JAKARTA (DutaJatim.com) - Kejaksaan Agung gencar membongkar skandal PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Jaksa Agung S.T. Burhanuddin menyatakan penyidiknya segera menetapkan tersangka baru dalam kasus gagal bayar PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Calon tersangka sudah terlihat setelah jaksa memeriksa sejumlah saksi Rabu 12 Februari 2020.
"Insya Allah nantilah (ada tersangka baru)," kata Burhanuddin di Gedung Bundar Kejagung, Jakarta Selatan.
Sejauh ini, Kejagung telah menetapkan enam tersangka kasus gagal bayar premi asuransi Jiwasraya yang diduga merugikan negara Rp13,7 triliun. Tersangkanya segera bertambah, hanya saja tinggal diumumkan secara resmi oleh penyidik."Sudah kelihatan calon tersangkanya," katanya.
Enam tersangka kasus Jiwasraya saat ini adalah Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto; Komisaris PT Trada Alam Minera, Heru Hidayat; Komisaris Utama PT Hanson Internasional Tbk, Benny Tjokrosaputro. Kemudian mantan Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya, Hendrisman Rahim; mantan Direktur Keuangan PT Asuransi Jiwasraya, Hary Prasetyo; dan mantan Kepala Divisi Investasi PT Asuransi Jiwasraya Syahmirwan.
Untuk tersangka Benny Tjokrosaputro dan Heru Hidayat akan dijerat dengan pasal tindak pidana pencucian uang. Kemudian, para tersangka lain akan dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Kejagung juga sudah menggeledah 18 tempat di Jakarta terkait pengembangan penyidikan kasus PT Jiwasraya. Namun Direktur Penyidikan Jampidsus Febri Adriansyah masih belum mau merinci 18 lokasi yang sudah digeledah penyidik Korps Adhyaksa tersebut.
"Ada 18 tempat yang sudah digeledah," ujar Febri di Gedung Bundar Kejagung, Jakarta, Rabu (12/2/2020).
Febri menerangkan, pihaknya juga telah memeriksa lima orang saksi pada Rabu kemarin. Salah satunya mantan Direktur Utama PT Jiwasraya Periode 2008-2018 Hendrisman Rahim yang telah ditetapkan tersangka. Kemudian, karyawan Mayapada Group Helin Saputro dan Head of Bancassurance Relationshop PT AJS Dwi Laksito.
"Yang jelas ada dari pihak tersangka tapi sebagai saksi diperiksa dan satu dari Jiwasraya. Tiga kalau nggak salah dari sekuritas," papar Febri.
Febri membantah Kejagung segera menetapkan tersangka baru dalam kasus Jiwasraya tersebut. Menurut dia, penyidik masih berkosentrasi di pemberkasan agar keenam tersangka bisa segera disidangkan.
"Kita konsentrasi di pemberkasan karena target kita kan teman-teman sudah tahu ditargetkan oleh pimpinan ini dalam waktu 2 bulan sudah bisa kita limpahkan mudah-mudah-mudahan itu tidak meleset," tuturnya.
Nasabah Minta Dibayar
Sementara itu, nasabah PT Jiwasraya mendatangi gedung Soemitro Djojohadikusumo yang menjadi kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Jakarta Pusat Rabu 12 Februari 2020. Kehadiran para nasabah yang tergabung dalam wadah forum korban gagal bayar Jiwasraya ini sebagai upaya mendapatkan dana polis yang masih nyangkut karena gagal bayar.
Para nasabah akhirnya diterima Deputi Komisioner Humas dan Logistik OJK Anto Prabowo dalam sebuah pertemuan tertutup. Namun sebelum pertemuan tertutup dimulai, sempat terjadi ketegangan. Para nasabah meminta pertemuan terbuka dan dapat diliput oleh awak media. Hanya saja, permintaan itu ditolak oleh pihak OJK yang menginginkan pertemuan tertutup.
"Kalau awak media tidak ikut pada pertemuan ini, kami tidak mau," kata Mohammad Feroz, salah satu nasabah Jiwasraya, di kantor OJK, Jakarta Pusat, Rabu (12/2/2020).
Pertemuan berlangsung pada pukul 09.25 WIB di ruangan yang biasa dijadikan tempat konferensi pers OJK bersama awak media. Alasan para nasabah meminta diliput agar publik mengetahui isi pertemuan tersebut. Namun akhirnya mereka sepakat pertemuan dilakukan tertutup.
Sebanyak 30 nasabah menuntut OJK segera membayarkan klaim yang selama ini masih menyangkut karena kasus gagal bayar. Ida Tumota, salah satu nasabah Jiwasraya, mengatakan, pihak OJK harus segera mengambil sikap atas tuntutan para korban yang sudah disampaikan pada pertemuan tersebut.
"Kami sekitar 30 orang diundang oleh OJK untuk mendengarkan solusi mereka. Kami bertemu Pak Anto. Hasilnya agak melunakkan hati kami, dan dia juga meminta kepada kami untuk menunggu sampai bulan Maret," kata Ida di gedung OJK, Jakarta Pusat, Rabu (12/2/2020).
Ida mengaku tuntutan akan disampaikan oleh OJK kepada pihak terkait seperti Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN. "Tuntutan kami akan disampaikan ketika mereka bertemu dengan Kementerian Keuangan, BUMN, pemerintah, dan OJK," jelas dia.
Dia pun meminta kepada pemerintah agar tidak sembarangan memberikan pernyataan ke publik terkait janji pembayaran polis nasabah Jiwasraya. Apalagi pernyataannya hanya berujung pada kekecewaan karena tidak ada kepastian kapan pembayaran polis produk JS Saving Plan dibayarkan.
Nasabah lain, Haresh Nandwani, mengatakan, kehadiran para nasabah ini merupakan tindak lanjut dari surat nomor: 2201/KAJ/2020 yang diajukan pada tanggal 6 Februari 2020. Pada saat itu, para nasabah bertemu perwakilan Kementerian Keuangan dan OJK Bidang Pengawasan Industri Keuangan Non Bank (IKNB).
Dalam pertemuan tersebut, kata Haresh, belum menghasilkan solusi konkret. Bahkan pihak OJK hanya mendengarkan keluhan-keluhan para nasabah.
"Kita ketemu Pak Wayan, salah satu Deputi Komisioner. Garis besarnya dia hanya mendengar saja, tidak memberikan jawaban apa pun, tidak memberikan solusi apa pun. Dan kami juga kecewa sebab teman-teman pers tidak diperkenankan masuk ruangan. Semoga meeting-meeting ke depan bisa ditampung dan diliput," kata Haresh Nandwani.
Dalam pertemuan tersebut, Haresh mengaku seluruh nasabah hanya meminta OJK segera membayarkan kembali dana para pemegang polis produk JS Saving Plan. Dia mengaku, para nasabah pun tidak ingin tahu persoalan hukum yang sedang berlangsung.
Haresh mengaku pertemuan itu hanya membuang-buang waktu saja. Sebab, tidak ada solusi konkret mengenai kepastian pembayaran dana para nasabah.
Seharusnya, kata Haresh, pihak OJK tak bisa lepas tangan dalam mengatasi persoalan ini. Pihak OJK harus memberikan kepastian kepada para korban alias nasabah yang dananya masih nyangkut sampai saat ini. "Iya, mestinya kalau saja OJK melaksanakan tugasnya dengan baik, tugas OJK kan pengawasan kalau dulu dia ngawasin," jelas dia.
Sekongkol Sejak Awal
Anggota Komisi XI DPR Misbakhun dari fraksi Partai Golkar menduga ada konspirasi atau persekongkolan dalam kasus investasi saham gorengan dan reksa dana yang dilakukan oleh PT Asuransi Jiwasraya (Persero).
Hal itu ia yakini ketika Direktur Utama Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), Uriep Budhi Prasetyo mengungkapkan bahwa produk investasi reksa dana yang ditawarkan oleh manajer investasi sebagian besar dibuat khusus untuk Jiwasraya.
"Kalau dibaca hasil manajer investasi yang mempunyai izin, kemudian harusnya knowledgeable-nya juga sebagai fund manager yang benar, isinya itu produknya hanya beberapa seperti tailor made(dibuat khusus) untuk Jiwasraya. Ini kalau dilihat dari hasil pengamatan isi dari manajer investasi," ungkap Uriep dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi XI, di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (10/2/2020).
Sebelumnya Misbakhun memang mempertanyakan apakah ada konspirasi dalam pembelian reksa dana yang dilakukan Jiwasraya. "Produk itu dibuat khusus untuk Jiwasraya? Kalau istilah Bapak taylor made, jadi merek membuat produk investasi khusus untuk Jiwasraya?" tanya Misbakhun kembali untuk mempertegas pernyataan Uriep.
"Iya," jawab Uriep.
Mendengar jawaban Uriep, ia meyakini ada konspirasi. "Kalau begitu kita sudah dapat jawabannya, ini konspirasi," tegas Misbakhun.
Tak hanya Misbakhun, Wakil Ketua Komisi XI Amir Uskara sebagai pimpinan rapat pun setuju dengan teori konspirasi ini.
"Saya kira kita sepakat," sahut Amir.
Kemudian, Uriep kembali memaparkan, dalam setiap penjualan reksa dana open end biasanya dibeli oleh beberapa investor. Bahkan, untuk produk Reksa Dana Penyertaan Terbatas (RDPT) dapat dibeli oleh 49 investor.
Jika melihat produk reksa dana yang diinvestasikan Jiwasraya, 70-90%nya hanya dibeli oleh perusahaan asuransi pelat merah tersebut.
"Kalau produknya namanya reksa dana open end harusnya kan bisa beberapa investor ya. Kalau RDPT hanya terbatas 49 pihak. Nah ini mereka banyak produknya open end. Tapi investornya kalau mau dilihat data yang kami berikan itu, let's say Asset Under Management (AUM)-nya sekian, tapi Jiwasraya isinya rata-rata di-range-nya 70-90%. Itu datanya sudah kami berikan," papar Uriep.
Ditanyakan lebih lanjut mengenai konspirasi ini, Misbakhun menjelaskan, adanya penggeseran instrumen investasi yang dilakukan Jiwasraya.
"Pertama mereka punya direct investment di investasi dalam bentuk efek. Lalu bergeser lagi pada reksadana yang isinya saham yang dibeli dalam bentuk efek dan sebagainya, itu terjadi. Itu sudah jelas. Clear tadi dalam rapat," pungkas Misbakhun.
Anggota Komisi XI, Hasbi Anshory dari fraksi Partai Nasdem menyinggung aksi pembelian saham dengan harga tinggi, namun usai dibeli saham tersebut nilainya anjlok. Ia melayangkan pertanyaan pada BEI, modus apa yang sebenarnya dilakukan oleh penjual saham dan Jiwasraya.
"Kan transaksi tercatat di tempat bapak. Nilai-nilainya berapa sih. Saham ini seharga berapa, dibeli berapa? Modusnya seperti apa? Dan pembeli itu saya yakin tidak terlalu banyak orang, dan institusi yang membeli pasti perusahaannya itu-itu saja," kata Hasbi di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (10/2/2020).
Menjawab pertanyaan Hasbi, Direktur Pengawasan Transaksi dan Kepatuhan Bursa Efek Indonesia (BEI), Kristian S. Manullang menduga ada praktik kolusi atau kesepakatan tersembunyi antara Jiwasraya dengan penjual saham ketika bertransaksi.
"Jadi memang ini yang sedang diselidiki Kejaksaan Agung. Kalau kita berandai-andai memang kalau saya lihat ini memang ada kolusi dari awal," ungkap Kristian.
Ia mengatakan, Jiwasraya sebagai investor institusi sudah paham betul akan transaksi dalam investasi saham maupun reksa dana. Artinya, BEI menilai ketika Jiwasraya membeli saham gorengan, maka perusahaan pelat merah itu sudah tahu bahwa risikonya besar, bahkan berpotensi rugi.
"Jadi memang kalau kita katakan ini knowledgeable investor, Jiwasraya ini nggak perlu diajari lagi, nggak perlu disuapi lagi karena dia sudah tahu, dan sudah memiliki hubungan dengan pemegang sahamnya, perusahaan tersebut. Jadi apa perlu diajari lagi? Tidak perlu Pak," tegas Kristian.
Menurut Kristian, Jiwasraya bahkan tak memerlukan sosialisasi terkait investasi saham di pasar modal. Sehingga, investasi di saham gorengan ini diduga sudah direncanakan dengan baik.
"Informasi yang kami berikan nggak perlu dia (Jiwasraya) sebenarnya. Jadi saya pikir bagi knowlegde able investor itu hal yang sudah terencana dengan baik," ungkap dia.
Kemudian, Direktur Penilaian Perusahaan I Gede Nyoman Yetna mengungkapkan, ada praktik window dressing yang dilakukan Jiwasraya dalam mencatat nilai saham dan reksa dana yang dibelinya, yang dimasukkan ke laporan keuangan tahunan.
"Yang menariknya, grafiknya terhadap Jiwasraya kenaikan ada di akhir tahun dan menjelang akhir tahun, karena itu penting untuk laporan keuangan. Karena dia window dressing, naik (nilai sahamnya) di 31 Desember," kata Nyoman.(det/wis/vvn)
Foto: CNN Indonesia
No comments:
Post a Comment