JAKARTA (DutaJatim.com) - Sejumlah kejanggalan dinilai masih melekat pada penangkapan dua polisi yang kemudian dijadikan tersangka kasus penyerangan terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan. Bukan hanya Novel yang curiga dengan alasan dua polisi itu menyerang dirinya yakni hanya karena dendam pribadi. Novel dianggap pengkhianat. Sementara kasus penyerangan atau teror bukan hanya dialami oleh Novel saja tapi juga penyidik lain dan bahkan pimpinan KPK.
Apalagi sempat disebut-sebut keterlibatan seorang jenderal di balik kasus tersebut sehingga masalah ini menjadi berlarut-larut dan pengungkapan kasusnya sangat lama. Untuk itu Komnas HAM minta agar kasus ini diungkap tuntas, termasuk apakah dua polisi itu bertindak secara pribadi atau ada jenderal yang memerintahkannya.
Komnas HAM mengapresiasi Polri yang menangkap dua orang terduga pelaku teror air keras terhadap Penyidik KPK Novel Baswedan. Komnas HAM meminta penyidikan kasus ini dilakukan transparan.
"Harus dibarengi komitmen tinggi akan proses yang transparan," kata Komisioner Komnas HAM, Mohammad Choirul Anam, Sabtu (28/12/2019).
Anam mengatakan pihaknya menunggu Polri mengungkap konstruksi perkara ini. Dia berharap Polri bisa mengungkap apakah para terduga pelaku bertindak sendiri atau berdasarkan perintah pihak lain, apalagi kedua terduga pelaku adalah anggota Polri aktif.
"Kami menunggu apakah kedua orang tersebut dalam konstruksi kasus yang dibangun merupakan aktor berdiri sendiri ataukah hanya bagaian dari kelompok penyerang dengan berbagai statusnya. Karena Novel dengan berbagai kasus yang ditangani memiliki beragam latar belakang motif yang memungkinkan dia dapat serangan. Minimal kasus 2 yang pernah disebut oleh tim teknis yang diketuai Kabareskrim waktu itu. Kasus yang telah diungkap oleh tim teknis, minimal dapat menjadi modalitas apakah bertindak sendiri ataukah atas perintah," kata Anam.
Anam mengatakan Komnas HAM menempatkan Novel sebagai pejuang HAM. Menurut Anam, serangan terhadap Novel tak terlepas dari tugasnya menangani kasus korupsi.
"Bagi Komnas HAM yang menempatkan Novel sebagai human right defender, karena melihat serangan terhadap Novel tidak lepas dari aktivitas pemberantasan korupsi," katanya.
Selain itu, Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik meminta KPK juga membantu Polri dalam penanganan kasus ini. Menurut Taufan, KPK bisa saja menggunakan pasal merintangi penyidikan terhadap dua terduga pelaku.
"Sekarang udah ada nih 2 nama (pelaku), mereka (KPK) dukung dong untuk pengungkapan fakta kebenaran, dan fakta kasus ini agar komprehensif, kan gitu, Polri sudah menemukan, tapi kita kan belum tahu nih dari kepolisian keterangan lebih dulu apakah 2 orang ini atau ada pelaku lain terkait apa, dan macam-macam kan belum, ke depan kita harap KPK juga ikut memperkuat proses pengungkapan kasus ini," katanya.
KPK dulu pernah mengatakan tidak bisa terlibat mengungkap kasus ini, karena ranah mereka adalah tipikor, tapi Komnas HAM sudah membuat kesimpulan bahwa kasus ini obstruction of justice. "Jadi kalau obstruction of justice dia bisa gunakan wewenang itu untuk ikut buka kasus ini. Caranya gimana apakah dia bikin tim sendiri, atau bersama itu urusan mereka, secara teknis silakan. Tapi tidak bisa dia hanya nunggu saja pihak Polri," kata Taufan.
Pelaku penyerangan Novel sebelumnya ditangkap di kawasan Cimanggis, Depok pada Kamis (26/12) malam. Setelah pemeriksaan intensif, kedua polisi aktif berinisial RM dan RB itu ditetapkan sebagai tersangka pada Jumat (27/12) pagi.
Sejumlah pihak menyebut ada kejanggalan dalam penetapan tersangka kepada dua polisi itu. Novel Baswedan sendiri terlihat curiga khususnya soal alasan penyerang yang menyebut motifnya balas dendam. Padahal, kasus ini jelas-jelas terkait dengan posisi Novel sebagai penyidik KPK.
Selain itu, ada kesan pelaku memperlihatkan dendam pribadinya kepada Novel, seperti berteriak menyebut dirinya tidak suka Novel karena pengkhianat. Hal-hal semacam itu ada kesan disengaja agar bisa mengait kepada motif dendam pribadi sehingga tidak melebar ke pihak lain, khususnya sosok yang selama ini disebut sebagai "sang jenderal".
Ditangkap atau Serahkan Diri?
Tim Advokasi Novel Baswedan sebelumnya juga mempertanyakan kebenaran kabar bahwa pelaku penyerangan terhadap penyidik KPK Novel Baswedan ditangkap polisi. Anggota Tim Advokasi Novel Baswedan Alghiffari Aqsa menyatakan, hal itu diragukan karena terdapat pula informasi yang menyebut kedua pelaku penyerangan itu menyerahkan diri ke polisi.
"Terdapat kejanggalan-kejanggalan sebagai berikut, adanya SP2HP (Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan) tertanggal 23 Desember 2019 yang menyatakan pelakunya belum diketahui, perbedaan berita yaitu kedua polisi tersebut menyerahkan diri atau ditangkap," kata Alghiffari dalam siaran pers, Jumat (27/12/2019).
Alghiffari mengatakan, perbedaan keterangan tersebut harus diklarifikasi Polri. Bila pelaku benar menyerahkan diri, Alfghiffari meminta Polri mengungkap alasan pelaku menyerahkan diri. Ia juga meminta Polri memastikan bahwa kedua pelaku tersebut bukanlah "bumper" dari otak kejahatan di balik kasus penyerangan Novel.
"Kepolisian harus mengungkap motif pelaku tiba-tiba menyerahkan diri, apabila benar bukan ditangkap. Dan juga harus dipastikan bahwa yang bersangkutan bukanlah orang yang "pasang badan" untuk menutupi pelaku yang perannya lebih besar," ujar Alghiffari.
Polri telah menangkap pelaku penyiraman air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi Novel Baswedan, Kamis (26/12/2019) kemarin. "Tadi malam (Kamis malam), kami tim teknis bekerja sama dengan Satkor Brimob, mengamankan pelaku yang diduga telah melakukan penyerangan kepada Saudara NB (Novel Baswedan)," kata Kepala Bareskrim Polri Komjen Listyo Sigit Prabowo dalam jumpa pers di Polda Metro Jaya, Jumat (27/12/2019).
"Pelaku dua orang, insial RM dan RB. (Anggota) Polri aktif," kata Listyo melanjutkan.
Pelaku penyerangan dan teror terhadap Novel Baswedan baru berhasil diungkap Polri setelah kasus itu terjadi lebih dari 2,5 tahun. Novel diserang pada 11 April 2017 saat berjalan menuju kediamannya, setelah menunaikan ibadah shalat Subuh di Masjid Al Ihsan, Kelapa Gading, Jakarta Utara. Akibat penyiraman air keras ini, kedua mata Novel terluka parah. Dia sempat menjalani operasi mata di Singapura.
Seakan Kasus Baru
Kejanggalan lain seakan ini kasus baru. Seakan dengan ditangkapnya dua polisi aktif itu kasus selesai. Seakan masalahnya jadi sangat mudah. Padahal kasus ini berjalan cukup lama dan rumit. Melibatkan banyak pihak untuk mengungkapnya. Bahkan Presiden Jokowi berkali-kali menghadapi kritikan tajam karena tidak kunjung menuntaskan kasus ini.
Novel Sendiri Ragu
Keraguan juga disampailan oleh Novel sendiri. Novel mengaku heran dengan dugaan motif kedua pelaku dalam menyerang dirinya. "Saya seharusnya mengapresiasi kerja Polri, tapi keterlaluan bila disebut bahwa penyerangan hanya sebagai dendam pribadi sendiri dan tidak terkait dengan hal lain, apakah itu tidak lucu dan aneh?" kata Novel saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Jumat (27/12/2019). Namun, Novel enggan berkomentar lebih jauh mengenai proses tersebut. "Saya tidak akan terlalu banyak berkomentar lagi, nanti penasihat hukum saja yang menyampaikan pernyataan," ucap Novel.
(det/wis/kcm)
No comments:
Post a Comment