JAKARTA (DutaJatim.com) - Isu intoleransi menjadi senjata ampuh untuk mengacaukan negeri ini. Karena itu masyarakat diminta hati-hati bila menanggapi postingan atau komentar berbau rasis atau intoleransi di media sosial. Polanya bisa seperti yang terjadi akhir-akhir ini.
Pertama, MUI Jatim mengimbau pejabat agar tidak menggunakan salam semua agama ketika memberi sambutan. Maksudnya, tentu saja MUI mengimbau pejabat yang beragama Islam sesuai kewenangannya. Artinya, itu sudah biasa. Sudah seharusnya.
Pejabat beragama lain, tidak termasuk dalam imbauan MUI. Silakan. Boleh pakai salam agama yang bersangkutan. Lebih dari itu, ini sifatnya imbauan. Bukan kewajiban. Tapi kehebohan pun langsung terjadi. Dan "tertuduhnya" adalah umat Islam-- yang diwakili lembaga MUI-- seakan intoleransi. Padahal, itu lumrah bagi MUI. Bahkan kewajiban bagi lembaga agama Islam tersebut.
Kedua, mirip dengan imbauan agar tidak memakai salam semua agama tadi adalah yang terjadi pada salah satu cabang toko kue Tous les Jours. Yang unik, isu dibuat seakan intoleransi sebab pengelolanya disebutkan tokoh muslim, yakni Eep Saefulloh Fatah dan istrinya, Sandrina Malakiano. Padahal ini toko kue "impor" dari Korea. Aneh bukan?
Kabar hoax ini pun disebar secara masif di media sosial. Termasuk di grup whatsapp (WA). Pengguna media sosial pun dihebohkan dengan foto dan video yang menunjukkan aturan di salah satu cabang toko kue Tous les Jours tersebut.
Bunyinya, toko Tous les Jours tidak diperkenankan menulis ucapan di kue yang tidak sesuai dengan syariat Islam. Contoh penulisan 'Selamat' untuk hari besar agama lain seperti Natal dan Imlek, serta perayaan seperti Valentine dan Halloween. Lagi-lagi heboh. Bahkan ada ibu-ibu melabrak salah satu penjaga toko tersebut sebab dituduh intoleransi.
Selain itu, ada imbas lain dari isu ini, yakni munculnya kabar hoaks yang mengatakan bila toko kue cabang lain juga melakukan hal sama. Padahal, hanya satu cabang toko kue di bilangan Jakarta Selatan saja yang menerapkan aturan tersebut.
Marketing Communication Tous les Jours, Diko pun memberikan tanggapan atas isu ini. "Saya mau luruskan dulu untuk foto yang menyatakan ada beberapa toko lain yang menerapkan larangan serupa itu, bahwa itu salah. Ini bisa dikonfirmasi kebenarannya karena pihak kami sudah double check, ternyata itu bukan berisikan tentang kata-kata yang viral. Selain itu, mengenai larangan di salah satu toko kue, bukan peraturan resmi yang dibuat management," kata Diko melalui pesan singkat, Sabtu (23/11/2019).
Dia menambahkan, lantaran itu bukan peraturan yang dibuat oleh pihak manajemen Tous les Jours Indonesia, pelanggan tetap diperkenankan datang ke semua cabang toko kue. Pelanggan bisa meminta apa pun kepada pihak toko seperti menuliskan ucapan. Diko menegaskan, apa pun permintaan pelanggan pasti akan berusaha diakomodasi.
"Kami sangat menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan, kami akan selalu memberikan yang terbaik untuk customer kami," ujar Diko.
Sementara itu, dirinya juga memberikan komentar terkait perlakuan masyarakat ke toko kue. Menurut Diko, ini adalah dampak yang harus diterima setelah isu larangan penulisan ucapan menjadi viral. Ia memahami telah terjadi miskomunikasi. "Kami akan berusaha sesegera mungkin memperbaiki dan selalu memberikan pelayanan terbaik," katanya.
Lalu pertanyaannya, mengapa isu rasis dan intoleransi selalu ditembakkan ke umat Islam? Adakah operasi dari orang tak bertanggungjawab untuk membuat citra muslim buruk di masyarakat sekaligus untuk mengacaukan negara? Yang jelas, kita harus hati-hati dalam menerima, apalagi mereaksi, sebuah informasi sebab kita sedang hidup di hutan hoax. (okz/wis)
No comments:
Post a Comment