules A-1350 ke Lanud Abdul Rachman Saleh. Widodo sejak tahun 1970 hidup di Papua. Saat masih kecil tumbuh besar di Papua hingga menikahi warga Banyuwangi dan dikaruniai empat anak. Di sana Widodo bekerja sebagai driver hingga memiliki rumah-toko (ruko), beserta kontrakan di kawasan Pikie, Wamena, atau berdekatan dengan Jalan Trans Papua.
Peristiwa yang terjadi membuatnya ingin kembali ke tempat asal orang tuanya, yakni Blitar. Dia bersama keluarga belum memikirkan untuk kembali ke Wamena. "Istri saya orang Banyuwangi. Saya punya empat anak dan semua selamat meski rumah kami habis dibakar. Bukan hanya itu, satu mobil dan 10 motor yang sebagian milik orang kontrak juga dibakar," tuturnya, Selasa (2/10/2019) lalu.
Dia mengatakan, pagi itu sekitar pukul 09.00 waktu Papua, sekelompok orang berdatangan dan langsung mengamuk mencari para pendatang. Siapa pun pendatang dilukai. Bahkan dibunuh. Tempat tinggalnya dibakar habis sampai rata dengan tanah.
"Banyak korban orang pendatang, kami salah satu sasarannya. Makanya rumah kami dibakar. Beruntung, kami bisa selamat saat itu," katanya.
Dia bersama 120 pengungsi Wamena diterbangkan ke Lanud Abdul Rachman Saleh menggunakan pesawat Hercules A-1350 dari Jayapura. Mereka terdiri atas 105 orang dewasa dan 15 anak-anak. (ara/det)
No comments:
Post a Comment