KEDIRI (DutaJatim.com) - Pemerintah Kota Kediri melalui Disbudparpora kembali menggelar Gerak Jalan Napak Tilas Rute Gerilya Panglima Besar Jenderal Soedirman ke–38 Sabtu 16 November 2019 pagi ini. Gerak jalan dalam rangka memperingati Hari Pahlawan ini menempuh jarak 37 km.
Pagi Ini Napak Tilas Rute Gerilya Panglima Besar Jenderal Soedirman menempuh rute start di depan Taman Makam Pahlawan (TMP) Kota Kediri dan berakhir di lokasi peristirahatan Jenderal Soedirman di Dusun Magersari Desa Bajulan Kecamatan Loceret Kabupaten Nganjuk.
Tampak para peserta membawa tandu yang menjadi suasana khas saat Jenderal Soedirman melakukan gerilya melawan penjajah. Pagi Ini Napak Tilas Rute Gerilya Panglima Besar Jenderal Soedirman disambut masyarakat dengan meriah.
Para peserta sebagian besar para pelajar, santri, pecinta alam hingga dari peleton kehormatan Brigif 16 Mekanis, Yonif 521 Mekanis, Brimob Kediri, Kodim 0809 Kediri serta Polres Kediri Kota, serta masyarakat umum. Seperti tahun sebelumnya, semua peserta mendapatkan fasilitas asuransi, nomor dada, sertifikat, gelang untuk perorangan, kain slayer untuk beregu, kemudian medali dan tropy bagi pemenang, dengan memperebutkan uang hadiah total sebesar Rp 15 juta.
Nur Muhyar, Kepala Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga (Disbudparpora) Kota Kediri mengatakan, acara tahunan ini untuk mengenang sejarah perjuangan Jenderal Soedirman sekaligus sebagai sarana edukasi bagi generasi muda.
“Sudah diadakan 38 kali setiap tahun dengan menempuh jarak 37 kilometer. Kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang mendukung acara ini dan apresiasi luar biasa kepada para peserta,” katanya.
Napak Tilas Rute Gerilya Panglima Besar Jenderal Soedirman memang untuk mengenang kembali sosok pahlawan nasional yang tercatat sebagai salah satu jenderal perang terbaik sepanjang sejarah tersebut.
Jenderal Soedirman sangat dihormati oleh semua orang. Presiden RI Ir Soekarno pun sangat bangga dan menghormatinya. Bahkan dijadikan tangan kanannya dalam berjuang menyelamatkan negeri ini dari Kolonial Belanda yang ingin kembali menjajah dibantu dengan para tentara sekutu.
Sang Jenderal meski dalam kondisi sakit, berjuang mati-matian untuk membuat Indonesia terus merdeka dan diakui dunia internasional.
“Kita mengenang jasa Beliau untuk bangsa dan negara. Kita merdeka tahun 1945. Namun Belanda kembali ingin menguasai negeri ini. Sang Jenderal berjuang bersama rakyat melawan penjajah. Kisah kehidupan Beliau patut dijadikan teladan buat kita semua,” kata Nur Muhyar.
Jenderal Soedirman adalah sosok pemuda cerdas yang hidup jauh dari orang tua. Beliau ikut orang tua angkatnya Raden Cokro Sunaryo yang merupakan saudara dari ibunya. Gelar raden diberikan karena masyarakat menggetahuinya jika Soedirman adalah anak kandung Cokro Sunaryo yang saat itu menjabat camat.
Rasa nasionalisme pada dirinya tak perlu lagi diragukan, karena ketaatannya menjalankan ibadah secara tepat waktu. Kemudian Jenderal Soedirman mendapat julukan haji oleh teman-temannya. Beliau bersekolah di sekolah pribumi, Hollandsch Inlandsche School. Ketaatan ini terus meningkat seiring dengan pengetahuan baru dan juga bimbingan dari guru-gurunya.
“Inilah kenangan yang patut diingat dan semoga menjadikan generasi kita termotivasi. Meski Jenderal Soedirman saat itu tidak memiliki uang untuk melanjutkan kuliah, namun justru ilmu yang dimilikinya digunakan untuk mengajar di salah sata sekolah di Cilacap,” terang Nur Muhyar. (dta)
No comments:
Post a Comment