Oleh Dr. Ibrahim Hasyim
BUAT saya Ir Ciputra itu adalah taipan yang diam tapi dengan cita rasa seni arsitektur terus berbuat untuk negeri. Membangun kawasan properti, wisata dan arsitektur seni lainnya, yang menyebar di beberapa kota, sebuah legacy yang mengagumkan.
Saya mempunyai kenangan mendalam dengan almarhum, kala waktu itu kawan Seca Kusuma, Managing Director PT. Pembangunan Jaya, teman kuliah di FE ext UI di Salemba, menyampaikan Pembangunan Jaya sedang mengalami kesulitan, karena diminta Pak Harto agar perusahaan dalam negeri bisa menjadi project supervision pembangunan kilang BBM Dumai. Padahal kami belum ada pengalaman sama sekali.
Dr Ibrahim Hasyim
Saya yang kala itu masih milenial 27 tahun akhirnya meng-arrange sebuah kursus singkat introduction to oil industry yang dihadiri tim manajemen puncak Pembangunan Jaya, diselenggarakan di Putri Duyung Ancol selama tiga hari.
Para instruktur mantan dosen saya di Akamigas (Abdul Muid, Suwarto) dan Robert Kwee yang semuanya bekerja di perusahaan minyak ARCO. Setelah mendapatkan pembekalan itu, Direksi Pembangunan Jaya memutuskan menunjuk Tim kami untuk memberi pelatihan kepada 25 insinyur Pembangunan Jaya sendiri yang akan dilibatkan dalam project supervision kilang BBM Dumai. Selain itu akan dibantu konsultan dari Spanyol.
Kuliah selama 3 bulan berlangsung di kantor pusat Pembangunan Jaya Thamrin dan praktek lapangan ke Pabrik Pupuk Kujang, melihat boiler dan lainnya.
Yang sangat mengesankan saya kemudian adalah pada acara pembukaan di Gedung Pembangunan Jaya. Di sisi kami, saya yang berpidato tentang pelatihan apa yang akan diberikan dan di sisi Pembangunan Jaya adalah Pak Ciputra sendiri yang berpidato tentang perlunya perusahaan nasional menggeluti industri migas nasional dan gunakan kesempatan yang jarang ini, dengan meminta para insinyur muda untuk tidak menyianyiakannya.
Komitmen swasta untuk membangun industri migas nasional ditorehkan di sana. Begitulah gelora darah muda kami waktu itu untuk berbuat bagi negeri ini.
Selanjutnya kemudian, setelah acara, kami turun bersama, Beliau langsung naik mobil mercy miliknya yang sudah menunggu, sebaliknya saya mesti menunggu datang Mercy juga, tapi itu sebuah bus kota Mercy yang berhenti dan membawa saya kembali ke kantor Pertamina Pusat.
Dalam bus saya geleng-geleng kepala dan berpikir "gila dan nekad juga si Ibrahim ini" hehe.. Tapi memang harus seperti itulah untuk bisa mengejar kesuksesan.
Kembali ke Pak Ciputra, selama hidupnya, Ciputra terus berkarya dalam suasana senyap, menorehkan bakat seni arsitekturnya yang tinggi untuk membangun negeri, seperti yang telah dilakukannya kala membangun Taman Impian Jaya Ancol.
Pak Ciputra,.. terima kasih telah berbuat dan mewariskan banyak hal untuk Indonesia. (*)
* Dr Ibrahim Hasyim adalah praktisi dan akademisi energi.
No comments:
Post a Comment