JAKARTA (DutaJatim.com) - Akhirnya Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto, Jumat 24 Januari 2020 hari ini. Hasto diperiksa sebagai saksi terkait kasus dugaan suap penetapan anggota DPR pengganti antar waktu dari Fraksi PDIP dengan tersangka bekas caleg PDIP Harun Masiku dan komisioner KPU Wahyu Setiawan.
Tampak Hasto datang memenuhi panggilan pemeriksaan pada Jumat pagi hari tadi. Ketika ditemui wartawan, dia menyatakan siap memenuhi tanggung jawabnya sebagai warga negara untuk diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi di kasus ini.
"Hari ini saya memenuhi tanggung jawab warga negara dalam menjaga marwah KPK, memenuhi undangan untuk hadir sebagai saksi," kata Hasto di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (24/1/2020).
Hasto masih enggan banyak komentar terkait pemeriksaannya pada hari ini. Ia berjanji akan memberikan keterangan kepada awak media setelah rampung menjalani pemeriksaan.
"Keterangan pers akan saya sampaikan setelah pemeriksaan tersebut," katanya.
Sejauh ini, KPK baru menetapkan empat orang sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait proses Pergantian Antar Waktu (PAW) di DPR RI. Empat tersangka tersebut yakni, mantan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan (WSE), mantan Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sekaligus orang kepercayaan Wahyu, Agustiani Tio Fridelina (ATF).
Kemudian, Calon Anggota Legislatif (Caleg) dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Harun Masiku (HAR) dan pihak swasta, Saeful (SAE). Wahyu dan Agustiani ditetapkan sebagai pihak penerima suap. Sedangkan Harun dan Saeful merupakan pihak yang memberikan suap.
Dalam perkara ini, Wahyu diduga meminta fee sebesar Rp900 juta untuk meloloskan Harun Masiku sebagai anggota DPR pengganti Nazarudin Kiemas yang telah meninggal dunia. Namun Wahyu baru akan menerima Rp600 Juta dari proses pelolosan tersebut.
Uang Rp600 Juta dibagi dalam dua tahapan. Pada tahapan pertama, ada aliran suap Rp400 juta yang saat ini masih didalami sumbernya. Hanya saja, Wahyu hanya menerima senilai Rp200 Juta dari total Rp400 Juta. Sisanya atau senilai Rp200 Juta, diduga digunakan oleh pihak lain.
Sekongkol
Lalu apa peran Hasto dalam kasus ini? Dalam tulisan di Tempo.Co edisi Senin 13 Januari 2020 ada tulisan berjudul "Bersekongkol Menyelamatkan Hasto".
Dalam tulisan itu disebutkan sepatutnya kita memberi hormat kepada tim penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi yang dengan gigih berupaya menangkap Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Hasto Kristiyanto.
Di tengah merosotnya kepercayaan publik kepada KPK, mereka berani melawan berbagai tekanan ketika membongkar kasus dugaan suap komisioner Komisi Pemilihan Umum, Wahyu Setiawan, yang ikut menyeret Hasto.
Wahyu diringkus pada Rabu, 8 Januari lalu, bersama sejumlah orang yang dua di antaranya orang dekat Hasto. Ia diduga meminta duit Rp 900 juta untuk meloloskan Harun Masiku, calon legislator PDIP dari daerah pemilihan Sumatera Selatan I yang gagal terpilih menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
Suap itu diduga untuk mempermulus pelengseran Riezky Aprilia, anggota DPR yang telah dilantik, melalui mekanisme pergantian antarwaktu di KPU. Riezky ditetapkan KPU sebagai anggota DPR menggantikan Nazarudin Kiemas, yang meninggal. Riezky adalah peraih suara pemilu terbanyak setelah Nazar. Diduga sebagian duit yang diberikan kepada komisioner KPU berasal dari Hasto.
Namun upaya menciduk Hasto gagal total. Tim penindakan KPK yang mencoba masuk ke Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, yang diperkirakan menjadi tempat persembunyian Hasto, dihalang-halangi sejumlah polisi.
Petugas komisi antirasuah sempat ditahan, bahkan diteror dengan uji urine seolah-olah mereka pemadat narkotik. Tim KPK pun tak bisa menyegel ruangan Hasto di kantor PDI Perjuangan karena dihalangi petugas di partai banteng.
Namun Hasto membantah kabar itu. Dia juga merasa dipojokkan dalam kasus ini oleh pemberitaan media massa. Lalu siapa yang benar? Tunggu saja hasil pemeriksaan KPK Jumat hari ini. (tmp/det)
No comments:
Post a Comment