JAKARTA (DutaJatim.com) - BPJS Kesehatan mengumumkan daftar iuran yang dipastikan naik per 1 Januari 2020. Kenaikan itu meliputi:
1. PBI pusat dan daerah Rp 42.000 dari Rp 23.000 per bulan per jiwa.
2. Kelas I menjadi Rp 160.000 dari Rp 80.000 per bulan per jiwa.
3. Kelas II menjadi Rp 110.000 dari Rp 51.000 per bulan per jiwa.
4. Kelas III menjadi Rp 42.000 dari Rp 25.500 per bulan per jiwa.
Kenaikan ini dinilai memberatkan masyarakat khususnya golongan menengah ke bawah. Karena itu pula banyak peserta BPJS dari golongan ini menunggak pembayaran iuran. Yang menarik, bersamaan dengan rencana kenaikan iuran itu, juga disertai ancaman hukuman bagi yang menunggak bayar iuran.
Sanksi ini tujuannya untuk meningkatkan kolebilitas dan kepatuhan peserta BPJS Kesehatan membayar iuran.
Kepala BPJS Kesehatan Fachmi Idris mengatakan Presiden Joko Widodo saat ini sedang merencanakan pembuatan Instruksi Presiden soal sanksi publik yang akan diberikan kepada mereka yang menunggak. Instruksi tersebut tengah dipertimbangkan ketetapannya di Kementerian Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK).
"Yang nunggak tak bisa urus SIM, tak bisa urus paspor dan kredit bank. Tapi itu selama ini hanya menjadi tekstual tapi eksekusinya belum seperti itu. Kenapa? Karena di peraturan publik itu tidak ada di BPJS tapi lembaga lain," katanya saat dijumpai pada Forum Merdeka Barat Kementerian Kominfo, Jakarta Pusat, Senin (7/10/2019).
Fachmi berharap masyarakat mengerti dan memahami situasi yang dialami oleh BPJS Kesehatan saat ini. Tentu saja instruksi tersebut menurutnya tidak bertujuan menyulitkan masyarakat.
"Instruksi ini sebenarnya simpel. Kita tidak usah melakukan pendekatan hukum atau apa, lebih ke sistem aja jadi nanti master data dari BPJS diintegrasikan di kepolisisan, imigrasi, perbankan, sehingga setiap akan melakukan pelayanan publik dilihat 'oh ini nggak bisa bu karena di sini Anda belum bayar iuran'. Nah itu yang kita tunggu dari Inpres ini," katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Kemenkes, Kalsum Komaryani, menambahkan, 'hukuman' kepada penunggak iuran BPJS Kesehatan sebelumnya sudah dibahas dan disusun di 14 Peraturan Presiden tentang jaminan kesehatan soal pengenaan sanksi administratif.
"PP ini memang sedang digodok. Tujuannnya untuk mengoptimalkan lagi jumlah cakupan JKN dan juga memaksa kolektibilitas iuran agar terjaga," katanya.
Dia juga mengatakan masyarakat tidak perlu resah dengan kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan.
"Kekhawatiran itu tidak pas. Ini perlu diluruskan sebab kekhawatiran masyarakat miskin dan tidak mampu itu tidak perlu sebab pemerintah pusat dan daerah sudah menjamin pembiayaan kesehatan di 131 juta masyarakat," kata Kalsum Komaryani.
Tidak hanya keluarga miskin saja tapi 40 persen dari masyarakat berpenghasilan rendah juga ditalangi pemerintah
Kalsum berharap penyesuaian iuran tidak dipandang sebagai hal negatif oleh masyarakat sebab kenaikan akan berdampak pada pelayaan kesehatan secara keseluruhan. Kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini adalah bagian dari kendali mutu dan kendali biaya.
"Kekhawatiran ini tidak usah dibesar-besarkan. Kami sedang upayakan ketepatan peserta. Cleansing datanya juga terus dilakukan agar masyarakat yang berhak menerima akan dibayari. Penyesuaian iuran ini diharapkan akan meningkatkan mutu fasilitas kesehatan karena tidak adanya gangguan cashflow dari JKN," katanya. (det/wis)
No comments:
Post a Comment