JAKARTA (DutaJatim.com) - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim menggulirkan 4 perubahan kebijakan yang dia sebut sebagai 'Merdeka Belajar'. Salah satunya berupa penghapusan ujian nasional (UN). Keputusan Nadiem itu mengundang pro-kontra di antara para pejabat, praktisi pendidikan, hingga tokoh masyarakat. Menko PMK Muhadjir Effendy, para guru, dan kalangan DPR, mendukung Nadiem. Sementara mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengkritisi kebijakan penghapusan UN tersebut.
JK menilai penghapusan UN membuat generasi muda menjadi lembek. JK juga mengemukakan efek negatif penurunan penerapan UN yakni ranking mutu pendidikan Indonesia sesuai hasil riset Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan (OECD) lewat Program Penilaian Pelajar Internasional (PISA). Berdasarkan hasil riset PISA, peringkat Indonesia turun pada 2018 ketimbang pada 2015.
"Kalau tidak ada UN, semangat belajar akan turun. Itu pasti! Itu menjadikan kita suatu generasi lembek kalau tidak mau keras, tidak mau tegas bahwa mereka lulus atau tidak lulus. Akan menciptakan generasi muda yang lembek," kata JK di kantor CNBC Indonesia, Gedung Transmedia, Jl Kapten Tendean, Jakarta Selatan, Rabu (11/12).
Namun Mendikbud Nadiem Makarim membantah sinyalemen JK. "Nggak sama sekali, karena UN itu diganti asesmen kompetensi pada 2021. Malah lebih men-challenge sebenarnya," kata Nadiem di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Rabu (11/12/2019).
Namun, kata dia, pihak yang men-challenge bukan murid, tapi sekolah agar segera menerapkan pembelajaran yang sesungguhnya. Bukan penghafalan.
“Ada pembelajaran, ada penghafalan. Itu hal berbeda. Asesmen kompetensi nggak berdasar mata pelajaran. Berdasarkan numerasi literasi dan juga survei karakter," imbuhnya.
Menanggapi hal itu, Menko PMK, Muhadjir Effendy, di Hotel Bidakara, Jalan Gatot Subroto, Tebet, Jakarta Selatan, Rabu (11/12/2019), mengatakan, dirinya ingin menyampaikan kebijakan strategis di mana sebelumnya sudah dikemukakan oleh Mendikbud. "Pada prinsipnya saya sangat mendukung," kata Muhadjir.
Muhadjir menuturkan sebagai menteri baru, Nadiem memang harus membenahi kebijakan menteri sebelumnya. Seperti diketahui, Muhadjir merupakan Mendikbud sebelum Nadiem.
"Jadi tugas menteri yang baru itu memang mesti membenahi apa yang dibenahi sebelumnya. Itu pasti. Kalau ada menteri baru tapi kok tak ada perubahan, apa artinya?" ujar Muhadjir.
Dia menceritakan pengalamannya saat awal menjadi menteri. Menurut Muhadjir, mengambil kebijakan adalah soal pilihan dan tidak ada nilai benar atau salah dalam sebuah kebijakan.
"Saya dulu waktu jadi menteri melihat mana masalah-masalah yang harus kita benahi. Kenapa begitu? Karena ini berkaitan dengan kebijakan. Kebijakan ini adalah soal pilihan. Jadi tidak ada kebijakan itu bener salah, nggak ada. Tidak ada kebijakan itu sempurna tuh tidak ada. Dan ketika kebijakan itu sudah berjalan sangat panjang, pasti ada namanya elevasi dan deviasi," katanya.
Salah satu perubahan yang dibuat Nadiem adalah menghapus ujian nasional lalu menggantinya menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter, Muhadjir mengaku tidak mempermasalahkan perubahan itu.
"Misalnya UN diubah. Bagi saya tidak apa-apa karena dulu itu juga dari perubahan. Dulu namanya itu kan ujian negara kemudian apalagi tuh jadi UN. Nanti kalau diubah, silakan aja namanya juga diubah. Tapi kalau tetap juga tidak apa-apa yang penting isinya," ujar Muhadjir.
Tapi kemudian Menko PMK Muhadjir Effendy menyebut ujian nasional tahun 2021 sebenarnya tidak dihapus melainkan mengalami modifikasi. Muhadjir mendapat kabar bahwa UN 2021 tidak dihapus.
"Yang disampaikan ke saya bukan dihapus, dimodifikasi. Dan memang harus dievaluasi kan," ujar Muhadjir di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Rabu (11/12/2019).
"Jadi ujian nasional, kan ada bentuk evaluasi kalau menurut UU Sidiknas. Evaluasi yang dilakukan oleh guru, kemudian yang dilakukan oleh satuan Pendidikan, yang ketiga adalah oleh negara," imbuhnya.
Selain itu, Muhadjir juga mengapresiasi istilah 'guru merdeka'. Namun dia ingin sebelum merdeka, guru harus disejahterakan lebih dahulu.
"Begitu juga dengan desentralisasi tadi. Saya kira guru merdeka itu bagus memang guru harus dimerdekakan. Tapi sebelum dimerdekakan harus disejahterakan," katanya.
Dia pun meminta Nadiem segera menyelesaikan persoalan guru honorer. "Karena itu saya agak ngotot agar guru honorer terutama harus diselesaikan," tuturnya.
Sementara itu Komisi X DPR mengundang Nadiem untuk rapat kerja (raker) membahas penghapusan UN tersebut. "Besok (Kamis hari ini) kami raker dengan beliau, kami undang pukul 14.00 WIB. Besok hari Kamis," kata Ketua Komisi X Syaiful Huda kepada wartawan, Rabu (11/12/2019).
Huda mengatakan rencananya Komisi X akan menanyakan langkah selanjutnya dari Nadiem setelah mengumumkan penggantian UN. Huda berharap kebijakan Nadiem tak berhenti hanya menjadi rencana tertulis tanpa langkah konkret.
"Prinsipnya kita dukung, sangat mendukung. Tinggal pasca-penghapusan ini apa langkah-langkahnya karena yang kita hadapi ini dunia pendidikan nasional yang problemnya pelik, kompleks. Jangan sampai kebijakan ini berhenti sampai di paper saja," ujar Huda.
Huda optimis kebijakan penghapusan UN oleh Nadiem dapat berjalan dengan baik nantinya. Selama ini, Huda menilai UN sudah tak relevan lagi dengan perkembangan zaman sehingga pihaknya pun mendukung keputusan Nadiem.
"Semestinya harus lebih bagus ya. Karena UN ini kan bikin stres semua pihak. Siswa, guru, kepala sekolah, orang tua, bahkan bupati, wali kota juga stres. Dari situ saja saya kira ini harus lebih baik. Yang kedua, memang dari segi konten UN memang sudah tidak relevan bagi perkembangan zaman. Ini kan sebenarnya isu lama bukan baru seumur jagung. Kita dukung karena Mas Nadiem mengeksekusi ini," katanya.
Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) juga mendukung Nadiem. Bahkan FSGI menyebut penghapusan UN merupakan usulannya. "Itu memang kami sampaikan, kami suarakan. Itu usul dari FSGI. Maka kami mengapresiasi keputusan mas Menteri tadi siang itu," kata Sekjen FSGI Heru Purnomo kepada wartawan, Rabu (11/12/2019).
Untuk diketahui, perwakilan FSGI diundang oleh Mendikbud Nadiem pada 4 November 2019 lalu untuk menyampaikan usulan. FSGI diundang bersama 22 organisasi profesi guru lainnya, termasuk Ikatan Guru Indonesia (IGI) dan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).
Heru pun mengapresiasi format Asesmen Kompetensi Minimum sebagai pengganti UN. Menurutnya, Asesmen ini nantinya bisa disamakan modelnya seperti soal-soal dalam survei Programme for International Student Assessment (PISA).
"Dengan adanya Asesmen Kompetensi Minimum itu kan tidak berbasis pada mata pelajaran. Kalau UN itu kan berbasis pada pelajaran matematika, bahasa Indonesia dan sains. Ini kan selanjutnya nanti umum. Artinya nanti sama seperti soal-soal di PISA. Dengan kondisi seperti itu nanti, maka akan terlihat," tuturnya.
Sebelumnya, format Ujian Nasional 2020 akan menjadi yang terakhir. Nadiem mengungkap program pengganti ujian nasional akan mulai berlaku di tahun 2021. (det/okz/ vvn)
No comments:
Post a Comment