SURABAYA (DutaJatim.com) - "Itulah kenapa menteri agama seharusnya dari NU atau Muhammadiyah...!"
Seorang teman Nahdliyyin mengomentari pernyataan Menag Fachrul Razi soal wacana pelarangan cadar di instansi pemerintah. Bukan hanya cadar, Menag juga menyinggung soal celana cingkrang.
Teman tadi menganggap Fachrul gagal paham soal radikalisme yang akar masalahnya lebih pada ideologi. Ideologi yang disuka oleh orang-orang yang termiskinkan dan merasakan dampak dari ketidakadilan dalam bernegara.
Namun, bagi saya, biarkan saja Menag berwacana. Toh dia tidak melarang. Mungkin biar ada semacam gebrakan, sebab Fachrul perlu juga menunjukkan eksistensinya sebagai menag yang sempat diragukan, khususnya oleh kalangan NU.
"Menag kan perlu sensasi juga bro! Masak Nikita Mirzani saja yang sensasional!"
Saya bercanda kepada teman yang baper tadi.
"Menteri kok sensasi. Kalo mantri boleh..!" Si teman sewot.
"Kampus saja udah cabut larangan cadar. Biar gak bikin gaduh." Dia melanjutkan,"Ini kemunduran, Fren!"
Ya, sangat mungkin ini kemunduran. Sejumlah kampus Islam pernah melarang pemakaian cadar. Tapi kemudian larangan itu dicabut.
Misalnya Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta mencabut aturan terkait larangan penggunaan cadar bagi mahasiswinya di lingkungan kampus sesuai surat bernomor B-1679/Un.02/R/AK.00.3/03/ 2018. Surat yang dikategorikan bersifat penting itu tertanggal 10 Maret 2018.
Rektor UIN Sunan Kalijaga Yudian Wahyudi membenarkan hal itu saat dikonfirmasi CNNINdonesia.com. Surat itu terkait pencabutan surat tentang pembinaan mahasiswi bercadar.
Lalu apa salahnya seseorang bercadar?
Tidak ada yang salah. Itu hak warga untuk menutupi aurat. Bila soal agama, itu lebih lagi menyangkut keyakinan yang dijamin oleh konstitusi. Sampai kemudian isu radikalime merebak. Terorisme mewabah di dunia. Termasuk di Indonesia.
Secara kebetulan, sebagian pelakunya bercadar. Jumlahnya sangat amat sedikit tapi di-gebyah uyah alias digeneralisasi seakan semua muslim bercadar kaum radikal.
Stereotipe ini datang dari Barat. Di sana Muslimah bercadar sering di-bully. Malah ada yang dianiaya. Bahkan yang berjilbab pun kena sasaran yang sama.
Angin Barat berhembus ke Timur. Lalu masuk juga ke Indonesia. Bahkan menjadi badai, ketika isu cadar membuat hubungan antarumat jadi tidak harmonis. Saling curiga. Bisik-bisik. Hal ini bisa jadi bom waktu. Bisa jadi teror itu sendiri.
"Jadi sekarang Menag mau menaklukkan badai itu, Bro?"
"Badai yang mana? Badai itu adalah isu cadar yang dari Barat itu sendiri. Sedang orang bercadarnya hanya angin biasa. Semilir saja. Wong mereka jumlahnya sedikit. Masih banyak jumlah orang yang nudis. Yang berpakaian seksi." Si teman menjawab.
Isu cadar, kata teman tadi, justru yang membuat suasana tidak kondusif di negara kita ini.
"Kalau soal wajah yang tidak kelihatan, toh negara katanya sudah memiliki alat yang sangat canggih untuk membuka tabir cadar itu. Teknologinya sudah ada kan untuk mendeteksi wajah di balik cadat?!" katanya.
"Mahal kali..."
"Lebih mahal kalo lempar cadar sembunyi tangan Fren! Sebab kondusifitas masyarakat terganggu. Padahal, masyarakat diwanti-wanti jaga kondusifitas. Tapi ini malah Pak Menteri yang bikin gaduh. Bikin tidak kondusif. Ini caracara Orde Terbaru, Fren!"
Sejarah Cadar
Ah cadar. Busana ini produk budaya saja tapi sekarang jadi simbol gerakan politik dan agama. Berkebalikan dengan produk budaya Barat yang bukabukaan. Nudis, hedonisme, liberalisme. Sunnatullah memang. Dua katup akan selaku berperang. Ya, perang ideologi dan budaya. Jilbab cadar dan sejenisnya hanya bentuk dari peperangan di era sekarang ini.
Sejarah cadar sudah cukup purba. Menurut Alumnus Tafsir Hadis Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Idris Masudi, cadar sudah digunakan para perempuan di wilayah gurun pasir di masa sebelum agama Islam datang. Ketika agama Islam hadir, cadar tidak dipermasalahkan, namun tak sampai dijadikan pakaian wajib para muslimah. Hanya para istri Nabi Muhammad SAW yang dikenai kewajiban menutup semua badan dan wajahnya ketika keluar dari rumah.
"Abdul Halim Abu Syuqqah dalam An-Niqab fi Syariat al-Islam, (2008: 48) menyatakan bahwa niqab merupakan bagian dari salah satu jenis pakaian yang digunakan oleh sebagian perempuan di masa Jahiliyyah. Kemudian model pakaian ini berlangsung hingga masa Islam," tutur Idris dalam tulisannya Sejarah Penggunaan Cadar Sebelum dan di Masa Islam, seperti dikutip brilio.net.
Namun hingga kini para sarjana fikih masih berbeda pandangan mengenai hukum penggunaan cadar yang memiliki keterkaitan dengan persoalan batas aurat bagi perempuan. Selain kaum muslimah, kelompok yang sejak dulu sudah membudayakan penggunaan cadar adalah Yahudi Heredi, Yahudi Yamani, dan Kristen Koptik Mesir. (gas)
No comments:
Post a Comment