JAKARTA (DutaJatim.com) - Ketua DPR RI Puan Maharani mengajak para ulama memberi masukan untuk Rancangan Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja dan Perpajakan yang akan segera memasuki tahap pembahasan di DPR RI. “Kami juga mengajak Majelis Ulama Indonesia untuk ikut bersama-sama memberikan saran dan masukan atas pembentukan Undang-undang di DPR RI agar produk hukum yang dihasilkan benar-benar dapat bermafaat bagi kepentingan rakyat dan bangsa Indonesia,” tutur Puan.
Puan Maharani menyatakan hal itu dalam sambutannya ketika membuka Rapat Pleno Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Gedung MUI, Jakarta Pusat, Rabu (19/2/2020). Rapat ini dipimpin Ketua Dewan Pertimbangan MUI Prof. Dr H.M. Din Syamsuddin dan dihadiri 90 tokoh yang terdiri dari ketua umum ormas Islam tingkat pusat seperti PBNU dan PP Muhamadiyah, Ulama dan para cendekiawan muslim serta organisasi perempuan Islam.
Menurut Puan, DPR segera menggelar rapat untuk menentukan apakah RUU itu dibahas melalui Komisi, Badan Legislasi (Baleg), atau Panitia Khusus (Pansus). “DPR akan mensosialisasikan RUU itu seluas – luasnya kepada masyarakat serta akan menyerap aspirasi semua pihak,”ungkap Puan.
Dalam sesi tanya jawab, beberapa kiai dan ulama juga menanyakan isu tentang omnibus law terutama soal pasal-pasal kontroversial RUU Cipta Kerja yang ramai di media massa. Menurut Puan, DPR akan memastikan pasal-pasal yang ada dalam RUU Omnibus Law tidak bertentangan dengan UUD 45.
“Kami sudah menugaskan tim untuk menelaah pasal per pasal. Prinsipnya jangan sampai UU yang dihasilkan mencederai dan membuat tidak nyaman berbagai pihak. Karena itu sosialisasi harus terbuka ke masyarakat,” katanya.
Aspirasi Umat Islam
Di hadapan para alim ulama peserta Rapat Pleno Dewan Pertimbangan MUI, Puan menegaskan komitmen DPR dalam bidang agama. “Hal itu diarahkan untuk memantapkan fungsi dan peran agama sebagai landasan moral dan etika dalam pembangunan, membina akhlak mulia, memupuk etos kerja, menghargai prestasi, dan menjadi kekuatan pendorong guna mencapai kemajuan dalam pembangunan,” ungkap Puan.
Ketua DPR menegaskan pelayanan urusan di bidang agama harus menjamin pemenuhan hak setiap warga negara untuk beribadah menurut agamanya; memperteguh toleransi dalam beragama.
“DPR RI yang saya pimpin senantiasa bersedia untuk bersinergi dan berbagi peran dengan Majelis Ulama Indonesia dalam menciptakan Islam yang Rahmatan Lil Alamin untuk memperkokoh persatuan nasional bangsa Indonesia agar tujuan mewujudkan kesejahteraan rakyat dapat segera diwujudkan”.
Puan juga berharap MUI membantu meluruskan pandangan-pandangan dan sikap sebagian dari masyarakat yang berbeda dengan pandangan dan sikap para pendiri bangsa tentang Pancasila. Menurutnya, Pancasila mengandung unsur keislaman dan kebangsaan laksana dua rel kereta api yang jika keduanya berdampingan dengan kokoh akan dapat mengantarkan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang majemuk sampai kepada tujuannya yaitu suatu tatanan masyarakat adil dan makmur serta bahagia lahir batin melalui pembangunan spiritual dan material secara seimbang.
“Sebagai wadah berhimpun ormas-ormas Islam dan para cendekiawan Islam, MUI memiliki peran yang amat strategis untuk menyi’arkan dakwah Islam yang wasathiyah dan moderat,” ujar Puan.
Perempuan pertama yang menjabat Ketua DPR RI ini menegaskan kebijakan-kebijakan politiknya sudah pasti akan memperhatikan nilai-nilai dan kepentingan Islam.
“Namun harus tetap dalam bingkai Pancasila dan NKRI. Itulah komitmen ideologis yang menjadi pegangan dan cita-cita perjuangan politik saya,” tegas Puan yang disambut tepuk tangan peserta rapat pleno.
Menurut Puan Maharani, pandangan politiknya terbentuk karena latar belakang keluarganya yang akrab dengan nilai-nilai keislaman dan kebangsaan. “Berada di lingkungan para alim ulama dan cendekiawan Islam, sebenarnya saya merasa tidak asing lagi karena latar belakang keluarga saya yang berasal dari keluarga muslim yang aktif dalam organisasi kemasyarakatan Islam.”
Puan bercerita latar belakang kakeknya, Soekarno, yang berguru kepada tokoh-tokoh muslim seperti Haji Oemar Said, dan tokoh Persatuan Islam (Persis) KH. Ahmad Hasan meskipun menjadi kader dan pengurus Muhamadiyah. “Begitu pula Nenek saya Ibu Fatmawati yang berasal dari keluarga Muhammadiyah dan pernah memimpin organisasi perempuan Muhammadiyah yakni Aisyiyah.”
Puan juga menyinggung ayahnya, Almarhum H. Muhammad Taufiq Kiemas, yang berasal dari latar belakang keluarga tokoh Masyumi. “Kakek dari ayah saya bernama Bapak Tjik Agus Kiemas, beliau seorang purnawirawan perwira TNI AD yang kemudian menjadi tokoh Partai Masyumi yang merupakan partai politik Islam yang pernah berjaya di masa itu.”
Sekjen Dewan Pertimbangan MUI Prof. Dr. Haji Noor Achmad meminta Puan melanjutkan peran dan cita-cita almarhum ayahnya untuk merekatkan kelompok Islam dan Nasionalis. Ia berharap ketua DPR hadir dalam Kongres Umat Islam yang rencananya akan dilangsungkan pada akhir Februari ini di Bangka Belitung.
“Kami berharap Mbak Puan hadir bersama partai-partai yang ada di DPR supaya ada silaturahim partai-partai dengan umat Islam seperti pesan almarhum pak Taufiq Kiemas,”ungkap Sekjen Dewan Pertimbangan MUI. (hud)
No comments:
Post a Comment