JAKARTA (DutaJatim.com) - Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat pidato sambutan di acara HUT ke-8 Partai NasDem menyampaikan ucapan salam semua agama. Salam Jokowi ini menjadi perhatian publik sebab terkesan tidak menghiraukan imbauan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur.
"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, selamat malam, salam sejahtera untuk kita semua, Om Swastyastu, Namo Buddhaya, salam kebajikan," kata Jokowi dalam pidatonya di HUT NasDem di. JI Expo, Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin (11/11/2019) malam.
Jokowi juga membalas sapaan Surya Paloh. Jokowi juga mengucapkan selamat HUT ke-8 NasDem dan terpilihnya Surya Paloh menjadi Ketum NasDem kembali.
"Yang saya hormati, saya cintai, yang saya sayangi, Ketua Umum Partai Nasdem Bapak Surya Paloh serta seluruh jajaran pengurus dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote yang malam hari ini hadir," ujarnya.
Walikota Surabaya Tri Rismaharini juga enggan menerapkan imbauan MUI Jatim. Politikus PDIP ini menyebut bakal tetap mengucapkan salam lintas agama sebagai bentuk penghormatan.
"Enggak apa-apa, menghormati orang lain kok," kata Risma, ditemui di rumah dinasnya, Senin (11/11) sore.
Risma menyatakan punya alasan untuk mengucapkan salam agama lain. Hal itu lantaran warga Surabaya terdiri dari beragam latar belakang agama yang berbeda.
"Biasa saya sampaikan kan, aku kepala daerah, wargaku kan reno-reno (macam-macam)," katanya.
Soal ucapan salam semua agama ini sudah lumrah dilakukan pejabat. Namun hari-hari ini menjadi sorotan publik setelah MUI Jatim mengimbau para pejabat agar tak memakai salam pembuka semua agama saat sambutan resmi.
Imbauan ini terlampir dalam surat bernomor 110/MUI/JTM/2019 yang diteken Ketua MUI Jatim KH Abdusshomad Buchori. Alasannya, salam adalah doa. Dan doa adalah ibadah. Untuk itu tidak baik mencampuradukkan ibadah berbagai agama. Imbauan ini baik bagi pejabat muslim yang memberi pidato sambutan di acara yang dihadiri banyak muslim.
Bagaimana bila ada orang nonmuslim? Sebagian orang menyarankan memakai salam umum, seperti selamat pagi, selamat siang, dan lain lain tanpa berpanjang-panjang. Tapi sejumlah pihak lain meminta agar di antara kita saling menghargai dan tidak perlu menuntut salam versi agamanya.
Prokontra ini membuat Kementerian Agama Republik Indonesia, angkat bicara. Kemenag meminta semua pihak menghentikan perdebatan masalah ucapan salam, karena dikhawatirkan dapat menimbulkan kesalahpahaman dan mengganggu harmoni kehidupan umat beragama.
"Kami menghargai baik yang melarang maupun yang membolehkan. Semua itu masih dalam koridor dan batas perbedaan yang dapat ditoleransi," kata Wakil Menteri Agama, Zainut Tauhid Sa'adi di Jakarta, Selasa 12 November 2019 siang hari ini.
Dia mengharapkan semua pihak membangun pemahaman positif (husnut tafahum), mengembangkan semangat toleransi (tasammuh), dan merajut tali persaudaraan (ukhuwah), baik persaudaraan Islam (ukhuwah Islamiyyah), persaudaraan kebangsaan (wathaniyyah), maupun persaudaraan kemanusiaan (basyariyyah).
"Kami mengimbau pemimpin umat beragama, baik internal maupun antarumat beragama, melakukan dialog untuk membahas dan mendiskusikan masalah tersebut dengan cara kekeluargaan, sehingga masing-masing pihak dapat memahami permasalahannya secara benar," katanya.
Menurutnya, spirit kerukunan umat beragama harus diwujudkan melalui sikap dan perilaku keberagamaan yang santun, rukun, toleran. Selain itu juga saling menghormati, dan menerima perbedaan keyakinan kita masing-masing.
Seperti diberitakan DutaJatim.com, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur, KH Abdusshomad Buchori mengimbau para pejabat dan siapapun agar tidak menyampaikan salam lintas agama sebagaimana biasa disampaikan dalam banyak kegiatan resmi.
Menurutnya, salam di masing-masing agama berhubungan dengan akidah. Salam adalah doa. Dan doa adalah ibadah karenanya tak boleh dicampuradukkan. (vvn/nas)
No comments:
Post a Comment