Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Kapolri Ancam Beri Sanksi, Kapolda dan Kapolres Dilarang Minta Jatah Proyek ke Pemda

Thursday, November 21, 2019 | 18:41 WIB Last Updated 2019-11-21T11:41:36Z


JAKARTA (DutaJatim.com) - Rapat Kerja Komisi III DPR RI dengan Kapolri Jenderal Idham Azis di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (20/11/2019), berlangsung seru. Salah satunya menyoal larangan polisi berperut buncit dan bermewahan, penanganan kasus Sukmawati yang dipolisikan karena diduga menghina Islam dan Nabi Muhammad SAW, Kapolres Kampar yang dicopot hanya karena tidak memperhatikan pidato Kapolri, hingga adanya Kapolda dan Kapolres minta jatah proyek kepada kepala daerah.

Jenderal Idham Azis sendiri sudah tahu ada kapolda  dan kapolres minta jatah proyek ke pemda. Karena itu, bila terbukti, dia janji memecat kapolda dan kapolres itu.

Kapolri Ancam Beri Sanksi, Kapolda dan Kapolres dilarang Minta Jatah Proyek ke Pemda. Hal ini langsung direspon sejumlah Kapolda. Misalnya Kapolda Sumatera Utara (Sumut) Irjen Pol Agus Andrianto. Dia juga berjanji akan memberikan demosi kepada Kapolres bawahannya yang meminta proyek kepada pemerintah daerah.

"Ini kami lakukan sesuai perintah Pak Kapolri yang menyatakan akan memberi tindakan tegas seperti pencopotan jabatan," kata Kapolda Agus saat dihubungi Kamis 21 November 2019.

Irjen Agus menyatakan demosi dapat berupa penurunan jabatan dan menurunkan status, jabatan, dan gaji bagi Kapolres yang berani meminta jatah proyek ke Pemerintah Kabupaten.  "Sejak awal saya menjabat jadi Kapolda sudah saya ingatkan mereka (para Kapolres) untuk tidak melakukan hal itu," katanya.

"Kalau ada yang nekat dan mau jadi contoh ya berarti kan nantangin kalau begitu. Yang pasti, kami sudah perintahkan kepada seluruh Kapolres untuk tidak macam-macam," katanya.

Kapolres Tanjungbalai AKBP Putu Yudha Prawira mengakui bahwa Kapolda Sumut Irjen Pol Agus Andrianto sudah pernah memberi pesan kepada seluruh Kapolres termasuk dirinya untuk tidak macem-macem dan harus bekerja sesuai tupoksi serta aturan yang ada.  "Saya pribadi menilai kalau meminta proyek ke Pemkab, sangat tidak etis. Bekerja saja sesuai yang sudah ditentukan. Toh juga yang diberikan Polri ke kita sudah cukup, malah lebih," katanya saat dihubungi melalui telepon selularnya.

Dia mengaku dirinya tidak akan pernah meminta proyek ke Pemkab karena tugas polisi bukan meminta proyek, tetapi memberikan rasa aman dan nyaman kepada masyarakat di tempat yang dia pimpin.

"Banyak-banyak bersyukurlah dengan apa jabatan yang kita emban sekarang. Kalau bersyukur, pasti cukup dan tidak akan mencla-mencle dalam bekerja sebagai anggota Polri," katanya.

Jatah Proyek

Sebelumnya, anggota Fraksi PDIP, Trimedya Panjaitan, misalnya, mengungkap adanya keluhan kepala daerah karena ada permintaan "jatah" untuk Kapolres hingga Kapolda tersebut. Trimedya mengatakan, "jatah" yang dimaksud merupakan anggaran aparat hingga alokasi proyek untuk anggota polisi.

"Tolong dicek apakah jalan perintah dari Kabid Propam itu. Dan juga apa yang disampaikan Presiden Jokowi bahwa Kapolda- Kapolres jangan menyusahkan Bupati, itu memang fakta yang tak terbantahkan. Sehingga bagi gubernur dan kepala daerah yang lain, seperti bupati, walikota, ada yang namanya anggaran APH, aparat penegak hukum," kata Trimedya  dalam raker dengan Kapolri tersebut. 

Bahkan, kata dia, ada alokasi sejumlah proyek untuk Kapolda dan sejumlah proyek lain untuk Kapolres. "Nah, itu bagaimana?" katanya.

Trimedya mengatakan, keluhan itu datang dari kepala daerah yang merupakan kader PDIP. Karena itu, dia meminta Kapolri segera menertibkan para polisi yang doyan minta jatah proyek tersebut.

Pernyataan Trimedya tersebut bukan tanpa alasan. Sebab saat ini ada surat edaran larangan gaya hidup mewah yang dikeluarkan Kadiv Propam Polri Irjen Listyo Sigit. Trimedya merasa surat itu tidak memiliki efek bila di lapangan masih ada penyimpangan. Artinya, masih banyak kapolda dan kapolres yang dibiarkan saja meminta "jatah" tersebut.

"Kebetulan PDIP ada 187 kepala daerah. Ada gubernur, bupati, walikota, dan wakil-wakilnya. Semua rata-rata mengeluh seperti itu," ujarnya.
Trimedya Pandjaitan juga menyindir masih banyak anggota Polri yang perutnya buncit. Padahal, kata dia, Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis memiliki perut yang rata atau proporsional. 

Sindiran itu berawal dari celetukan Trimedya yang memandang polisi lebih bagus memakai baju seragam yang dimasukkan ke dalam, bukan dikeluarin. "Saya itu tak terlalu sreg pak polisi ini bajunya dikeluarin, kalau bisa seperti dulu lagi dimasukin bajunya,” katanya.

Trimedya melihat di era kepemimpinan Tito Karnavian seringkali petinggi Polri menggunakan seragam pakaian dinas harian yang digunakan bila ada operasi khusus. Gaya pakaian ini memang mengharuskan posisi kemeja berada di luar. Trimedya pun meminta di era Idham Azis agar kemeja mereka dimasukkan. 

"Kalau saya lihat polisi lebih sreg baju dimasukin lagi, lebih rapi kelihatannya, lebih dekat dengan rakyat," ucap dia. Politikus PDIP itu kemudian menyindir masih banyak polisi yang perutnya buncit. Ia pun meminta agar anggota-anggota Polri mengikuti perawakan Idham Azis yang sama sekali tak terlihat perutnya membuncit. "Supaya semua jajaran Polri bisa niru perutnya saudara Kapolri. Tadi di ruang pimpinan, saudara Kapolri bilang waktu ketemu Pak Prabowo [Menhan Prabowo Subianto] wah perutnya seperti letnan satu, kata Pak Prabowo," ucap Trimedya.

Trimedya juga menyinggung surat telegram (TR) Kapolri berisi imbauan terhadap jajaran Polri untuk hidup sederhana, dan tak pamer kemewahan. Ia mengapresiasi, tapi juga mengingatkan agar petinggi di Mabes Polri utamanya Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Irjen Listyo Sigit Prabowo turun ke bawah mengecek langsung implementasi dari surat tersebut. 

"Lihat kapolda-kapolda atau kapolres yang perutnya buncit itu suruh kurusin, jangan cuma soal kemewahan," kata Trimedya.

Selain itu, soal Surat Edaran bernomor R/2029/XI/2019 dan ditandatangani Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Irjen Listyo Sigit Prabowo tertanggal 15 November 2019 juga disinggung Trimedya. Surat itu meminta kepala daerah melapor kepada pimpinan Polri bila ada upaya intimidasi atau intervensi polisi yang mengatasnamakan polri. Trimedya menyindir surat edaran itu tidak ada artinya tanpa petinggi Polri mengecek langsung ke lapangan. Ia pun tak menampik bila banyak anggota Kepolisian yang menyusahkan para kepala daerah dengan permintaan proyek. 

Politikus PDIP itu pun mengusulkan agar Sumatera Utara (Sumut) dijadikan provinsi percontohan bebas suap. Sehingga, ke depannya dapat diketahui apakah surat edaran itu efektif di kepolisian atau tidak.

"Saya usulkan jadikan Sumut pilot project. Apalagi Walikota Medan baru kena sama KPK. Ya Pak Mulfachri. NTT setelah ini Pak Herman Herry. Saran kami supaya jelas,  dalam rapat dua bulan atau tiga bulan lagi akan datang Kapolri sudah sampaikan kepada kami apa efektivitas edaran kabid propam ini. Apalagi tahun depan mulai anggaran baru, gubernur bupati walikota, masih ada nggak yang seperti itu," pungkas Trimedya.

Beri Sanksi

Kapolri Ancam Beri Sanksi, Kapolda dan Kapolres Janji Tak Minta Jatah Proyek ke Pemda. Ya, Kapolri Jenderal Idham Azis pun bersikap tegas.  Mantan Kabareskrim Mabes Polri ini mengungkapkan bahwa sudah bukan rahasia lagi adanya pejabat kepolisian di daerah meminta "jatah" proyek kepada pemerintah daerah setempat. Idham mengaku sudah mengingatkan jajarannya terkait masalah tersebut.

"Kepada Kasatwil saya, yang bermain-main dengan pemda, yang bermain-main minta proyek, ini memang bukan rahasia umum, Pak," kata Idham saat memberikan jawaban dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (20/11/2019).

Idham mengatakan satu-satunya cara untuk menanggulangi masalah tersebut adalah dengan melakukan penindakan. Penindakan, kata dia, dengan pencopotan pejabat tersebut dari posisinya sebagai kapolda atau kapolres.

"Saya pernah dinas di luar wilayah, dia harus kita tindak. Obatnya cuma satu kita tindak. Saya kira kita mencopot 10 atau 15 Kapolres itu tidak goyah organisasi," tegasnya.

Penistaan Agama

Dalam kesempatan itu anggota Komisi III dari Fraksi PKS, Aboe Bakar Al-Habsy, juga menyinggung soal ramainya isu penistaan agama di Indonesia. Aboe Bakar menyayangkan penegakan hukum yang seolah kurang tegas terkait kasus penistaan agama.

Hal itu disampaikan Aboe Bakar saat sesi tanya jawab dalam rapat kerja bersama Kapolri Jenderal Idham Azis di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (20/11/2019). Aboe Bakar mulanya mengaku kerap 'panas' ketika ditanya masyarakat perihal penegakan hukum dalam kasus penistaan agama yang tak berimbang.

"Akhir-akhir ini kembali disibukkan dengan isu penistaan agama. Saya sebagai anggota Komisi III saya kerap panas kalau ditanya konstituen pak, bapak (Kapolri) bisa tanya Pak Yazid (Kapolda Kalsel Irjen Yazid Fanani) bagaimana perasaannya di Kalsel kalau begitu ditanya tentang penghinaan Rasulullah itu," kata Aboe Bakar.
Aboe Bakar menjelaskan seringnya adanya ketimpangan dalam penanganan kasus penistaan agama. Padahal, kata dia, untuk kasus penghinaan presiden, polisi langsung bergerak cepat. Banyak yang ditangkap. Tapi sebaliknya, kasus penistaan agama sering tidak jalan.

"Sementara kalau kita menghina presiden aja udah diciduk pak, ciduk udah enggak ada urusan ngina presiden itu, tapi ngina Rasulullah kok diem gitu pak. Buat kami warga Kalsel jika ada yang menghina nabi pak, wah marah kita pak pasti," ujarnya.
Politikus PKS itu tak menjelaskan kasus yang dimaksudnya. Namun, dia mengatakan kasus tersebut berkaitan dengan kasus puisi yang sebelumnya telah di-SP3 oleh polisi.

"Tentunya akhir-akhir ini publik menghubungkan dengan kasus puisi konde beberapa waktu yang lalu juga SP3 gitu. Hal ini semakin menguatkan terhadap orang-orang yang untouchable, tidak bisa tersentuk pak. Nah ini saya pikir harus jadi perhatian," tegas Aboe Bakar.

Kasus ini sempat menyeret Diah Mutiara Sukmawati Soekarnoputri. Kali ini Sukmawati  kembali dilaporkan ke Kepolisian Daerah Metro Jaya atas dugaan tindak pidana penistaan agama karena membandingkan Nabi Muhammad SAW dengan Presiden RI Pertama Soekarno.

Sukmawati dilaporkan oleh warga bernama Ratih Puspa Nusanti yang merupakan salah satu anggota Koordinator Bela Islam (Korlabi). Sekretaris Jenderal Korlabi, Novel Bamukmin mengatakan, Ratih merasa nabinya dibandingkan dengan Soekarno, maka dia melaporkan putri Soekarno itu ke polisi.

Ratih menyertakan video terkait laporan terhadap Sukmawati. Video itu juga telah beredar di media sosial, seperti Youtube. Dalam salah satu video, Sukmawati tampak berdiri di atas mimbar dan berbicara menggunakan pengeras suara. 

Berikut cuplikan ucapannya:  "Mana lebih bagus Pancasila sama Al Quran? Gitu kan. Sekarang saya mau tanya ini semua, yang berjuang di abad 20 itu nabi yang mulia Muhammad, apa Insinyur Sukarno? Untuk kemerdekaan. Saya minta jawaban, silakan siapa yang mau menjawab berdiri, jawab pertanyaan Ibu ini," ujar Sukmawati.

Sukmawati bukan kali ini saja dilaporkan ke polisi karena ucapannya. Pada 2018, Sukma pernah dilaporkan karena puisi bertajuk 'Ibu Indonesia' yang dibacakannya dalam acara '29 Tahun Anne Avantie Berkarya di Indonesia Fashion Week 2018'. Dalam puisi itu, Sukmawati membandingkan azan dengan kidung dan cadar dengan konde.
Sejumlah pihak menganggap puisi Sukma tersebut telah menistakan ajaran Islam. Tak tanggung-tanggung, ada 30 laporan dilayangkan ke Polda dalam kasus ini.
Polisi resmi menghentikan kasus dugaan penistaan agama yang memperkarakan Sukmawati pada 17 Juni 2018. 

Kapolres Kampar

Selain itu, masalah pencopotan AKBP Asep Darmawan dari jabatannya sebagai Kapolres Kampar disinggung dalam rapat kerja Komisi III DPR dengan Kapolri Jenderal Idham Azis. Idham akhirnya angkat bicara.

"Masalah Kapolres Kampar itu tidak hanya masalah ketika dia terlambat apel, tapi di situ juga terselip masalah etika, sebagai kapolres, sebagai kasatwil, dia adalah teladan dan harus ditindak," kata Idham dalam rapat kerja dengan Komisi III di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (20/11/2019).
Idham menjelaskan pencopotan itu juga berkaitan dengan masalah etika dan keteladanan. Dia ingin memberikan contoh kepada kapolres lainnya agar lebih disiplin.

"Dan itu bagi saya satu keteladanan lebih baik daripada 1.000 nasihat dan saya ingin memberi gambaran kepada kapolres yang lain. Saya akan memberi gambaran kepada kapolres yang lain bahwa Anda dilihat oleh Anda punya anak buah. Kalau Anda sudah nggak benar, bagaimana kau bisa memimpin satu kesatuan. Kira-kira begitu kebijakan saya," tuturnya.

Sebelumnya, alasan pencopotan itu dipertanyakan oleh anggota Komisi III DPR dari Fraksi PKB Dipo Nusantara. Dipo mempertanyakan apakah benar pencopotan Asep sebagai kapolres lantaran tak memperhatikan arahan Kapolri.  "Apakah benar pencopotan Kampar tersebut tidak mendengarkan arahan atau ngobrol?" tanya Dipo.
Sebelumnya diberitakan AKBP Asep Darmawan dicopot dari jabatannya sebagai Kapolres Kampar. Padahal Asep baru saja diangkat dalam jabatan tersebut, yaitu pada September 2019.

AKBP Asep diganti lantaran tak memperhatikan arahan Kapolri Jenderal Idham Azis saat HUT Brimob di Depok, Jawa Barat. "Ya (tidak memperhatikan arahan Kapolri) dan saat ini Kapolres masih diperiksa di Propam. Jadi untuk memudahkan pemeriksaan, kami tarik dulu," kata Asisten SDM Kapolri Irjen Eko Indra Heri, Selasa (19/11). (tbn/det/wis/tmp)

No comments:

Post a Comment

×
Berita Terbaru Update