Lettu Inf Erizal Zuhri Sidabutar dan Serda Rizky Ramadan - Facebook
JAYAPURA (DutaJatim.com) - Pemerintah seakan gagap merespon aksi kekerasan yang dilakukan kelompok separatis di Papua. Mereka sudah jelas-jelas brutal membantai masyarakat dan juga prajurit TNI yang terus berguguran, tapi tetap saja masih memberi julukan mereka sebagai kelompok kriminal bersenjata (KKB). Padahal mereka juga serdadu tempur yang bergerilya di hutan Papua. Mereka bagian dari OPM alias Organisasi Papua Merdeka.
Ada kesan mengecilkan atau meremehkan kelompok yang jelas meminta Papua merdeka ini. Karena itu, operasi di Papua pun tidak menyeluruh. Seharusnya dilakukan lebih dari itu. Seperti saat menghadapi GAM di Aceh dulu atau teroris kelompok Santoso di Poso Sulawesi Tengah dengan operasi Tinombala. Bukankah yang disebut KKB itu jelas-jelas teroris yang bahkan lebih ganas dari kelompok Santoso di Poso?
Menurut TNI dan Polri, Operasi Tinombala berhasil membatasi ruang gerak kelompok Santoso dan membuat mereka berada dalam kondisi "terjepit dan kelaparan". Selanjutnya pada tanggal 18 Juli 2016, Santoso alias Abu Wardah tewas ditembak oleh Satuan Tugas Operasi Tinombala setelah terjadinya baku tembak di wilayah desa Tambarana. Lalu mengapa operasi total seperti Tinombala tidak dilakukan di Papua? Di Pemerintah sendiri masih belum satu kata. Entah mengapa!?
Tapi korban terus berjatuhan. Kali ini
dua prajurit TNI gugur dalam baku tembak dengan di Kabupaten Intan Jaya, Papua. Dua prajurit TNI yang gugur itu yakni Lettu Inf Erizal Zuhri Sidabutar dan Serda Rizky. Baku tembak KKB dengan Satgas TNI-Polri terjadi pada Selasa (17/12/2019) sekitar pukul 15.30 WIT. Saat itu tim gabungan sedang bertugas menjamin keamanan warga.
Keterangan tertulis dari Puspen TNI, Rabu (18/12/2019), menyebutkan, Satgas Gakum TNI dan Polri sebelumnya mendapat informasi dari warga Sugapa soal gangguan keamanan berupa intimidasi, kekerasan fisik, serta perampokan yang dilakukan KKB atau bagian dari OPM alias organisasi Papua merdeka.
TNI pun melakukan patroli pengamanan di lokasi yang diduga menjadi basis kegiatan OPM. Mereka pun bertemu anggota OPM sehingga terjadi kontak tembak hingga mengakibatkan dua anggota TNI gugur. Setelah itu tim gabungan melakukan pengejaran untuk menangkap anggota OPM yang melarikan diri ke dalam hutan sekaligus memastikan terjaminnya keamanan masyarakat.
Kapolda Papua Irjen Paulus Waterpauw mengatakan KKB yang berhadapan dengan tim gabungan merupakan penembak 3 tukang ojek di Intan Jaya pada Oktober 2019. KKB atau OPM ini dipimpin Lekagak Talenggen.
Sementara itu jenazah Lettu Inf Erizal Zuhri Sidabutar, personel Komando Pasukan Khusus (Kopassus), yang tewas ditembak KKB, tiba di Bandara Kualanamu International Airport di Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, Rabu tadi malam pukul 22.15 WIB. Jenazah Lettu Inf Erizal Zuhri Sidabutar dibawa ke rumah duka di Kompleks Asrama Polisi, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara. Bapak kandung almarhum bernama Aiptu Rukur Sidabutar merupakan personel kepolisian bertugas di Polres Dairi.
Hal tersebut dibenarkan oleh Humas Polres Dairi Ipda Donny Saleh kepada wartawan, Rabu 18 Desember 2019.
Ia mengatakan, jenazah dikebumikan usai salat Dhuhur dan dimakamkan tidak jauh dari rumah duka, Kamis siang, 19 Desember 2019 hari ini. "Kita mempersiapkan tenda dan kursi untuk menyambut kedatangan jenazah," ungkap Donny.
Donny mengaku terkejut mendengar kabar anak rekannya tewas ditembak KKB. Ia mengatakan, pihak Polres Dairi juga berduka atas meninggalnya Lettu Inf Erizal Zuhri Sidabutar, yang merupakan putra terbaik di Kabupaten Dairi.
"Tadi malam dibuat acara tahlilan. Suasana duka, bapak dan mamak sangat terpukul kali. Orangnya baik dan bertanggung jawab dalam tugas. Kami Polres Dairi merasakan kehilangan, karena putra terbaik dari Dairi," tutur Donny.
Menanggapi hal itu, Menko Polhukam, Mahfud MD, menyebut yang terjadi di Papua adalah gerakan separatis yang harus dihadapi dengan pendekatan keamanan.
"(KKB di) Papua itu menunjukkan bukti bahwa gerakan separatis itu memang harus dihadapi dengan pendekatan keamanan," kata Mahfud MD kepada wartawan di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, Rabu (18/12/2019).
Mahfud menyinggung mengenai kasus baku tembak aparat dengan KKB di Nduga pada bulan Maret silam. Sama seperti kasus di Kabupaten Intan Jaya, kata Mahfud, apa yang terjadi di Nduga juga merupakan gerakan separatis.
"Nah, orang yang kemudian seperti kasus Nduga dulu itu kan dimulai dari separatis menganiaya aparat, lalu terjadi peristiwa itu. Kemarin (di Kabupaten Intan Jaya) juga terjadi lagi," ujarnya.
Merespon berbagai kasus yang terjadi di Papua, jelas Mahfud, pemerintah telah melakukan berbagai pendekatan pembangunan yang komprehensif di Papua. Pendekatan itu tidak hanya menyasar aspek sosial, ekonomi, dan budaya semata.
"(Juga) pendekatan keamanan, karena nyatanya juga masih ada peristiwa-peristiwa pembunuhan terhadap aparat secara keji, kan gitu. Nah, oleh sebab itu mari kita jaga sama-sama, dan mudah-mudahan itu bisa segera diatasi," tuturnya.
Sementara saat ditanya apakah pemerintah akan mempertebal personel TNI-Polri di Papua, Mahfud enggan menjawab. "Nanti biar Polri dan TNI kalau itu. Itu kan yang bisa menghitung (peta kekuatan) itu adalah urusan TNI-Polri. Saya kebijakannya saja," pungkas Mahfud. (vvn/tmp)
No comments:
Post a Comment