JAKARTA (DutaJatim.com) - Salah satu tren yang digadang-gadang akan menjadi populer dekade ini adalah adanya "sustainable fashion". Sebuah fashion yang ramah lingkungan. Gerakan ini memiliki misi untuk menjadikan industri mode lebih beretika terhadap lingkungan dari besarnya sampah yang dihasilkan oleh industri mode di bumi.
Tren membuat dunia fashion membuang barang yang masih bagus tapi dianggap tidak lagi masuk orbit tren tersebut. Tren baru membuat barang lama menjadi seperti sampah. Padahal masih sangat bagus. Sangat layak pakai. Hanya saja tidak lagi tren.
Kemudahan membeli pakaian (fast fashion) dan membuang pakaian lainnya yang sebenarnya masih bisa digunakan bisa dibilang merupakan kontribusi utama dari limbah mode. Sebuah limbah yang tidak kalah membuat repot penghuni bumi.
Limbah itu terbentuk lewat penggunaan pewarna kain yang murah yang mengandung bahan kimia yang berbahaya untuk lingkungan, hingga penggunaan bahan polyester atau nilon yang terbuat dari bahan yang sulit terurai.
Kendati gerakan ini memiliki tujuan yang baik dalam menjaga bumi untuk hidup sedikit lebih lama, Perancang busana kondang Musa Widyatmodjo, mengaku masih banyak tantangan yang harus dilalui agar "sustainable fashion" benar-benar berdampak.
Desainer yang memulai kiprahnya di dunia fashion sejak tahun 1991 itu mengatakan, banyak hal penting yang harus diperhatikan dalam mendukung salah satu aksi pencegahan pemanasan global itu.
"Masih banyak PR (pekerjaan rumah) untuk sustainable fashion. Sustainable tak bisa hanya diartikan secara harafiah, ruang lingkupnya sangat luas," kata Musa.
"Ada keberlanjutan di dalamnya, ada tanggung jawab dengan sosial, ekonomi, bahan baku, dan proses dari proses tak ada, ada, hingga enggak ada sampahnya," ujarnya melanjutkan.
Sementara itu, sejumlah selebritas dunia telah memperkenalkan tren tersebut. Misalnya aktor Joaquin Phoenix yang mengenakan tuksedo lamanya di ajang Golden Globe 2020, beberapa waktu lalu. Dengan mengenakan pakaian lama, secara tak sadar sudah berkontribusi dalam menyelamatkan lingkungan dan generasi di masa mendatang. (ara/ant)
Isu fashion ini sudah lama. Bahkan Enviloka, sebagai salah satu komunitas pecinta lingkungan, mengadakan sebuah fashion exhibition bertajuk "Eco Nic" di Pasific Place, Jakarta Selatan, Sabtu (22/10/2011) lalu.
"Acara ini sebagai wujud kepedulian dari kaum muda pecinta fashion dan lingkungan untuk menggabungkan kedua hal tersebut, agar saling berkesinambungan dan mendukung," ungkap Putri Julia Savitri, ketua Eco Nic dalam sambutannya saat itu.
Dalam aksi cinta lingkungan ini, fashion dipilih sebagai ikon untuk gerakan cinta lingkungan karena anak muda umumnya merupakan konsumen dari berbagai produk fashion. Fashion yang ramah lingkungan ini diharapkan mampu mengembalikan ekosistem lingkungan agar tetap seimbang dan bisa tetap fashionable tanpa merusak lingkungan.
"Ajang ini diharapkan bisa mengkampanyekan aksi cinta lingkungan ala anak muda melalui fashion. Karena anak muda adalah pilar bangsa yang akan mewariskan semua kekayaan bangsa," ungkap Wanda Hamidah, artis, aktivis lingkungan hidup, dan politisi.
Isu Lama
Untuk menggalang kepedulian anak muda akan fashion yang ramah lingkungan, Enviloka mengadakan bazaar pakaian bertema ramah lingkungan. Bazaar ini menghadirkan 19 booth, dan menggelar peragaan busana dari 18 finalis lomba desain eco fashion yang diikuti beberapa kampus di Indonesia. Ada sembilan kriteria yang diterapkan dalam Eco Nic untuk menghasilkan fashion yang ramah lingkungan.
1. Lokal
Aneka produk dalam negeri merupakan salah satu contoh fashion yang ramah lingkungan. Dengan menggunakan produk dalam negeri, emisi yang berakibat polusi udara dari transportasi barang impor bisa dikurangi.
2. Daur ulang
Eco fashion bisa diciptakan dari bahan baku atau material yang sudah ada sebelumnya. Fashion ini bisa didesain dan diciptakan kembali dengan berbagai ide bahkan bentuk baru.
3. Sustainable fashion
Eco fashion bisa meminimalkan dampak fashion di lingkungan. Pakaian yang terbuat dari katun organik aman bagi petani dan pekerja garmen, karena terbebas dari pestisida dan pupuk kimia.
4. Animal free
Tidak melibatkan pengujian hewan. Eco fashion dibuat tanpa menggunakan jaringan kulit atau hewan, misalnya bulu. Bahan organik yang bisa digunakan adalah kain organik yang terbuat dari sumber alami seperti bambu, rami, jelatang, wol, sutra kedelai, kayu, karet, serat pisang. Serat alami yang tumbuh tanpa pestisida dan bahan beracun lainnya bisa menjaga kesehatan manusia dan lingkungan.
5. Bebas bahan kimia
Jika menggunakan pewarna, sebaiknya gunakan pewarna yang diekstrak dari bahan vegetatif seperti buah, biji, sayur, daun, batang, atau tanaman lain.
6. Fair traded
Eco fashion tak melulu hanya meminimalisasi dampak negatif pada lingkungan, tetapi juga pada proses pembuatannya. Tanggung jawab pabrik pakaian terhadap hak asasi manusia, tidak mempekerjakan anak, menetapkan jam kerja yang wajar, dan memberikan upah hidup yang layak. Selain itu, eco fashion yang berpihak pada manusia tidak mengganggu manusia dalam bentuk apapun, misalnya uap, gas, debu, kebisingan, suhu, dan lainnya.
7. Modifikasi kreatif
Produk eco fashion bisa dibuat dengan menggabungkan berbagai keterampilan pengrajin seperti sulaman, batik dan lainnya. Hal ini juga berfungsi untuk melestarikan budaya indonesia.
8. Vintage
Vintage adalah istilah untuk pakaian baru atau tangan kedua ataupun pakaian bekas yang bisa diubah atau dimodifikasi kembali menjadi pakaian baru yang unik.
9. Efisien
Produk yang ramah lingkungan ini bisa menghasilkan manfaat terbesar dengan meminimalisasi penggunaan sumber daya alam, seperti hemat air dan hemat listrik dalam proses produksinya. (kcm/ant)
Foto: https://www.fibre2fashion.com/industry-article/6564/sustainable-fashion-part-ii
No comments:
Post a Comment