JAKARTA (DutaJatim.com) - Mantan gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok kembali ramai jadi obrolan masyarakat usai mendapat tawaran dari Menteri BUMN Erick Thohir untuk memimpin salah satu perusahaan pelat merah.
Belum jelas posisinya di mana , tapi pro-kontra mewarnai come back-nya Ahok di jabatan publik di bawah Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu. Yang pro menganggap Ahok mumpuni. Sedang yang kontra menilai Ahok bekas narapidana sehingga tidak pantas menjadi petinggi BUMN yang mengutamakan integritas dan profesionalitas.
Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Syarief Hasan, misalnya, sempat menyinggung soal status mantan narapidana Ahok. Selain itu, Ahok yang sekarang sudah bebas kini menjadi kader PDIP. Lalu apa tidak melanggar aturan kader parpol jadi bos BUMN?
Syarief mengatakan, masalah Ahok bisa disamakan dengan rencana Komisi Pemilihan Umum (KPU) melarang mantan narapidana kasus korupsi menjadi calon kepala daerah pada Pilkada 2020. Maksudnya, pemerintah perlu selektif memilih pejabat negara.
"Kalau pilkada, KPU punya pandangan eks narapidana tak boleh. Saya hanya memberikan contoh bahwa pejabat-pejabat negara itu betul-betul harus selektif," kata Syarif saat ditemui di Kompleks DPR/MPR, Jakarta, Kamis (14/11/2019).
Dia mengatakan pemerintah harus cermat melihat rekam jejak para kandidat yang akan diangkat untuk mengisi jabatan publik. Termasuk pimpinan di perusahaan BUMN. Soal integritas dan perilaku kandidat harus menjadi pertimbangan utama karena menyangkut persoalan bangsa dan negara.
"Ini memang wewenang eksekutif, tapi tentunya banyak hal harus dipertimbangkan," katanya.
Namun demikian Syarief menyerahkan keputusan itu kepada pemerintah. Dia berharap rekam jejak kandidat pejabat negara benar-benar diperhatikan.
Selain itu jabatan pimpinan BUMN dinilai tidak tepat bila diberikan kepada kader Parpol. Hal ini dikhawatirkan terjadi conflic of interest. Kecuali Ahok mengundurkan diri dari PDIP.
Saat ditanya soal ini, Ahok sendiri menunjukkan aturan berupa surat edaran nomor SE-1/MBU/S101/2019 tentang keterlibatan direksi dan dewan komisaris BUMN group (BUMN, anak perusahaan BUMN, dan perusahaan afiliasi BUMN) sebagai pengurus partai politik, dan/atau anggota legislatif dan/atau calon anggota legislatif. Intinya, siapa pun yang diangkat menjadi ke jajaran direksi atau komisaris BUMN, dilarang menjadi pengurus parpol. Ahok mengaku dia bukan pengurus PDIP tapi anggota PDIP.
Namun Juru Bicara Presiden Jokowi, Fadjroel Rachman mengatakan apabila akan maju ke BUMN, Ahok harus mundur dari parpol. "Tidak ikut dalam partai politik, tidak boleh berkecimpung dalam partai politik," ujar Fadjroel seperti dilansir dari kanal Youtube Kompas TV, Rabu (13/11/2019).
Ketua DPP PDIP Eriko Sotarduga mengaku pihaknya masih mengkaji terlebih dulu terkait aturan yang menyebut kader parpol harus mengundurkan diri bila menjabat sebagai pimpinan BUMN. Sebab Ahok merupakan kader PDIP.
"Ya itu makanya kita lihat aturannya seperti apa," kata Eriko.
Eriko menilai ada beberapa tafsir mengenai regulasi tokoh yang bisa menjadi pimpinan BUMN. Salah satunya, kata dia, bila seseorang hanya berstatus sebagai kader parpol tak perlu mengundurkan diri. Kecuali jika dia berstatus pengurus.
"Yang memang wajib mundur itu kan pengurus, contohnya saya kalau dicontohkan jadi eksekutif ya saya mundur dari kepengurusan partai. Tapi kalau jadi bagian dari anggota kan boleh saja," kata dia. (hud/det/cnni)
No comments:
Post a Comment