Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Antara Jokowi dan Polisi 'Geng Solo'

Tuesday, December 24, 2019 | 09:25 WIB Last Updated 2019-12-24T02:25:55Z


JAKARTA (DutaJatim.com) - Isu nepotisme menerpa rekrutmen pimpinan Polri. Selama ini isu yang beredar untuk promosi jabatan di Polri ada yang melalui penugasan di Polda, seperti urutan jabatan Kapolda Sumatera Utara, Kapolda Jatim, baru naik ke Kapolda Metro Jaya yang biasanya kemudian menjabat Kapolri atau Wakapolri, dan Kabareskrim. Urutan itu melihat besar dan strategisnya wilayah Polda. Tapi akhir-akhir ini alur itu dinilai berubah.

Bahkan Indonesia Police Watch (IPW) menyebut "geng Solo". IPW menilai Presiden Joko Widodo (Jokowi) hendak menonjolkan "geng Solo" di kepolisian setelah Irjen Nana Sudjana ditunjuk sebagai Kapolda Metro Jaya. Baik pihak Istana maupun Polri membantah anggapan soal adanya "geng Solo" itu.

Namun IPW membeber bukti. Pertama, prestasi Nana sendiri semasa di kepolisian relatif biasa saja. Tidak menonjol. Nana merupakan mantan Kapolresta Solo semasa Jokowi menjabat sebagai walikota di kota itu. 

Bukan hanya Nata lo!? Wakapolda Jateng Brigjen Ahmad Lutfi dan Kabareskrim Polri Irjen Listyo Sigit Prabowo juga mantan Kapolresta Solo. Apa ini kebetulan atau memang "geng Solo" lebih berpeluang mendapat promosi jabatan di Polri?

"Saat Jokowi menjadi walikota Solo, Nana saat itu menjadi Kapolresta Solo. Prestasi Nana relatif biasa dan tidak ada yang menonjol. Tampilnya Nana sebagai Kapolda Metro menunjukkan Jokowi semakin hendak menonjolkan 'geng Solo' di Polri," kata Ketua Presidium IPW, Neta S. Pane, Senin (23/12/2019).

Menurut Neta, setelah Kapolresta Solo naik super ekspres menjadi Wakil Kapolda Jateng, lalu disusul Sigit mantan Kapolresta Solo menjadi Kabareskrim. "Sekarang mantan Kapolresta Solo Nana menjadi Kapolda Metro," ujarnya.

Namun Polri membantah isu tersebut. "Parameter geng-gengan tidak adadi Polri. Yang ada track record. Terpenting rekam jejak," kata Kadiv Humas Polri Irjen Mohammad Iqbal ketika dikonfirmasi Senin (23/12/2019).

Iqbal mengatakan pergantian pejabat di Polri selalu melewati mekanisme rapat Dewan Kepangkatan dan Jabatan Tinggi (Wanjakti). Rekam jejak para perwira tinggi yang menjadi parameter para anggota Wanjakti mengambil keputusan.  "Semua mutasi di jajaran Polri ada mekanismenya, track record, rekam jejak menjadi parameter, itu dilalui semua dengan proses Wanjakti," kata Iqbal.

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko juga membantah tudingan IPW. Moeldoko mengatakan, tidak mungkin seorang pimpinan mempertaruhkan posisi dengan menempatkan pejabatnya yang tidak kredibel.

"Saat saya jadi Panglima, saya mengenali orang-orang yang dulu bekerja untuk saya dan memiliki prestasi yang baik. Saat saya menjadi Panglima, mereka-mereka ini bisa saya tunjuk sebagai asisten saya. Analoginya seperti itu kira-kira," kata Moeldoko di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (23/12/2019).

"Dasarnya talent scouting, bukan karena political appointee. Tidak mungkin sebuah jabatan sangat strategis dipertaruhkan sembarangan," kata mantan Panglima TNI ini.

Moeldoko mengatakan, ada kalkulasi objektif dalam penempatan posisi jabatan di instansi. Mereka harus mempunyai kapasitas, loyalitas dalam pekerjaan, loyalitas pada negara, dan memiliki integritas. 

Sebelumnya Kapolda Nusa Tenggara Barat Irjen Pol Nana Sudjana mengaku mendapatkan surat telegram (ST) pada Jumat (20/12/2019). Isinya penunjukan dirinya sebagai Kapolda Metro Jaya, menggantikan Irjen Pol Gatot Eddy Pramono.

“Terkait dengan beredar tentang mutasi, saya selaku Kapolda Metro Jaya memang betul, dan pada malam Sabtu, saya mendapatkan ST tersebut untuk menjadi Kapolda Metro Jaya,” kata Nana dalam sambutan upacara peringatan hari Ibu, Senin (23/12/2019). 

Nana mengatakan dirinya merasa mutasi tersebut membuat perasaannya campur aduk. Di satu sisi, dia dipercaya untuk memimpin wilayah ibu kota. Di sisi lain, ia harus meninggalkan NTB, yang dia rasa baru menjabat sebagai Kapolda dalam waktu yang singkat. 

“Jadi terus terang saya merasa ada suka dan luka, saya terus terang baru menginjak bulan ke 8 menjadi Kaploda NTB ini saya sudah merasakan, kebersamaan dan rasa menyatu dengan seluruh anggota di Polda NTB,” ungkap Nana. Dirinya menyampaikan bahwa mutasi dalam tubuh Polri merupakan hal yang biasa dan harus diterimanya. 

"Kapan pun kita bisa mutasi atau pindah ke tempat yang lain itu lumrah, jadi sudah terbiasa, jadi saya mengucapkan terima kasih dan ini merupakan suatu kepercayaan dan amanah terhadap saya,” ungkap Nana.

Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menilai sosok Irjen Nana Sudjana  kompeten di bidang intelijen. Kompolnas menilai Nana sebagai sosok pendiam, namun kinerjanya baik.

"Pak Nana Sujana yang menggantikan Pak Gatot (Irjen Gatot Eddy Pramono yang diangkat jadi Wakapolri) sebagai Kapolda Metro Jaya, mempunyai karier panjang di bidang intelkam (intelijen dan keamanan). Baik Pak Gatot maupun Pak Nana sosok yang pendiam, tapi kerjanya bagus," kata Komisioner Kompolnas, Poengky Indarti. (hud/det)

Foto: Irjen Pol Nana Sudjana  (Dok.Polri) 

No comments:

Post a Comment

×
Berita Terbaru Update