Oleh Imam Shamsi Ali*
SESUNGGUHNYA sudah cukup lama saya ingin menuliskan tentang upaya Kongress AS untuk memakzulkan Presiden Amerika ke -45, Donald J. Trump. Tapi setiap mau menuliskan hal itu terasa susah memulai dari mana dan akan berakhir di mana. Masalahnya terlalu banyak isu terkait dan semuanya menarik untuk dibahas.
Setelah melalui waktu panjang, termasuk usaha menemukan penyelewengan Donald Trump ketika diperkirakan bekerjasama dengan Rusia untuk memenangkan dirinya pada pemilu lalu. Walaupun pada akhirnya penyelidikan yang dikomandoi oleh mantan Kepala FBI, Robert Mueller, itu tidak dapat dijadikan basis pemecatan. Tapi temuan Mueller ini menjadi alasan yang lebih kuat bagi Demokrat untuk melakukan investigasi lanjutan.
Apalagi dicurigai bahwa temuan Mueller itu ada sesuatu yang disembunyikan karena US-DOJ (Department of Justice) meringkas (summary) itu dan tidak membuka (release) versi lengkapnya ke publik. Sehingga kecurigaan semakin membesar bahwa memang ada sesuatu yang tidak beres.
Maka, beberapa bulan lalu, tiba-tiba ada yang disebut “pembisik” (whisper blowers) yang melaporkan apa yang dilakukan, dan terus dilakukan oleh Presiden Trump untuk menekan lawan politik yang kira-kira dianggap membahayakan bagi pemilihan dirinya untuk kedua kalinya (second term).
Saat ini Joe Biden, mantan wakil Presiden US, menjadi kontender terkuat yang akan menantang Presiden Trump Pada pemilu tahun depan.
Oleh karenanya Donald Trump mengupayakan melalui semua cara, tanpa melihat kepada konsekuensi hukum dan konstitusi Amerika dan kepada dirinya sendiri sebagai Presiden, untuk menekan calon penantangnya itu. Salah satunya dengan menekan Ukraine mengumumkan investigasi kepada anak Joe Biden yang pernah duduk sebagai Komisaris perusahaan gas Ukraine, Brizma, dan korupsi di perusahaan tersebut.
Untuk mewujudkan keinginan Trump itu ada beberapa hal yang dilakukan:
Pertama, menekan dan belakangan memecat Duta Besar Amerika, Marie Yovanovict, saat itu yang dianggap olehnya lebih loyal ke Presiden Obama dan menjadi penghalang bagi upaya Donald Trump untuk menekan Ukraine menginvestigasi anak Joe Biden.
Kedua, mengangkat Akting Duta Besar untuk Ukraine, Mr. William Taylor. Tapi pada saat yang sama tidak memberikan otoritas penuh untuk berkomunikasi dengan kedua kepala negara (Mr. Trump dan Mr. Zelenski). Trump justru mengamanahkan keinginan-keinginannya kepada 3 orang yang dikenal dengan istilah “three Amigos”. Mereka adalah Mr. Perry (Menteri pertambangan), Mr. Sonland (Dubes US untuk Uni Eropa) dan Mr. Volker (mantan negosiator Trump untuk Ukraine). Ketiganya dianggap Trump Buddies (orang-orang dekat dan loyalis).
Ketiga, belakangan ketiga Amigos itu pun kemudian harus mendengar kepada “personal lawyer” Presiden, Giuliani (mantan Walikota New York) dalam melakukan tugas-tugas mereka untuk mengkomunikasikan kepentingan Trump dengan Presiden Ukraine, Mr. Zelenski. Belakangan kita kenal Menteri Energi Trump, Mr Perry, mengundurkan diri. Entah karena situasi di atas atau karena hal lain.
Keempat, melalui Guliani dan juga ketiga Amigos tadi, Presiden Trump melancarkan tekanan-tekanan kepada pemerintah Ukraine agar segera mengumumkan investigasi kepada Joe Biden. Untuk terjadinya hal tersebut ada dua tekanan penting yang dilakukan oleh Donald Trump.
1) Mensyaratkan pertemuan antara dirinya dan Presiden Ukraine dengan investigasi atau pengumuman tentang investigasi tersebut.
2) menahan bantuan militer untuk Ukraine sebesar $400 juta menghadapi ancaman militer Rusia di negara itu.
Semua di atas menjadi dasar penting bagi Kongress Demokrat untuk melanjutkan investigasi untuk mendapatkan bukti-bukti selanjutnya bagi upaya pemakzulan (impeachment) sang Presiden. Dalam tiga bulan terkahir Kongress melakukan dengar kesaksian (hearing) dari saksi-saksi, termasuk sebagian dari anggota pemerintahan Trump itu sendiri.
Beberapa saksi yang hadir di Kongress, termasuk satu dari tiga Amigos tadi, Ambassador Sonland, semuanya mengarah kepada afirmasi bahwa memang Trump berusaha menekan Ukraine atau negara lain untuk menginvestigasi warga negaranya. Bukan warga negara biasa. Tapi salah seorang calon penantangnya pada pilpres tahun 2020 depan.
Masalahnya kemudian adalah ada beberapa saksi Utama, termasuk Menlu AS, dilarang oleh Presiden untuk hadir di acara kesaksian atau hearing itu. Walaupun oleh Kongress telah dilakukan pemanggilan paksa lewat pengadilan atau apa yang dikenal dengan istilah Subpoena.
Pelarangan Donald Trump kepada beberapa saksi Utama ini ternyata juga adalah pelanggaran kepada konstitusi US yang bisa menjadi dasar pemecatan seorang Presiden di Amerika Serikat.
Maka, jika upaya menekan Presiden Ukraine di atas untuk menginvestigasi lawan politiknya disebut “abuse of power” atau penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan pribadi dan bukan negara/bangsa. Maka pelarangan para saksi yang harusnya “wajib” hadir memberikan kesaksian disebut “obstruction of Congress”. Yaitu upaya menghalangi Kongress untuk melaksanakan tugas-tugas kenegaraannya.
Kedua hal di atas itulah yang menjadi dasar pemecatan (articles of impeachment) Presiden Donald Trump, Presiden Amerika Yang ke -45. Yang dalam sejarah negara Adi Daya ini baru tiga kali terjadi.
Tampaknya kedua artikel ini yang menjadi konsensus seluruh anggota Kongress dari Partai Demokrat. Perihal keterlibatan Kampanye Trump dalam mencari dukungan Rusia pada pilpres lalu tidak dimasukkan dalam articles of impeachment tersebut. Kemungkinan karena sebagian tidak melihatnya sebagai alasan kuat. Walaupun kenyataannya Ketua kampanye Trump Pada pilpres lalu saat ini telah dipenjara karena itu.
Rencananya kedua dasar pemecatan itu akan diperdebatkan di Komite Hukum (Judiciary Committee) esok hari. Selanjutnya akan divoting dan jika lolos akan dikirim ke House floor untuk divoting oleh seluruh anggota Kongress, Democrats dan Republicans.
Diprediksi bahwa proses dari House of Judiciary Committee ke Full House floor voting akan berjalan lancar. Maklum Kongress memang masih dikuasai oleh Partai Demokrat.
Dari Kongress kemudian dikirim ke Senate untuk dilakukan pengadilan kepada Presiden Donald Trump. Harapan Trump untuk mendapat pembelaan ada di Senat karena masih dikuasai oleh Partai Republican.
Lalu bagaimana ke depannya proses pemakzulan presiden Amerika ini? Akankah Donald Trump dipaksa mundur atau dimakzulkan dengan proses ini?
Jawabannya akan disusulkan dalam beberapa hari ke depan. Tapi yang pasti pada tahap ini saja saya kira warga Amerika dapat membuka mata tentang siapa Presiden mereka saat ini.
Dilemanya memang, seperti di negara lain juga, kerap kali sebagian politisi-politisi itu menganut paham politik pelacuran. Mayoritas, jika tidak semuanya, Republicans saat ini masih membela Presiden Trump dengan alasan-alasan yang tidak substantif. Tuduhannya hanya karena tahun depan akan ada pilpres. Dengan kata lain, seolah investigasi dan pemakzulan presiden Amerika ini hanya sebuah kepentingan politik Partai Demokrat.
Tapi dengan kesaksian-kesaksian yang ada, bahkan dengan pernyataan-pernyataan Donald Trump sendiri, semua mengarah kepada realita dan fakta bahwa Presiden Amerika Serikat ini telah melakukan pelanggaran Konstitusi yang nyata. Dan Karenanya sangat layak dimakzulkan.
Dan jika ini terjadi maka harapan kepada demokrasi dengan “power balance” (keseimbangan kekuasaan) masih menjadi harapan sistem politik dunia. Bahwa dalam dunia demokrasi tidak seorang pun yang berada di atas hukum (above the law). Termasuk Presiden itu sendiri.
Kita tunggu kelanjutan proses Pemakzulan Presiden Amerika ini. (*)
New York, 10 Desember 2019
* Imam di Kota New York, AS.
* Presiden Nusantara Foundation
No comments:
Post a Comment